Gue menempelkan pipi ke meja dari dua puluh menit yang lalu gue udah ada di kelas cuma nunggu dosen yang belum datang. Gue duduk dijajaran paling depan dalam hati gue ogah banget gue duduk di paling depan soalnya berhadapan langsung dengan dosen apalagi dosen pak Arkan.
"Ley." Reynald menyenggol siku gue dengan tangannya. Dia duduk satu meja dengan gue. "Laki lo mana sih? dari tadi kok gak dateng-dateng."
Gue membalikkan posisi menjadi menghadap Reynald, "Mana gue tau."
"Ya, kan, lo bininya masa gak tau?" Reynald berdecak sebal.
Emang dia tuh paling anti kalau suruh menunggu kalau main bareng sama gue juga suka uring-uringan karena gue ngaret kan gue cewek ya, pantes aja dong gue lama.
"Mungkin-"
"Pagi semuanya." Gue sama Reynald melirik suara yang berasal dari pintu kelas dia pak Arkan. Dia berjalan menuju tempat duduknya, mata gue sama dia sempat bertemu. Gue memutuskan kontak mata itu terlebih dahulu.
"Pagi juga pak." Seru semua mahasiswa.
Pak Arkan dari tadi ngeliatin gue mulu. Gue bingung dong, gue salah apa? Mata gue ngelirik kebelakang. Takutnya kan pak Arkan malah ngeliatin orang dibelakang gue bukan gue.
Kok makin lama makin berasa gitu tatapanya. Gue diam, membuka buku yang dibawa dari rumah buat mengalihkan perhatian. Gila rasanya diliatin gak enak banget. Gue nya jadi salting sendiri.
"Nald. Nald." Gue berbisik. Mata gue masih terfokus pada buku biar pak Arkan gak curiga. "Pak Arkan ngeliatin gue ya?"
"Hah?" Reynald melirik gue sekilas. Dia menggeleng tidak tau. "Lah, gue kira pak Arkan ngeliatin gue."
"Kita ada salah Nald?" Cicit gue.
"Salah apaan?" Reynald membuka buku sok sibuk. Padahal mah gue yakin Reynald lagi takut karena pak Arkan ngeliatin dia mulu. "Kayanya dia ceburu deh."
"Cemburu?" Gue membeo enggak ngerti, "Cemburu sama siapa?"
"Ya sama gue lah pe'a!" Reynald mendengus. Dia mengangkatkan kepalanya melirik pak Arkan yang lagi menjelaskan materi. Reynald meringis ternyata pak Arkan masih sesekali meliriknya tajam. "Gue pindah kursi aja dah."
"Eh, eh, lo mau kemana?" Gue menarik tangannya yang mau bangkit dari kursi. Dia mau nginggalin gue gitu? "Lo jangan pindah ya, masa gue duduk sendirian sih? paling depan lagi."
"Ya udah sih emangnya kenapa?" Reynald memberaskan buku yang berserakan. Dia udah mengambil ancang-ancang buat kabur. "Biasanya tiap hari tidur seranjang juga."
"Anjir lo!" Gue melotot, "Emang lo berani pindah kursi sedangkan pak Arkan lagi ngejelasin?"
"Enggak sih," Reynald menggeleng lesu, "Ntar yang ada nilai gue taruhanya."
"Tolong buat yang duduk paling depan pojok kanan bisa kalian jelasin ulang yang saya jelaskan barusan?" Pak Arkan menyorot gue sama Reynald tajam.
Gue menganga. Bahkan gue enggak memperhatikan penjalasannya pak Arkan dikitpun.
"Mampus." Reynald melirik gue horor, "Nah lo gimana kita ley?"
"Lo. Lo, yang jelasin sana!" Gue menyodorkan buku yang bersampul biru ketuaan, "Nih cepetan."
"Buku apaan ini?" Reynald membuka buku itu. Gue sama sekali enggak ngerti dan gak paham yang dijelasin pak Arkan barusan. "Heh ley, ini buku apaan?"
"Gue gak tau," Gue nunduk kepala gue malu. Malu banget ini satu kelas menyorot kita semua, "Udah sana jelasin Nald yaelah."
"Masalahnya jelasin apaan geblek!" Reynald melotot, "Ah lo sih ngajak gue ngobrol terus."
"Jelasin atau keluar?" Pak Arkan berjalan menuju meja kita. Dia melipat kedua tanganya didepan dada.
Gue sama Reynald berdiri. Siap buat ngejelasin yang pak Arkan baruan. Kita sama-sama saling melirik. Bingung harus jelasin apa?
"Jadi-" Reynald menyenggol kaki gue dari bawah. Gue ngelirik Reynald putus asa. Udah gak ada jalan lain keluar kelas lebih baik daripada dengerin hujatan pak Arkan karena kita enggak bisa jelasin.
"Jadi kita pilih keluar aja pak." Gue memberi ultimatum. Reynald melongo.
"Baik, silahkan keluar." Pak Arkan menatap gue sebal. Gue keluar kelas disusul oleh Reynald sebelum gue keluar pak Arkan berbisik.
"Ntar malam aku hukum kamu ley."
Jantung gue seakan berhenti berdetak. Gue menelan ludah kasar.
Kelar sudah hidupmu ley.
"Lo sinting ley!" Reynald menggeleng tidak habis pikir, "Lo mau jadi dapet nilai C dari dia?"
"Udah diam, diam." Gue membekap mulutnya Reynald yang dari tadi rewel terus, "Lo mau emang dimarahin depan mahasiswa?"
"Enggak." Reynald menarik gue menuju kantin, "Mending kita makan yuk ah."
"Lo yang teraktir." Gue nyengir dibalik punggung dia, "Kan lo yang ngajak."
"Iya udah sans." Reynald mengangguk, "Kita kaya orang bego tau gak ley?"
Gue duduk di depan dia. Menyeruput minuman yang baru saja datang, "Lo aja, gue enggak."
"Minta diseleding lo emang." Reynald mendengus, "Lo gak takut apa sama laki lo sendiri?"
Gue menggeleng, "Pak Arkan itu baik kalau di rumah cuma di kampus aja dia garang dan nyebelin."
"Ciee ..." Reynald ngakak. Gue ngeliat dia aneh, ,"Jadi ceritanya lo udah cinta nih sama pak Arkan?"
"Mungkin." Gue menggangkatkan bahu acuh, "Lo sendiri belum ada pacar Nald?"
"Pacar mah belom." Reynald menatap gue, "Soalnya orang yang gue suka udah jadi milik orang."
"Eh?" Gue meluruskan pandangan, "serius siapa emangnya?"
"Ada." Reynald tersenyum penuh arti, "Ntar juga lo tau."
"Siapa? Bella?" Gue menatap Reynald menyelidik.
Reynald menggeleng.
"Killa?"
Reynald lagi-lagi menggeleng.
"Siapa dong?" Gue memandang Reynald males, seketika gue melotot ngeri, "G-gue?"
Reynald mengulas senyum.
Gue mengedipkan mata berkali-kali, "G-gue Nlad?"
"Iya lo." Reynald menampilkan deretan giginya.
Wtf?
"Jangan becanda lo!"
"Becanda beb, ealah." Reynald ketawa renyah, "Temen lo satu lagi."
"Syukurlah, gue kira beneran." Gue menghembuskan nafas lega, "K-keyla?"
"Iya." Reynald meringis, "Sayang nya Keyla udah ada bisma."
Gue tercengang, "L-lo suka sama Keyla?"
"Iyaaa ..." Reynald menatap gue males, "Dari awal maba gue udah tertarik sama dia, tiap kali gue mau nyatain perasaan gue takut ngerusak persahabatan kita. Belum lagi Bisma juga suka."
"HAHAHA!!!" Gue tertawa kurang ajar, "Cerita lo absrud banget."
"Lo mah kaya gitu Ley," Reynald menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya, "Gue mah udah pasrah aja."
"Cinta itu diperjuangin lah." Gue bertepuk tangan satu kali, "Lo kan cowok lo juga belum tanya kan apa Keyla suka sama lo atau Bisma."
"Iya sih." Reynald menggaruk tengkuk nya, "Tapi ... gue takut."
"Takut?"
"Takut dia tolak cinta gue kan itu enggak lucu."
"Ya itu mah resiko Nald." Gue berbicara serius, "Gue cuma bisa ngedukung lo."
Reynald tersenyum kecil.
Gue sebenarnya udah tau Reynald itu sukanya sama gue. Jujur awalnya gue kaget banget mendengar cerita itu dari Bisma. Reynald sering curhat sama Bisma tentang perasaannya ke gue dan semenjak itu gue merahasiakan bersikap seolah-olah tidak tau.
Ya ... mau gimana lagi kan? gue udah punya pak Arkan.
Lagian cinta disatukan dengan persahabatan itu rumit.
***