Akhir Sebuah Do'a

87 1 0
                                    

: Embun

Tahukah kau bagaimana rasanya dipisahkan dari do’a-do’a yang setiap saat dirapalkan? sangat menyakitkan! Ia diasingkan, dikunci di ruang gelap takdir yang belum tentu terjadi. Pada setiap rintik hujan yang mulai jatuh, ada bahagia yang harus ditanggalkan. “Karena takdir yang sudah terjadi ini, kamu tidak boleh lagi merapal do’amu,” sebuah bisikan yang takbertuan. Datangnya entah dari mana. Deras hujan takbisa mendobrak pintu terlarang tempat do’amu dipencilkan. Pada setiap hujan yang memercik ke wajah, sukmamu tertelan ke lorong gelap, di depannya ada sebuah ruang berjendela sempit. Dari sana kau melihat do’amu menunduk duduk di sudut ruangan, kuyu takbisa ikut bersama temannya naik ke langit menjelma pengabulan. Petir yang menyambar-nyambar diredam, di sana hanya ada sunyi. Saat-saat sebelum hujan sudah tak jadi masa yang mendebarkan. Takada lagi barisan do’a jika punggawanya sudah takada.

Tahukah kau apa rasanya hidup tanpa harapan? Padahal semua sisi hidup menghadirkan kemungkinan, tapi seketika itu juga kemungkinan itu harus berubah menjadi ketakmungkinan karena penolakan manusia. Amat sakit rasanya puan. Padahal harapan itu hanya kau sampaikan kepada-Nya lewat do’a yang kau rapalkan. Kau diharuskan mengganti do’amu. Padahal do’a itu yang membuatmu berada dalam kondisi batin paling dekat dengan-Nya. Padahal do’a itu yang membuatmu jadi manusia yang penuh dengan prasangka baik kepada-Nya. Apalah artinya manusia tanpa harapan. Apalah artinya manusia tanpa do’a. Bukankah Sayidina Ali Ra berkata, kemungkinan dan ketidakmungkinan hanya ada pada dimensi manusia. Bagi Allah, hanya ada kemungkinan. Takada yang takmungkin bagi-Nya.

Bukankah Tuhan berkata, “Berdo’alah niscaya kukabulkan!” Maka taksalah jika manusia meminta kebaikan apapun. Takada sesiapa yang boleh melarang do’a kebaikan. Bukankah pengabulan hanya milik-Nya? Maka pada setiap pinta yang dirapalkan, hanya keyakinan kepada-Nya yang ditagihkan. Minta kebaikan apapun kepada-Nya! Cukupkan harapan hanya kepada-Nya. Upayakan segala cara yang disukai-Nya! Maka pada do’a apapun manusia bebas merapalnya bukan?! Tugas manusia hanya berharap bahwa do’a yang dipanjatkan adalah do’a tebaik, dan hasil yang akan didapat adalah pengabulan. Perkara dikabulkan atau diganti dengan pengabulan lain, itu bukan urusan manusia, karena setiap ketetapan-Nya pasti terbaik. Menguatkan keyakinan hati bahwa semua ketetapan-Nya pasti baik, hanya itulah keharusan.

Maka kuputuskan untuk mendatangi lorong gelap itu, mengetuk jendela kaca yang di dalamnya tergugu do’a-do’aku. Akan kubawa dia keluar dari ruang gelap itu. Akan kurapal ia sampai habis waktuku. Masih ada kemungkinan menyemangatinya naik ke langit menjelma pengabulan. Karena Allah taksuka hamba-Nya yang putus harapan. Karena Allah taksuka hamba-Nya yang berhenti meminta. Karena Allah hanya memiliki kemungkinan, lancanglah yang memancang ketakmungkinan kepada-Nya. Karena aku masih ingin tetap berdo’a. Karena aku masih ingin tetap berharap. Karena aku masih ingin tetap hidup.[]

Pesan Untuk EmbunWhere stories live. Discover now