SINGASARI, I'm Coming! (END)

By an11ra

2M 315K 47.9K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... More

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
6 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
9 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
18 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
21 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
24 - PAST
25 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
46 - PAST
47 - PAST
48 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
60 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

28 - PAST

25.2K 4.7K 338
By an11ra


Menghembuskan napas pelan sebelum menjawab "Betul Pangeran, Pasukan hamba yang menangkap dia di daerah Wengker. Hamba ingat saat itu kepalanya terluka. Apa karena itu ingatannya terganggu atau entahlah hamba ti_____ MENUNDUK PANGERAN !!!!" Ucapan Raden Panji tiba - tiba berubah dan meninggi. Dia reflek bergerak cepat menangkap sebuah busur panah yang melesat ke arah Pangeran Anusapati sedangkan kami sesaat malah terpaku di tempat sebelum menunduk melindungi diri mengikuti perintahnya. Para pengawalpun otomatis mendekati kami.

"Wuuuuuuss"

"Wuuuuuuss"

"Wuuuuuuss"

"Wuuuuuuss"

"Wuuuuuuss"

Suara panah melesat ke arah kami bertubi tubi, aku sendiri cukup kaget karena acara makan, tiba - tiba berubah menjadi acara action. Mengapa jadi seperti ini sih ? Oh Tuhan, kami diserang ...

-------------------------------------------------------------

Jantungku berdetak cepat dan kali ini benar - benar berharap semua ini hanya mimpi buruk tapi rasa sakit akibat kuku yang menancap di telapak tangan saat aku reflek mengepalkan tangan sangat terasa olehku, berarti ini ... ini semua NYATA. Apa aku akan mati disini ?

Kesimpulan yang dapat aku ambil adalah semakin mundurnya zaman, maka manusia akan semakin bar - bar dan sialnya kini aku berada di zaman itu. Zaman di mana nyawa manusia tidak banyak artinya, malah mungkin nyawa sapi lebih berharga.

Maka bersyukurlah jika lahir di zaman modern, jalan - jalan hingga jam dua pagi paling bertemu tim patroli, yaa walau jika sial bisa bertemu begal atau hantu tetapi jarang terjadi. Namun di sini ... di tempatku berada sekarang ini jauh lebih mencekam lagi, karena mungkin yang ditemui adalah perampok sadis atau bahkan pembunuh. Minta tolong polisi nggak mungkin karena polisi belum ada.

Ternyata kekagetanku dalam mencerna keadaan bertambah saat Raden Panji Kenengkung tidak menunduk seperti kami tetapi tetap berdiri dan menghentikan semua laju panah hanya dengan tenaga dalamnya. Panah - panah itu tiba - tiba jatuh seperti tertabrak tembok tak kasat mata, bahkan beberapa panah ada yang patah. Keanu Reeves dalam film The Matrix saja kalah sepertinya. Aku sampai tak sadar sejak tadi menganga memandangnya. Ternyata benar, dia orang sakti.

Belum selesai keterkejutanku, aku terpekik dan nyaris terjatuh kala Wasa menarikku untuk berlindung di balik pohon terdekat. Kebetulan Wasa memang ada dekat denganku sedang Madra sepertinya menarik Sawitri ke arah lain.

Sebaliknya para Pangeran juga telah berlindung. Hanya Raden Panji Kenengkung yang terlihat menangkis panah - panah baru yang mulai berdatangan, tentu dibatu Raden Mahisa Randi dan para prajurit. Mungkin jiwa patriot mereka terpanggil otomatis.

"Gedebuk"

"Gedebuk"

"Gedebuk"

"Gedebuk"

Suara orang terjatuh dari ketinggian terdengar tidak jauh dariku. Sepertinya belati kecil yang dilemparkan Raden Panji Kenengkung mengenai sang pemanah. Namun masih ada pemanah lain yang tetap berusaha memanah ke arah para Pangeran. Tetapi masih bisa ditangkis oleh mereka dengan hanya berbekal keris. Bahkan Pangeran Anusapati melakukan hal yang mirip dengan yang dilakukan Raden Panji Kenengkung tadi yaitu membuat panah berhenti bergerak hanya dengan tenaga dalamnya. Sebenarnya mereka ini orang - orang macam apa ?

"Ini ambil" Suara Wasa berhasil mengalihkan pandanganku padanya lagi. Diapun memandangku lama lalu memberikan sebilah belati. "Tetap di sini, aku harus melindungi Pangeran !" Ucap Wasa sebelum meninggalkan tempat persembuyianku.

Mengangguk - anggukan kepala karena suaraku nyaris tak bisa keluar. Melihat film action mungkin memacu adrenalin tetapi jika kau yang mengalaminya langsung. Maka yang terpacu bukan adrenalin tetapi terpacu untuk bangun karena berharap ini hanya mimpi buruk. Menakutkan ... Oh bukan ... Bukan menakutkan tapi mengerikan.

Aku melihat Wasa berlari menuju tempat Pangeran Anusapati dan Pangeran Tohjaya berada walau sebelumnya mengambil panah yang masih tergantung di kuda - kuda yang tadi mereka gunakan. Jangan ditanya bagaimana keadaan kuda - kuda itu.

Hewan tentu secara alamiah menyadari adanya bahaya, mungkin malah lebih perasa dibanding manusia sendiri. Namun karena tali kekangnya terikat kuat jadi tentu hewan malang itu tidak bisa melarikan diri. Maka sejak tadi suara ringkikan kuda menjadi sountrack yang menambah seram suasana. Kemudian kulihat Wasa memanah ke arah pepohonan, sepertinya ingin menghabisi para pemanah lain.

"Cuuuiiiiiiiiiiiiiiittt" Suara siulan panjang Raden Panji Kenengkung yang menggema membuatku makin gelisah. Walau memang laju panah telah berhenti, mungkin mereka sudah tewas di tempat karena terkena belati atau panah. Jika orang - orang ini ikut Olimpiade panahan mungkin Indonesia bisa memborong mendali emas.

Merutuki sikap Raden Panji Kenengkung barusan, bukannya seharusnya dia tidak bersuara, karena suaranya bisa membuat musuh tahu dimana posisi kami. Benar saja, tidak lama suara krasak - krusuk orang terdengar di sekitar. Mulutku komat - kamit membaca doa termasuk ayat kursi, walau tahu yang datang bukan hantu tetapi manusia. Aku berdoa sepenuh hati dan berharap semoga kami selamat. Tetapi sangking gugupnya aku beberapa kali salah membaca kelanjutan pada ayat itu.

Tidak lama ada sekitar tujuh orang berpakain nyaris hitam, kecuali hiasan jarik yang ada di pinggangnya. Mereka mengelilingi Raden Panji dan tentu Raden Mahisa Randi. Namun ketakutanku sirna seketika karena mereka bukan menyerang tetapi jusru berjongkok dan memberi hormat. Kemudian mereka berbalik dan memberi hormat juga ketika dengan santainya Pangeran Anusapati keluar dari balik pepohonan. Mungkin mereka ini yang disebut Sawitri sebagai prajurit bayangan tadi. Wooow ...

"Mana yang lain ?" Tanya Pangeran Anusapati yang terdengar dingin sedang dari jauh terdengar seperti banyak orang bergerak ke arah kami. Mungkin itu bala bantuan, Alhamdulillah ... Kami selamat.

"Ampun, Gusti Pangeran. Mereka semua telah tewas, kami diserang !" Laporan salah satu diantara prajurit yang membuat hatiku mencelos seketika. Ternyata yang akan datang bukan bala bantuan tetapi mungkin bala tentara musuh ... Inna lillahi

"Apa aku bilang, berburu bersama Kanda pasti seru !" Ucap Pangeran Tohjaya ceria saat turut mendekati prajurit bayangan itu.

Mendengus pelan "Aku yakin Kanda Anusapati, penyerangan ini sudah direncanakan. Mereka juga bukan orang biasa mengingat bisa berhasil membunuh banyak prajurit bayangan." Pangeran Mahisa Wong Anteleng yang juga ikut bergabung, lalu menengok pada Kakaknya "Kanda Tohjaya berhenti main - main, nyawa kita sedang terancam. Sangat tidak lucu, jika kita mati disini !" Lanjutannya dengan menggeram kesal

"Tenang adikku tersayang, tak akan aku biarkan ada yang menyentuhmu. Aku pastikan aku yang akan mati terlebih dahulu daripada kau. Umurmu akan panjang, percayalah padaku." Jawab Pangeran Tohjaya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Wooow lagi ... Mungkin ini yang disebut kata - kata adalah doa. Memang perkataannya sesuai dengan yang tertera di dalam sejarah yaitu hanya Pangeran Mahisa Wong Anteleng yang panjang umur. Apalagi keturunannya kelak akan memimpin Kerajaan Majapahit. Sepertinya aku harus berkata yang baik - baik mulai sekarang, bisa saja kebetulan ada Malaikat lewat dan mengamini ucapanku.

"Pangeran semuanya, lebih baik bersembunyi di dalam pondok. Mereka akan datang sebentar lagi ! Keamanan para Pangeran yang utama." Ucap Raden Mahisa Randi waspada

"Hahaha ... bersembunyi seperti tikus tidak akan pernah jadi pilihanku, Mahisa Randi. Mungkin mereka memang mencariku, kasihan sekali mereka jika sudah jauh - jauh kemari tapi gagal menemuiku " Merenggangkan otot - ototnya lalu berteriak "WASA !!!"

"Ini pangeran !" Wasa bergegas menyerahkan busur panah dan puluhan anak panah kepada para Pangeran Anusapati.

"Yaa ... aku lebih suka pertarungan di malam hari dari pada di siang hari yang panas, entah kenapa aku tak terlalu suka matahari." Ucap Pangeran Tohjaya sambil menerima busur dan anak panah lain dari Wasa.

"Kalian berdua jangan keluar dari tempat persembuyian, mengerti !" Teriak Pangeran Anusapati padaku dan Sawitri

"Lima ... Delapan ... Dua belas ... Sembilan belas ... Dua puluh dua ... Tiga puluh satu" Ucap Raden Panji tiba - tiba

"Rupanya mereka tidak main - main, Sialan !!! " Umpat Pangeran Anusapati sebelum menengok ke arah kedua adiknya "Bersiap"

"Baik Kanda" Jawab Pangeran Mahisa Wong Anteleng juga setelah menerima busur dan anak panah dari Wasa.

"Dengan senang hati, Kanda" Jawab Tohjaya masih dengan ekspresi ceria.

Dalam hitungan detik Pangeran Tohjaya dan Pangeran Mahisa Wong Anteleng segera melompat, hanya saja bukan lompatan orang biasa karena mana ada orang biasa yang bisa melompat hampir lebih dari tiga meter. Tidak seperti tradisi lompat batu di Nias, mereka melakukan lompatan langsung dan tanpa berlari atau mengambil ancang - ancang terlebih dahulu. Mereka bahkan langsung berdiri santai di atas dahan pohon. Mengerjabkan mata berkali - kali untuk meyakinkan diri bahwa ini kejadian nyata dan bukan serial Naruto Shippuden.

"Pangeran ___" Ucap Raden Sadawira pelan.

"Aku akan tetap di bawah." Melirik ke arah dahan pohon tempat adik - adiknya "Mereka lebih aman di atas sana dan mereka tidak boleh terluka." Potong Pangeran Anusapati lebih pelan.

Dan yang aku takutkan akhirnya terjadi, feeling-ku sudah buruk saat mendengar Raden Panji Kenengkung menghitung tadi. Tidak mungkinkan dia sedang berlatih menghitung ? Jelas itu bukan hitungan angka tetapi hitungan jumlah orang yang kini telah nampak mengepung mereka.

Pertarungan mulai terlihat kacau di depanku, karena aku telah berjongkok di balik dahan pohon besar yang dikelilingi semak. Mereka jelas kalah jumlah, tetapi hatiku tetap yakin para Pangeran tidak akan mati di sini. Namun bagaimana dengan dia ... dia yang sedang bertarung di sana ... aku takut ... aku sangat takut.

"Trang "

"Duk .. Duk"

"Jleeb"

"Wuuuuss"

"Gedebuk ..."

"Wuuuuss"

Suara keris beradu, pukulan demi pukulan hingga tendangan, tusukan keris dan belati, anak panah melesat tak tentu arah. Beberapa tubuh mulai terkapar di tanah dengan berbagai luka. Aku hampir memekik saat ada yang mengarahkan kerisnya dari arah belakang tubuh Raden Panji Kenengkung, namun meleset karena dia keburu memutar tubuhnya dan justru si penyerang yang jatuh terjerembab karena tendangan mengenai wajahnya.

"Awas Pangeran !" Teriak Wasa sebelum menangkis panah yang sedang mengarah pada Pangeran Tohjaya. Ternyata dia sudah turun dari pohon dan sedang bertarung dengan dua orang musuh. Sangking fokus hanya pada orang itu jadi aku abai sekitar.

"Terima kasih, Wasa !" Ucapnya santai sambil menendang perut salah satu orang di depannya.

Suara pekikan Sawitri membuatku menengok ke arah tempat persembunyiannya. Sepertinya ada penjahat sialan yang menemukan tempat persembuyiannya. Melihat pada tuan - tuanku yang sepertinya sibuk bertarung masing - masing hingga tak menyadari Sawitri sedang dalam bahaya.

Memantapkan diri lalu menyelipkan belati ke kain pengikat di pinggangku, kemudian mengambil batang pohon disekitarku yang cukup besar karena tidak mungkin aku menggunakan belati pendek untuk melumpuhkan orang sebesar itu. Kemudian berjalan memutar sambil mengendap - ngendap.

"Buuuuuk" Aku memukulkan batang pohon itu sekuat tenaga ke arah penjahat yang sedang mengarahkan parangnya pada Sawitri, namun karena terlalu gemetar aku salah sasaran. Seharusnya aku memukul lehernya sehingga dia minimal bisa pingsan. Tetapi pukulanku justru mengenai punggungnya dan sepertinya tidak banyak pengaruhnya, mungkin karena badannya terlalu besar. Akibatnya kini dia berbalik berganti haluan dan bersiap menyerangku.

Aku mengambil kesempatan saat dia mengapai tanganku, lalu aku putar tubuhku untuk membantingnya sekuat tenaga sehingga dia terkapar di tanah. Sedang Sawitri kini tidak hanya menatap horror pada penjahat itu tetapi kepadaku juga. Hadeeh ... Seharusnya aku belajar karate bukan judo. Tetapi belajar judo juga kebetulan semata.

Sepertinya penjahat ini punya tenaga luar biasa besar sebesar badannya, sehingga dia bangun lagi. Sayangnya kini dia menjaga jarak dariku dan otomatis aku mundur sambil mengambil belatiku sebagai alat pertahananku yang terakhir. Menelan saliva karena belatiku tampak mungil dan imut sekali bila dibandingkan dengan parang yang dia bawa ... Mampus ... Mama kayaknya Linda bakalan mati konyol di sini, maafkan anakmu yang kurang berbakti ini monologku dalam hati.

Meludah ke tanah sebelum berteriak "PEREMPUAN SIALAN ... MATI KAUUUU !!!" Mengayunkan parangnya ke arahku sekuat tenaga.

Reflek aku menggunakan lenganku sebagai tameng dan tak sadar jika aku juga menahan napas menunggu ajalku tiba sebenar lagi.

"Wuuusss"

"Arrrkkk ..."

"Gedebuk"

Membuka mata dan memekik pelan karena si penjahat itu sudah terkapar di tanah dengan leher yang mengeluarkan banyak darah segar karena tertancap belati. Menengok ke arah pertempuran, mataku sesaat bertatapan dengan Raden Panji Kenengkung. Dia menyelamatkan nyawaku. Gimana mau move on dari perasaan terlarang coba ? ... Hadeeh ... He is my hero.

Menggelengkan kepalaku karena sempat - sempatnya berpikir hal yang absurd padahal keadaan sedang genting begini. Menegakkan tubuhku lalu memutari penjahat yang sedang sakaratul maut dan mengambil parang miliknya untuk berjaga - jaga siapa tahu dia bangun lagi seperti di film - film yang aku tonton. Setelah itu aku berjalan menuju Sawitri yang berdiri gemetar.

"Rengganis ..." Ucapnya pelan

"Syukurlah kita masih selamat, Sawitri" Ucapku sambil menyelipkan belati ke pinggangku lagi dan menaruh parang di tanah. Tak aku pedulikan lagi di penjahat, biarlah Malaikat Izrail yang mengurusnya. Suruh siapa tadi dia ingin membunuhku ? Sepertinya semakin lama aku berada di sini, semakin merosot tingkat empatiku.

Berjongkok berdua di balik semak tinggi, tak kupedulikan juga Sawitri yang kadang melirikku takut - takut. Mungkin kini dia benar - benar yakin jika aku ini siluman. Biarkan sajalah, karena aku tak punya tenaga menjelaskan apa yang tadi dia lihat.

Lagipula di depan kami pertarungan masih berlangsung seru. Memang beberapa prajurit bayangan ada yang terluka dan bahkan tiga diantaranya sepertinya sudah meninggal. Namun para penjahat jelas - jelas lebih parah karena hanya tinggal kurang dari sepuluh orang dan sisanya terluka parah atau sudah menjadi mayat seperti orang di belakangku kini.

Selain beberapa goresan sepertinya tidak ada yang parah terjadi pada para Pangeran. Hanya saja, Raden Sadawira sepertinya terluka parah karena sabetan parang. Dia tengah terduduk dengan bersandar di pohon sedang di depannya ada Madra yang sedang bertarung dengan seorang penjahat bertubuh kurus namun sangat lincah. Madra juga terlihat terluka tetapi tidak separah Raden Sadawira. Sepertinya dia terlambat menghindar sehingga tersabet keris.

"Ah ... akhirnya selesai juga ... hah ... hah ... Sialan mereka, tidak tahukah mereka aku baru saja selesai makan. Jika begini akukan lapar lagi !" Ucapan aneh Pangeran Tohjaya setelah berhasil menusuk perut penjahat di depannya hingga jatuh terjerembab. Jujur kata - katanya membuatku ingin tertawa.

Pangeran Anusapati juga sudah berhasil mengalahkan satu orang yang bertubuh besar walau karena kurang hati - hati tadi, sehingga lengan kirinya tersabet keris. Namun sepertinya dia tidak terpengaruh akan lukanya dan dia malah mengarahkan busurnya untuk memanah dua penjahat yang mengepung Raden Mahisa Randi. Kemudian memutar badannya lagi untuk memanah penjahat lain yang menyerang Wasa.

Aku mengernyit karena badan bagian depan Pangeran Anusapati berlumur darah, tetapi aku yakin itu bukan darahnya tapi darah musuh. Aku jelas melihat badannya yang nyaris tak ada luka kecuali di lengan kirinya tadi karena dia memang berada tidak jauh dari aku dan Sawitri.

Sekarang tinggal Raden Panji Kenengkung yang sedang bertarung melawan dua orang yang cukup besar dan membawa kapak, sedangkan Madra juga sudah berhasil mengalahkan lawannya. Sepertinya tak ada yang ingin membantu Raden Panji Kenengkung, padahal dia bertarung dengan tangan kosong. Apa - apaan mereka ini ?

Aku makin gagal paham dengan pikiran para kaum pria. Namun, pasti ada alasan bagus mengapa Raden Panji Kenengkung dipanggil guru oleh para Pangeran. Ternyata tenaga dalamnya luar biasa sehingga tidak hanya bisa menghentikan panah, tetapi juga untuk menyerang para penjahat sehingga mereka kini sampai muntah darah. Aku bergidik melihatnya, sehingga membuang pandang ke arah lain.

Mataku mengerjab memastikan sesuatu di kejauhan. Benar ... itu bukan hantu apalagi hewan malam tetapi ada orang di sana ... di atas salah satu pohon. Sepertinya tidak ada yang sadar entah pada keberadaan orang itu atau suara desauan pelan yang memecah udara karena mereka tengah menyaksikan pertarungan Raden Panji Kenengkung yang seru.

Memantapkan hati sekali lagi, lalu bergegas keluar dari persembuyianku secepat yang aku bisa untuk berlomba dengan anak panah yang sedang melesat itu. Jangan kira aku akan mendorong tubuh Pangeran Anusapati dan menjadikan diriku sendiri sebagai pengganti penerima sasaran panah, ini bukan FTV kawan. Apalagi panah itu sungguhan bukan properti syuting. Ingat ... Nyawaku juga cuma satu.

Rencanaku adalah menarik tangan Pangeran Anusapati sehingga jatuh bersamaku demi menjauhkan badannya dari panah dan viola ... tentu panah akan melesetkan ? Namun ternyata karena reflek, Pangeran Anusapati yang kaget atas tarikan tanganku malah memutar tubuhku sehingga ...

"Aauuuw ... issshh ... Maaf Pangeran ada panah !" Ucapku pelan sambil menahan sakit karena panah tadi sempat menggores bahuku yang terbuka, untung saja hanya terserempet panah bukan tertusuk panah.

Sepertinya perhatian semua orang kini beralih tertuju pada kami. Apalagi Raden Panji Kenengkung telah selesai bertarung. Namun karena ini serangan tiba - tiba sepertinya semua orang ikut kaget. Mungkin mereka kira musuh sudah habis.

"Tiga puluh dua" Ucap Raden Panji geram dan dengan wajah mengeras dia mengambil kapak miliki si penjahat lalu melemparkan ke arah datangnya panah.

Samar aku mendengar ada yang orang yang terjatuh. Namun yang lebih penting adalah menahan sakit yang kurasakan. Jujur aku tak berani melihat berapa dalam luka goresan tapi jika dihitung kadar perihnya maka panah sialan itu pasti sempat menembus beberapa milimeter atau malah secentimeter daging di bahuku.

"Rengganis ... Kau baik - baik saja ?" Tanya Pangeran Anusapati pelan dan masih memegang tanganku

"Hanya tergores, Pangeran. Ti ___tidak masalah" Jawabku sambil mengerjabkan mata untuk memperjelas pandanganku sambil menahan perih dan anehnya terasa panas juga.

"Rengganis !" Ucap Pangeran Anusapati dengan nada tinggi sambil menggoyangkan tanganku yang dia cekal.

"Tunggu sebentar, Pangeran ... Pandangan hamba " Ucapku pelan. Heran, hobby sekali dia berteriak dan tidak sabaran. Tidak tahukah dia rasanya badanku makin lemas, apalagi pandanganku serasa makin kabur.

"Rengganis !!!" Ucap Pangeran Anusapati kini naik lagi dua oktaf.

"Hamba pu_____" Kata - kata terakhirku tak selesai karena aku telah ditelan oleh kegelapan yang pekat dan badanku limbung seketika.

"RENGGANIS BANGUUUUN !!!" Menggoncangkan tubuh Rengganis yang sudah lunglai itu "SIALAN ... PANAHNYA BERACUN !!!" Umpat Pangeran Anusapati

-------------------- Bersambung ---------------------

4 Desember 2020

---------------------------------------------------------------

Berasa feel-nya nggak ???
Kalau nggak ... Pura - pura berasa yaa
Maklum yang ngetik sudah kehabisan feel untuk Minggu ini
😴

Fix ... Pertarungan atau peperangan mending di buat dalam bentuk film aja kalau dalam bentuk tulisan
Susah beuuut ...
atau aku aja yang nggak mahir merangkai kata
🤭

Mumpung pingsan, sebaiknya Rengganis ini disadarkan di tahun berapa enaknya ?

a. 1247

b. 2020

Continue Reading

You'll Also Like

Privilege [END] By Fadli L

Historical Fiction

770K 95.8K 63
WARNING: JANGAN LOMPAT KE CHAPTER BONUS JIKA TIDAK INGIN KENA MAJOR SPOILER! Kara tidak mengikuti seleksi untuk menjadi putri mahkota. Tapi, betapa t...
964K 64.3K 72
" hamba benci... pada ayah hamba yang mengirim hamba ke istana, Jeonha.. kau begitu penuh dengan kebencian, hamba... hanya melindungi apa yang hamba...
1M 150K 50
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
233K 10.1K 31
[PART COMPLETE] Ketika kehidupan dua gadis yang berbeda harus tertukar. Rara yang awalnya memiliki segalanya harus rela berbagi dengan reina. anak s...