KALE [END]

De SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... Mai multe

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
71.Milik ku [END]
hiii

70.Pada akhirnya

1.3K 61 14
De SiskaWdr10

Semua tidak berjalan atas kehendak mu, tapi atas kehendak skenario Tuhan. -Bye aku....

                            **********

Rumah Galang besarnya melebihi rumah Kale, jujur Anya takut. Disini juga sangat sepi sekali, karena merasa tak enak hati akhirnya Anya mencari Galang untuk sekedar mengajak Anya bercanda ria, saat tengah mencari Galang terdengar suara keributan di arah kamar Mutiara Anya pun mengendap-ngendap menguping.

"Nggak bisa gitu Lang, Kakak udah rencanain semua buat kamu di luar negeri, Anya biarin disini dengan Kakak," ucap Mutiara pada adiknya.

"Nggak Kak, plis batalin semua. Galang nggak mau harus jauh sama Anya." Kata Galang.

"Cita-citamu sebagai dokter bagaimana? beasiswanya juga, ini sekali dalam seumur hidup Galang." Balas Mutiara tegas.

"Kak ... Galang udah putusin buat batalin semuanya demi Anya." Ucap Galang membuat Anya langsung membekap mulutnya sendiri.

Ini tak boleh terjadi, Anya harus dapat membuat Galang menuruti perintah Kakaknya. Anya pun berlari menuju kamarnya, ia duduk di kaca dan memikirkan jalan keluarnya. "Gimana ini?"  tanya Anya dengan wajah putus asa. "Sebenarnya Anya cinta sama siapa sih?" tanya Anya pada dirinya sendiri. Ia bingung, satu sisi pada Kale masih ada rasa sisi lain pada Galang juga ada.

"Ya! Anya harus bilang kalau Anya lebih sayang Kale agar Galang mundur, udah itu Anya bakalan nginep di rumah Sifa sambil nyari keluarga Anya dan pergi dari mereka semua, mudah kan," kata Anya dengan senyuman manisnya lalu senyum itu pudar. "Ah tetep aja susah!" kesal Anya sambil mengacak rambutnya.

Keluarga Kale merasa bahagia atas kesembuhan kembali Ica, hanya Kale yang merasa hampa dan tak bergairah melakukan semua hal, dulu memang ia pernah berkata akan mengunjungi Anya tapi itu juga hanyalah permainan saja.

"Abang kenapa si Bun?" Tanya Ica berbisik saat mereka sarapan pagi.

"Nanti juga kamu tahu," balas Risa sambil membantu Bi Isma.

"Ica nanti ayah beliin kalung kupu-kupu biar sama kaya gelang mu ya, mau?" tanya Febrianto sebelum ia pergi bekerja. Ica mengangguk senang.

"Iya Ayah!" Balas Ica. Febrianto menujukan pipinya dan Ica langsung menciumnya dengan sayang.

"Hati-hati Ayah." Kata Risa.

"Nggak mau cium juga?" tanya Febrianto.

"Ica ke Abang ah," ucap Ica yang tak mau menggangu Ayah dan Bundanya itu, lalu berjalan menuju kolam ikan ada Kale yang tengah mengerjakan tugas kuliah.

"Abang." Ucap Ica lalu duduk di sebelah Kale.

"Udah berangkat si Ayah?" Tanya Kale. Ica mengangguk.

"Minta banyak nggak kamu?" Ica menggeleng.

"Nanti duit si Ayah habis!" ucap Ica dengan cengirannya. Kale hanya tersenyum tipis lalu melanjutkan pekerjaannya.

"Abang dari kemarin-kemarin murung aja deh, nggak sayang lagi sama Ica?" Tanya Ica sedih. Kale langsung menatap pada Ica.

"Nggak, siapa yang sayang sama orang jelek?" tanya Kale mengejek lalu Ica mencubit perut Kale.

"Aduin si Ayah ni!" kesal Ica pada Kale yang tengah tertawa kecil. Dari jauh Risa tersenyum lebar akhirnya semua kembali normal.

Hari-hari Galang lewati bersama Anya membuatnya yakin kalau ia sudah sembuh dan tak perlu meminum obat yang Kakaknya berikan, lagi pula Galang tak tahu itu obat apa. Galang juga kuliah di universitas terbaik yang berada di Jakarta, sedangkan Anya hanya diam-diam di rumah Galang, terkadang ditemani oleh Sifa.

Angin malam ini terasa dingin sekali ke kulit, Anya memakai switer-nya dan memegang kopi hangat sambil duduk diiringi lagu yang Galang bawakan. Mereka berdua sekarang tengah berada di atas rooftop rumah Galang, laki-laki tersebut begitu mahir memaikan gitarnya. "Anya baru tahu Galang bisa nyanyi ya walaupun suaranya...."

"Nggak ada tanding!" sekat Galang.

"Iya deh!" balas Anya lalu tertawa kecil, Galang menyimpan gitarnya dan melihat ke langit malam begitupun Anya, disana banyak sekali bintang-bintang.

"Kalau Galang jadi penjelajah waktu apa yang akan Galang lakukan?" tanya Anya tiba-tiba.

Galang menoleh pada wajah Anya yang tengah melihat ke langit. "Memastikan masa depan lo harus sama gue," jawab Galang.

Sontak Anya langsung menoleh, ia tersenyum dan berdesis. "Terlalu pemaksa," kata Anya.

Ucapan Anya benar, Galangpun mengangguk. "Tapi juga kan usaha."

"Hm ... iya juga sih," balas Anya lalu menyeruput kopinya.

"Kalau lo?" tanya balik Galang.

"Melihat nomer lontre biar bisa kaya tujuh turunan," balas Anya membuat Galang langsung tertawa.

"Hahaha, pinter ya lo sekarang dan lebih peduli akan masa depan sampai ke tujuh turunan lo pikirin?" tanya Galang dengan sisa tertawanya. Anya mengangguk

"Iya karena kalau jodoh sudah di pastikan oleh Galang." Balas Anya dengan wajah polosnya.

"Kalau kita akan bersama?" tanya Galang. Anya menoleh pada Galang.

Dengan sangat ragu Anya mengangguk. "Iya," balas Anya, Galang dapat melihat keraguan tersebut. "Hm ... kalau bisa pergi ke masalu apa yang Galang lakuin?" tanya Anya mengalihkan pembicaraan.

Galang terdiam beberapa detik untuk berpikir. "Berantem sama diri sendiri biar di masa depan semakin kuat," kata Galang.

Anya tertawa kencang. "Hahaha, pelatihan dulu ya?"

"Harus dong, kalau lo?" tanya balik Galang.

"Mau nyuruh diri sendiri buat rajin biar sekarang bisa kaya raya dan bikin istana kaya Frozen," ucap Anya ngasal.

"Hahaha, istana batu es?" tanya Galang tak habis pikir dengan Anya.

"Iya, terlihat bagus bukan?" Anya tersenyum setelah mengatakannya.

Dua jempol Galang berikan pada Anya. "Tapi juga dingin, nanti nggak ada yang datang ke istana lo gimana?"

Wajah Anya langsung terlihat sedih, benar juga yang Galang katakan. "Ya gapapa, sepi itu tenang tak ada keributan dan kebisingan."

"Sepi juga nggak baik," ucap Galang.

Anya mengubah posisi duduknya pada Galang. "Kalau gitu Anya minta di temani oleh Galang aja."

"Bisa?"

"Ya bisa asal mau, jangan lupa pakai baju tebel!" ucap Anya mengingatkan.

"Terus tambah dipeluk lo biar lebih hangat," kata Galang menggoda.

"Hahaha, ide bagus!" balas Anya lalu mereka kembali beryanyi.

Semakin malam cuacanya semakin dingin, Galang meronggoh saku celananya dan ia mengeluarkan uang perak lima ratus. "Uang dare garuda truth, deal?" tanya Galang yang mempunyai rencana menyatakan perasaannya malam ini.

Anya mengangguk, uang itu Galang lemparkan lalu ia tangkap dan berisi garuda. "Boleh?" tanya Galang.

"Boleh," ucap Anya. Galang menghadap pada Anya dan menatap serius mata gadis manis itu.

Jujur Anya jadi merasa canggung. "Lo lebih cinta sama gue atau Kale?"

Pertanyaan itu membuat jantung Anya berdetak kencang, mungkin ini saatnya Anya harus menyuruh Galang menyerah. "Anya cinta ... Kale." Ucap Anya membuat hati Galang sakit. "Anya nggak bisa bohong Lang maaf, Anya emang cinta Galang tapi lebih besar rasa ini pada Kale."

Galang memalingkan wajahnya dari hadapan Anya dan menuduk sedih, Anya mengambil uang keping itu dan ia lemparkan ke atas, Galang mengangkat kepalanya. "Dare!" ucap Anya.

"Lo mau gue apa?" tanya Galang dengan wajah putus asa.

"Pergi ke luar negeri mengejar cita-cita Galang." Jawab Anya.

"Lo-"

"Ya, maaf Anya denger percakapan Galang, kita bisa kapan aja ketemu dan saling telpon kan?" sekat Anya membuat Galang semakin sedih.

"Anya nggak bakalan pergi ke Kale lagi, tapi Anya sementara di rumah Sifa sambil nyari orang tua Anya Lang, Anya nggak mau nyusahin atau bergantung pada orang lain terus, selama ini udah cukup, plis Galang harus mengerti kemauan Anya." Ucap Anya memohon. Galang menghela nafas, tak baik juga memaksakan kehendak orang lain.

"Iya Anya gue ikhlas, asal lo masih hidup sinar lo masih bikin gue hidup juga kok," ucap Galang lalu memeluk gadis yang akan pergi meninggalkannya ini.

                                 🐟🐟🐟

Sudah tujuh hari Ica terus menanyakan Putri pada Kale, ia berjalan menuju kamar Kale dan laki-laki itu baru saja pulang menjenguk Bule, ia sekarang tengah bermain gitar dengan wajah masam karena tadi di ruangan Bule teman-temannya membahas Anya dan itu membuat mood-nya jadi sangat buruk.

"Sini duduk," ucap Kale pada Ica.

"Abang makin pinter main gitarnya ya?" tanya Ica. Kale mengangguk.

"Mau dinyanyiin?" tanya Kale. Ica mengangguk. "Tapi Ica lebih mau ketemu putri." Lanjut Ica membuat Kale langsung menghentikan bermain gitarnya dan menatap tajam pada Ica.

Ini kedua kalinya Kale seperti ini, terakhir saat Ica akan dilecehkan oleh Randy. "Abang." Ucap Ica takut.

"Kamu bisa nggak sih, nggak usah bahas dia sehari? apa susahnya bahagia tanpa dia, kenapa harus dia terus Ca? Abang bilang nanti ya nanti!" bentak Kale membuat Ica menunduk.

"Abang-" Kale pergi keluar kamarnya agar emoosinya tak semakin memuncak.

"Ada apa sih sama Abang?" Tanya Ica sedih pada dirinya sendiri. Anak itu langsung murung dan mengadu pada Bundanya.

"Abang jadi galak sama Ica Bunda." Ucap Ica sedih dipelukan bundanya.

"Lagi sensi aja Abang mu itu, besok juga minta maaf ke kamu," balas Risa sambil mengusap lembut puncuk kepala Ica. Anak laki-lakinya itu mungkin masih sangat tak terima dengan kepergian Anya.

Keeskokan harinya Galang memutuskan akan melepaskan Anya dan bilang pada kedua orang Kale agar mereka tak cemas. Sebelum itu Galang duduk di kursi belajarnya dan menulis sebuah surat yang nantinya akan ia berikan pada Anya.

Satu jam lamanya Galang berpikir bahkan sampai darah keluar dari hidungnya, ia hanya ingin suratnya ini tersampaikan bisa berkesan. Akhirnya seleesai juga, Galang menyimpan surat itu dekat laci obatnya.

"Dua hari dulu disini ya, gue mau nyiapin kejutan buat lo sekaligus perpisahan sebelum kita pisah," kata Galang pada Anya. Anya mengangguk.

"Siap deh! Galang mau kemana udah keren?" tanya Anya sambil memperhatikan Galang, anak itu malah berpose sambil tersenyum sombong.

"Gue kan emang selalu keren," ucap Galang.

Anya memutar malas bola matanya. "Aishhh."

Entah mengapa Galang ingin memeluk Anya, dan segera ia lakukan. Sungguh Anya terkejut bukan main. "Maaf ya kalau gue sampai saat ini masih sayang sama lo," ucap Galang dengan mata seriusnya, Anya tak bisa menjawab ia hanya mengangguk pelan.

Lalu Galang pergi menuju kediaman Kale, betulan sore itu Febrianto pulang cepat jadi bisa mengobrol.

"Jadi Anya lebih mencintai Kale?" Tanya Febrianto.

Galang tersenyum sedih. "Iya om, tapi karena ada problem ayahnya Anya jadi malu buat bilang itu," balas Galang.

"Ini Tante yang pusing sama kisah cinta kalian," ucap Risa. Galang terkekeh keci.

"Makasih om, tan atas waktunya Galang izin pulang ya," ucap Galang sopan lalu menyalami kedua orang tua Kale.

"Hati-hati," ucap Febrtianto.

"Anak aku emang paling ganteng!" ucap Risa saat Galang pergi.

"Anak kita dong sayang," balas Febrianto. Risa tersenyum pada suaminya.

"Kisah mereka mengingatkan aku ke masa muda kita dulu," kata Risa.

"Elang adalah Azil dan dia akan menang untuk sekarang," ucap Febrianto karena sikap Kale sama dengan temannya itu.

"Ngapain lo di rumah gue?" tanya Kale dingin, ia baru saja pulang dari kampus. Mereka berdua memang masih belum damai.

"Tebak!" balas Galang dengan cengirannya.

Kale memperhatikan penampilan Galang, merasa diperhatikan Galang tersenyum sok tampan. "Perasaan WC gue nggak bermasalah," ucap Kale seenak jidat lalu pergi meninggalkan Galang yang telah ia ejek.

"Sialan, untung di rumah lo kalau nggak gue tendang lo Kale!" teriak Galang.

Malam kembali datang, sebelum ia meminta maaf pada Ica Kale melamun di balkon kamarnya. "Abang sekarang banyak ngelamun," ucap Risa. Kale dengan cepat menoleh.

"Maaf Bunda nggak izin buat buka pintu dulu," kata Risa.

Kale mengangguk. "Ada apa Bun?" Risa duduk di dekat Kale.

"Kuliah mu lancar?" tanya Risa. Kale mengangguk. Mereka lalu terdiam beberapa detik.

Risa kembali membuka suara. "Jujur sama Bunda hati kamu udah ikhlas atas kepergian Anya?"

"Belum," balas Kale jujur tanpa menoleh. "Kalau aku bisa minta sesuatu yang nggak mungkin terjadi aku mau minta hidup bahagia sama Anya."

"Kamu nyesel?" Kale lagi-lagi mengangguk.

"Aku mau ngulang semua dari awal dan belajar dari hari kemarin tapi itu mustahil Bun." Kata Kale.

"Nggak Abang." Kata Risa membuat Kale menoleh.

"Maksud Bunda?"

"Itu nggak mustahil, kamu bisa ngelakuin itu," kening Kale berkerut mendengarnya. "Anya ada di rumah Galang, Galang bilang Anya lebih cinta kamu dari pada dirinya dan anak itu ngelepasin Anya buat kamu, sayangnya Anya nggak akan balik ke kamu karena dia takut kamu masalinin tentang kesalahan Ayahnya, maafin ayah sama Bunda bohongin kamu," jelas Risa. Sungguh ini adalah jalan keluar bagi Kale.

"Nggak Bun, aku bakalan lupain itu semua, aku sayang Anya, aku mau Anya kembali lagi sama aku!" Ucap Kale dengan mata berbinar. "Aku mau ke rumah Galang Bunda!" Ucap Kale lalu bangkit. Risa memegang tangan Kale.

"Bang apa-apa yang terlalu terburu-buru nggak baik, masih ada waktu besok, sekarang ada gadis cengeng yang nunggu kamu minta maaf di kamarnya," kata Risa.

Kale kembali duduk, Ica sepperti itu karena efek terlalu Kale manjakan. Kale memeluk Risa secara tiba-tiba hingga Bundanya itu terkejut. "Makasih banyak Bunda." Ucap Kale tulus. Ia dapat langsung percaya sebab tadi Galang ada di rumahnya.

"Makasihnya ke Galang juga, dia orang baik Abang jangan berantem terus," ucap Risa lalu membalas pelukan itu. Kale mengangguk dan memutuskan untuk meminta maaf besok pada Galang.

Dengan mudah Ica memaafkan Abangnya itu sebab disogok oleh ice cream. "Nanti Abang cariin putri mu itu, maaf ya bocah," ucap Kale tulus. Ica mengangguk.

"Iya Abang."

Pagi cerah itu Kale sambut dengan senyuman baru, ia terus memikirkan kata-kata agar bisa meminta maaf pada Galang karena kemarin sudah menghinanya.

"Oke bisa!" ucap Kale mengambil jaket lalu meluncur menuju rumah Galang.

Pintu terbuka dan orang yang pertama Kale lihat adalah si pemilik rumah. "Datang juga lo, Le kita serius dulu maafin gue pernah jatuh cinta sama cewek lo," ucap Galang dengan mata teduhnya. Kale mengangguk.

"Makasih juga udah jagain Anya selama ini disaat ego gue lagi menggebu-gebunya," ucap Kale tulus. "Lo maafin gue Lang?" Tanya Kale dengan senyum kikuknya.

Galang menahan tawanya dan merangkul Kale. "Nyantai aja kali, ayo kalau mau ketemu Anya dia udah bangun kok," ucap Galang sambil tersenyum manis. Di dalam hatinya ia menangis sedih.

"Kale?" Ucap Anya. Kale langsung memeluk Anya dengan erat dan Anya membalas pelukan tersebut.

"Maafin gue Anya, gue bodoh karena emosi, maaf-maaf," ucap Kale sambil menumpahkan segala rindu yang selama ini terkubur oleh gengsi dan amarah.

"Anya maafin Kale kok," balas Anya sambil melepaskan pelukan tersebut.

Galang berpura-pura batuk hingga kedua orang itu menoleh padanya. "Gue ke atas dulu bentar, lo berdua kalau mau ngobrol-ngobrol aja di sofa ya," ucap Galang yang dijawab anggukan oleh keduanya.

Kale banyak berbicara ini dan itu pada Anya begitupun sebaliknya lalu mereka tertawa bahagia bersama. Ada yang terluka melihat itu dari atas, Galang meneteskan air matanya, entah mengapa selama hidupnya takdir selalu meminta Galang melepaskan orang yang ia sayang. Mutiara yang tengah mengintip Galang ikut menangis melihat itu. "Semoga lo bisa bahagia sama Kale Anya, gue harus bisa nikmati sepi ini untuk yang keberkian kalinya sendirian lagi," ucap Galang. Sesekali Galang ikut tersenyum saat Anya dibuat tertawa oleh ucapan Kale.

"Tuhan apa salah Galang? padahal sesederhana itu bahagianya," batin Mutiara yang memperhatikan Galang dari ambang pintu ruangan kerja.

Galang mengambil kunci motor dan jaketnya, ia turun ke bawah.

"Gue mau beli makan ni buat kalian, jangan pulang dulu," ucap Galang yang aslinya akan ke makam Tapasya. Anya dan Kale mengangguk.

"Hati-hati," ucap Anya. Galang tersenyum lebar.

"Kesitu doang ya elah," kata Galang lalu meluncur menggunkan motornya.

"Kale kok belum kesini?" tanya Jawa pada Epot, mereka tengah ada di rumah sakit menami Bule.

"Ada urusan dulu kali," kata Epot. Bule sama sekali belum ada perubahan.

Menuju pemakaman Tapasya Galang lebih memilih jalan belakang karena lebih cepat, tengah jalan ia menepi dekat jalan kereta karena handphonenya berdering.

"Hallo Fa?" Itu Sifa yang menelpon menanyakan tidak jadinya Anya untuk tinggal bersama Sifa.

Gadis berusia tiga belas tahun itu mendorong Kakeknya melewati jalan kereta api, tapi di tengah-tengah jalan rodanya sersangkut pada jalan kereta api. Anak itu berusaha melepaskannya tapi sulit sekali.

"Iya iya fa, gue mau pergi dulu bye," ucap Galang lalu mematikan sambungan.

Tut ... tut ... tut....

Terdengar suara kereta api yang akan lewat, jiwa wanke Galang keluar ia bangkit dari motornya dan menolong kakek dan gadis tersebut.

"Awas!" teriak orang-orang yang melihat.

Galang mendorong kursi roda itu sekuat tenaga dan akhirnya.

"Akh!" ucap Galang yang berhasil menyelamatkan Kakek tersebut.

Anya tertidur di pelukan Kale. "Galang kemana belum pulang?" tanya Kale pada dirinya sendiri.

Telpon Mutia berdering, ia segera mengangkatnya dan setelah mengangkat Mutia langsung segera bergegas turun kebawah dan meminta Kale untuk mengantarnya, Kale menidurkan Anya di kamar tamu lalu mengantar Mutiara.

"Galang!" Teriak Mutiara dengan tangisan yang mengalir deras saat melihat mayat Galang. Kale terpaku ditempat melihat Galang yang sudah tak bernyawa tersebut, baru tadi Galang bilang akan pergi sekarang malah sudah tak bernyawa.

"Bangun Galang Kakak nggak punya siapa-siapa selain kamu!" ucap Mutiara kencang sampai urat di kepalanya terlihat jelas.

"Kak sabar," ucap Kale sambil mengusap pundak Mutiara.

Dengan lembut Mutiara mengusap puncuk kepala Galang. "Bangun sayang banyak yang sayang sama kamu Lang, ayo bangun Lang!" ucap Mutiara lalu mencium lama puncuk kepala adiknya.

Setelah berhenti menangis Mutiara bertanya pada Dokter apa penyebab kematian adiknya. Mutiara duduk di lantai dekat kamar mayat sambil menjambak kasar rambutnya. Kale mendekati Mutiara untuk bertanya. "Apa Kak penyebabnya?" tanya Kale pelan. Mutiara mengatur nafas untuk menceritakannya.

"Galang meninggal akibat sakit yang selama ini ia derita dan itu kambuh karena syok hebat sebab anak itu telah membantu seseorang dari hantaman kereta api," ucap Mutiara.

"Sakit apa?"

"Serangan jantung koroner, itu keturunan dari Ibu aku yang sekarang udah meninggal akibat serangan jantung juga, aku baru menyadari penyakit itu setelah ia mengalami ledakan di Gapara bersama Jeff kala itu, aku ... aku sengaja nggak kasih tau dia karena takut beban dia nambah tapi itu malah bikin dia nggak minum obatnya dan ini akhirnya Le." Kata Mutiara lalu kembali menangis, Kale memeluk untuk memberikan ketenangan. Ternyata Galang punya beban sendiri yang lebih berat darinya.

Kale membawa Anya pulang kerumahnya, di jalan Kale banyak terdiam, akan sesedih apa jika Anya tahu ini? Anya sudah bertanya kenapa ia harus pulang sekarang, Kale menjawab Ica merindukannya.

"Kale kenapa sih?" tanya Anya saat di mobil.

"Nggak, kamu tidur ya," ucap Kale karena mereka telah sampai. "Besok aku yang jelasin ke Ica tentang kamu," ucap Kale Anya mengangguk walaupun hatinya sedikit ragu.

Setelah mengantar Anya ke kamar Risa Kale kembali lagi ke rumah sakit, Galang masih ada di rumah sakit yang sama dengan Bule.

Kale berlari menuju ruangan Bule, ia dibuat terkejut saat melihat Bule tengah mengobrol bersama Epot dan Jawa.

"Le kemana aja lo, gue telpon nggak diangkat-angkat!" ucap Epot mengomeli Kale. Anak itu memang sengaja mematikan ponsel. Mata Kale berkaca-kaca sama seperti Jawa dan Epot sebelumnya.

"Lo pasti kangen sama gue kan?" tanya Bule, Kale mendekati Bule dan memeluknya erat melepaskan rindu pada orang sialan yang betah sekali tertidur panjang ini.

"Gue seneng banget lo bisa sadar Le." Ucap Kale dengan sedikit penekanan dan sangat tulus sekali.

"Kapan sadar?" Tanya Kale lalu duduk di sebelah Jawa, ia ingin membahas soal Galang tapi Bule sadar.

"Tadi siang, oh btw siapa tu adiknya pacar Ray? Ah ya Galang! gimana keadaan dia?" tanya Bule tiba-tiba karena mereka semua sudah lengkap.

"Nggak kenapa-kenapa dia," balas Epot.

"Luka-luka terus sembuh," imbuh Jawa. Kale terdiam.

"Nggak," ucap Kale dengan mata memerah.

Semua menatap pada Kale. "Kenapa?" tanya Epot karena ekspresi Kale sangat tidak biasa.

"Dia meninggal," ucap Kale. Mata mereka semua langsung membulat.

"Serius lo?" tanya Jawa. Kale mengangguk.

"Dia ada disini juga, di kamar mayat ... hari itu setelah kena ledakan bareng lo dokter vonis Galang kena penyakit jantung turunan, serangan jantung tersebut adalah penyakit jantung koroner, turunan dari Ibunya yang sekarang udah meninggal juga," kata Kale semua terdiam. "Demi tuhan gue nggak lagi bercanda," ucap Kale penuh penekanan karena tak ada yang meresponnya.

Yang Jawa pikirkan adalah Sifa, gadis itu pasti sangat terpukul, dulu Sifa pernah bilang Galang selalu ada untuknya dan paling bisa diandalkan, Jawa berlari ke kamar mayat meninggalkan teman-temannya. Benar saja Sifa tengah menangis bersama Mutiara dekat mayat Galang, perlahan Jawa mendekati Sifa untuk mencoba menenangkan.

"Ngapain lo kesini?" ketus Sifa dengan air mata yang mengalir deras di pelupuk matanya.

"Fa gue...." Jawa bingung mau berkata apa, ia takut memperburuk suasana.

Kale menjambak kasar rambutnya yang panjang itu, ia kasihan pada Anya kalau sampai gadisnya itu tahu. "Terus gara-gara apa dia bisa kumat mendadak?" tanya Epot yang masih ingin tahu jelas.

"Nggak minum obat, karena nggak ada yang kasih tahu, lo pada pasti ngerti kenapa kan alasan kakaknya nggak kasih tahu? dan pola hidup Galang juga nggak sehat, sering bergadang demi tugas, nggak suka sayuran juga," balas Kale.

Epot menghela nafas. "Seribet itu jadi orang pinter," ucap Epot. Bule terdiam sedih, jadi hari itu adalah hari terakhir Bule bisa bertemu dengan Galang.

Menurut Bule Galang orang yang baik selalu memandang dari dua sisi yang berbeda. "Kata-kata terakhir yang dia keluarin buat gue sebelum ledakan adalah dia minta gue buat berubah jadi orang yang lebih baik," ucap Bule mengingat hari itu.

"Gila lo masih inget aja?" tanya Epot. Bule mengangguk.

"Gue juga denger kalau kalian ngobrol disini," kata Bule membuat Kale dan Epot terkejut.

"Hah?"

"Jawa putus sama Sifa kan?" tanya Bule. Epot mengangguk. "Gue kira itu mimpi, ternyata gue emang bisa denger suara kalian."

"Kok bisa?" tanya Epot, Bule mengangkat bahu tanda tak tahu.

Kale lagi-lagi membuang nafas panjang, ia tak habis pikir akan seperti ini. "Anya pasti bakalan ikhlas Le." Ucap Bule. Kale mengangguk sebagai balasan walau hatinya tetap saja merasakan sedih.

"Bisa nggak kita nggak usah saling kenal wa? kalau kita nggak sengaja ketemu dimanapun itu anggap kita hanyalah kedua orang asing yang sama sekali nggak pernah ngejalin ikatan cinta, nggak usah bicara atau lihat muka gue wa, bisa kan?" tanya Sifa yang masih menyimpan dendam hari itu saat Jawa memutuskannya secara sepihak. "Gue nggak butuh wa lo kuatin, gue cuma butuh Galang! dari dulu dia yang selalu ada buat gue dan buat orang-orang cuma Galang, sekarang dia pergi wa! Pergi!" bentak Sifa.

"Fa...." Sungguh Jawa tak bisa melihat Sifa menangis seperti ini.

"Kenapa semua orang harus pergi, kenapa?!" teriak Sifa. Jawa mendekati Sifa dan gadis itu malah meniju-niju dada Jawa, walau terasa sakit Jawa menahannya mungkin seperti itu Sifa bisa lebih tenang.

"Ayo keluarin semua amarah lo Sifa." Ucap Jawa.

Pemakaman Galang dilakukan pagi hari, dan banyak sekali yang datang, siapa yang tak ingin mendoakan kepergian si Wanke yang serba bisa itu? Mutiara tak henti-hentinya menangis, Gunawan coba menenangkan.

Jawa, Epot, Kale dan Bule pun datang, Bule memakai kursi roda untuk mengantar Galang ketempat terakhirnya. Makam itu langsung dipenuhi bunga-bunga orang yang sayang pada Galang, jelas membuat Kale kagum sebanyak itu orang yang sayang pada Galang.

Selesai sesi do'a Mutiara duduk dan mengusap batu nisan bernamakan adiknya itu. "Galang nggak sakit sendiri lagi ya?" tanya Mutiara membuat Sifa kembali menangis. "Salam ke Mama yang Lang, Kakak sayang kalian semua. Nanti aku, ayah sama Sifa nyusul kamu, kita disana harus keluarga lagi," ucap Mutiara.

"Galang nanti siapa yang bakalan gue andelin lagi Lang, lo jahat banget Lang," ucap Sifa. "Nanti orang yang gue peluk siapa kalau gue sedih sendirian Lang?"

Mendengar ucapan Sifa teman-teman Kale langsung menoleh pada Jawa. "Gue nggak cemburu," kata Jawa yang peka tengah diperhatikan.

Pemakaman Galang sudah selesai, Kale segera pulang kerumahnya, tadi subuh ia berangkat mengendap-ngendap seperti maling.

"Abang!" ucap Ica lalu memeluk Kale. Mata Kale membulat saat ada Anya dan bunda di belakang Ica.

"Dari mana kamu Bang?" Tanya Risa.

"Hah?" Kale linglung sendiri. Ica menarik baju Kale agar Abangnya sedikit menunduk, Kale pun menurut.

Cup....

"Makasih Abang." Ucap Ica setelah mencium pipi Kale. "Aku udah tahu siapa putri, bunda jelasin semuanya," lanjut Ica. Kale melihat pada kedua wanita di belakang Ica. Mereka malah bergaya seolah telah memecahkan teka-teki negara saja.

"Hebat kan kita Bang?" Tanya Risa. Kale mengangguk.

"Aku mau ke kamar dulu," ucap Kale lalu mengusap puncuk kepala Ica dan pergi ke kamarnya

Risa bingung, kenapa ekspresi Kale biasa saja?

"Kenapa si Abang Bun?" tanya Ica. Risa mengangkat bahunya.

"Anya rasa ada masalah Bun." Ucap Anya.

"Iya nanti juga ilang masalahnya, jangan disamperin sekarang, lagi panas nanti tanduknya keluar, ayo sarapan aja kita," ucap Risa. Hanya Kale yang tak ikut sarapan.

"Kemana si Azil?" tanya Febrianto, ia juga sudah tahu perihal pengakuan Anya adalah putri.

"Lagi badmood," ucap Ica dengan senyum lebarnya.

Anya membereskan kamarnya setelah selesai sarapan, telponnya tiba-tiba saja berdering itu dari Sifa.

"Anya lo kemana?" ucap Sifa dengan suara parau.

"Sifa kenapa?" tanya Anya khawatir.

"Galang meninggal Anya sore kemarin, lo kemana aja?" tanya Sifa.

"Sifa ini lagi bicara apa sih?" tanya Anya tak percaya karena kemarin Galang masih baik-baik saja.

"Gue serius Anya, bahkan Kale aja tadi pagi datang ke makam Galang, dia kena serangan jantung turunan dari Mamanya dan dia juga jarang minum obat akhir-akhir ini, dia ... dia pergi buat selama-lamanya Anya." Ucap Sifa lalu terisak.

Pip....

Anya mematikan sambungan sepihak dan terdiam mematung.

Tok ... tok ... tok....

Ketukan pintu membuat Kale langsung tersadar dari lamunannya, ia membuka pintu. "Anter Anya ke makam Galang." Ucap Anya dengan wajah putus asa dan tatapan kosongnya. Kale tak banyak bicara ia mengambil jaket dan kunci mobilnya. Di sepanjang jalan Anya melihat ke luar jendela membelakngi Kale, ia tahu kenapa Kale bohong karena takut Anya terpukul. Anya terus meyakini dirinya kalau ini hanyalah sebuah kebohongan, sebab ia sudah sering sekali dibohongi.

Kaki Kale menuntun Anya mengantar ke makam Galang, saat sudah sampai Anya membaca nama batu nisan bernamakan Galang itu. Anya menoleh pada Kale dan menggelengkan kepalanya berulang-ulang tak percaya dengan apa yang ia lihat ini. "Maafin aku Anya." Ucap Kale dengan mata memerah. Anya kembali melihat ke batu nisan itu, kakinya langsung terasa lemas, hatinya sakit sekali.

"Galang? katanya cuma pergi ke warung tapi kok nyasar kesini?!" omel Anya dengan air mata yang mulai turun. Anya duduk dekat makam itu membiarkan tubuhnya kotor terkena makam yang masih basah itu. "Jadi ini Lang kejutan besarnya? kok Anya ... Anya akhir-akhir ini selalu dikasih kejutan sebesar ini, Tuhan sebaik ini sama Anya ya?" Anya mulai terisak dalam tangisannya. "Galang beneran pergi ninggalin Anya buat ketemu Tapasya disana kan? pasti sekarang Galang nggak harus nahan sakit lagi, nggak harus capek-capek lagi ngelupain orang yang Galang sayang, nggak harus capek-capek lagi lihat Anya sebagai Tapasya, Anya sayang Galang, Galang harus tahu itu," dada Anya terasa sangat sesak sekali.

Mengingat semuanya tentang Galang, dari awal pertemuan yang menyebalkan sampai pelukan terakhir laki-laki menyebalkan ini. "Selama hidup Galang selalu nyoba buat ikhlasin orang yang Galang sayang, sekarang itu nggak harus Galang lakuin lagi kan, Galang itu orang paling baik, lihat bahkan disini banyak bunga buat Galang, mereka sayang Galang. Hari ini dan seterusnya Galang manusia paling keren yang Anya kenal," ucap Anya mengingat Galang selalu merasa keren. "Sebelum Galang jelasin Tapasya, Anya berpikir Galang jahat banget sama Anya, ternyata Galang selama ini nyimpen sakit itu sendiri, kenapa pada akhirnya Galang yang harus pergi ninggalin semua, kenapa Galang?"

Semua ucapan Anya terdengar sangat sedih sekali, Kale ikut sedih melihatnya. "Kalau di inget-inget dulu awal kita deket gara-gara tupparware, itu akal-akalan Galang biar bisa deket Anya kan? selucu itu si Wanke ini," Anya mengusap air matanya. "Hati Anya sakit Galang." Ucap Anya lalu memegang ke arah dadanya. Kale memeluk Anya dengan erat dan Anya kembali menangis. "Berarti kisah kita udah kelar ya Lang, Galang nanti nggak akan datang ke istana Anya dong? nanti siapa yang mau datang?"

"Aku," ucap Kale serak membuat Anya semakin bersedih, bahkan sebelum kematiannya laki-laki itu mengembalikan Anya pada Kale, sebaik itu Galang. Anya sampai pening menangis.

Cucaca siang semakin terik, Kale pun mengajak Anya pulang karena kondisi Anya sangat kacau balau. "Selamat bahagia Galang disana, Anya bakal rindu banget sama Galang." Ucap Anya lalu mencium bantu nisan tersebut.

Di dalam mobil Anya kembali menangis. "Kamu hari ini boleh nangis untuk kepergiannya, aku percaya suatu saat nanti saat kamu bangun dari tidur sedih itu hilang dimakan oleh waktu, saat itu juga kamu udah jadi wanita paling kuat dan udah ikhlasin dia," ucap Kale pada Anya.

Anya ingat jelas memori indah yang Galang dan ia lalui, dulu saat Anya sedih karena Kale Galang selalu datang sebagai penghilang kesedihan tersebut. "Kale Anya sekarang sedih banget," lirih Anya jujur.  Kale menoleh pada Anya dan menggenggam tangan gadis itu.

"Kamu kuat," balasnya.

Saat sudah sampai di rumah Kale ada Mutiara dan Ray yang tengah berbincang dengan Risa. "Eh itu Anya dan Kale." Ucap Risa, Anya langsung memeluk Mutiara dengan erat begitupun sebaliknya, karena pada kenyataanya yang paling sedih mereka berdua.

"Aku mau bicara sama kamu, bisa?" tanya Mutiara dengan mata yang sembab. Anya mengangguk. Kale, Ray dan Risa pergi membiarkan mereka berdua mengobrol.

"Kak Muti Galang Kak...." Ucap Anya sambil menangis, mutiara mengusap air mata Anya.

"Iya Kakak tahu sayang, Kakak kesini mau nguatin kamu-"

"Kakak yang lebih butuh itu!" sekat Anya. Mutiara menggeleng.

"Nggak sayang, Galang pergi bertemu dengan orang-orang yang dia sayangi disana, Kakak ikut bahagia atas itu, tapi sayang dia ninggalin kamu disini dengan kesedihan mendalam," ucap Mutiara. "Kakak mau bilang Galang sayang sama kamu Anya dan maaf-"

Anya memegang tangan Mutiara. "Galang nggak punya salah sama aku Kak." Lalu Anya memeluk Mutiara menumpahkan sedihnya. Mutiara tak bisa menahan air mata, ia kembali menangis.

Pelukan tersebut terlepas, Mutiara kembali membuka suara. "Kakak nemu ini di laci obatnya dan ini buat kamu," ucap Mutiara memberikan surat yang Galang tulis. Anya mengambilnya, ia tak berniat membaca itu karena akan membuat semakin sedih.

Seharian penuh Anya mengurung diri di kamar, kabar duka ini kenapa harus datang secara bersamaan dengan kabar bahagia, Anya bingung harus apa, ia marah, benci, kesal dan ingin tertawa di waktu yang sama untuk hari ini. Efeknya berdampak pada orang-orang rumah yang ikut terbawa sedih. Kale jadi sadar ternyata sepenting itu Galang bagi Anya, ia janji akan mengobati sakit hati Anya atas kepergian Galang dan sakit akibat ulahnya sendiri.

Malam harinya Anya berjalan menuju kolam berenang dan duduk di tepinya untuk menghirup udara segar, ia juga membawa surat dari Galang ditangannya. Tak ada orang rumah yang menemaninya sebab mengerti untuk saat ini Anya butuh waktu sendir, tapi mereka masih saja penasaran, takut Anya nekat alhasil satu keluarga itu mengintip dari jauh, Kale berdiri paling depan.

Anya menghela nafas untuk membaca tulisan di kertas tersebut, setelahnya Anya langsung membaca surat pemberian Galang. Tulisannya selalu sangat rapi, maklum anak pintar.

Berisi:

Untuk sinar-ku Anya, mungkin sudah jadi skenario Tuhan kalau aku datang di hidup mu hanya sebagai peran figuran, walaupun begitu aku sangat bangga bisa memaikan peran ini dengan baik, mungkin juga tanpaku kisah mu tidak akan sempurna. Satu hal yang paling harus kamu tahu peran figuran yang aku mainkan ini tidak lah mudah karena di dalamnya terseludup kisah peran figuran jatuh hati kepada peran utama, aku juga cukup sadar sejauh apapun usaha ku mengantikan peran utama tetap akan kalah, tapi tentu aku manusia keren yang tidak akan berkecil hati saat cinta nya tidak berbalas, paling tidak kamu hanya cukup tahu bahwa aku pernah benar-benar menginginkan mu, hanya kamu. Selesai sudah peran ku sampai disini, dimana peran figuran sudah tak terpakai sebab peran utama sudah berakhir bahagia dengan lawan mainnya. Selamat berbahagia, jika tuhan berkehendak mungkin saja nanti aku akan datang di hidupmu lagi entah itu jadi peran figuran kembali atau jadi properti berwujud manusia, jadi apapun aku terima asal bisa melengkapi kisahmu hingga berakhir bahagia...

#Galang si pemeran figuran.

Anya menyimpan surat pemberian Galang dan menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya, hati nya sesak, seperti diremat-remat, ia menangis sekencang-kencangnya, malang sekali nasib Anya. "Galaaaaaaaaaaaaaaang!" Teriak Anya lalu menjambak kasar rambutnya.

Butuh waktu yang lama untuk menyembuhkan luka dihati Anya, tapi Kale yakin ia bisa. Kenyataannya yang pergi bukanlah Kale ataupun Anya, tapi peran figuran yaitu Galang.

Kematian Galang mengingatkan kita semua bahwa dalam setiap pertemuan akan selalu ada perpisahan dan yang datang bisa pergi kapan saja, entah itu bersama pilihannya yang lain atau atas kehendak yang maha kuasa. Bukan alurnya yang tak bisa ditebak tapi memang kematian seseorang yang selalu tak terduga-duga. Berdoa sama-sama atas kepergian Galang untuk selama-lamanya.

"Hati Anya sakit Lang, kamu yang yang selalu datang memberikan bahu untuk berkeluh kesah sekarang pergi membawa berjuta kenangan, selamat tinggal manusia terkeren...."

#Ripgalang
#Ripwanke
#Ripperanfiguran
#Riphati
#Galangpergi

-Galang Azi Pangestu. Rabu, 25 November 2020-

Continuă lectura

O să-ți placă și

ELBRASTA De Anggi

Ficțiune adolescenți

11.5K 1.7K 46
SEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo...
SAGARALUNA De Syfa Acha

Ficțiune adolescenți

3.5M 183K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
MARSELANA De kiaa

Ficțiune adolescenți

1.9M 93K 40
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
little ace De 🐮🐺

Ficțiune adolescenți

919K 67.6K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...