Mr. CEO & Ms. Doctor

By Becky_Tyler

2.3M 94K 3.2K

TELAH TERBIT Billionaire asal Indonesia yang terkenal dengan julukan 'Mr. CEO' jatuh hati dengan seorang dokt... More

PROLOG.
ONE.
TWO.
THREE.
FOUR.
FIVE.
SIX.
SEVEN.
EIGHT.
NINE.
TEN
ELEVEN.
TWELEVE
VISUALISASI CAST
FOURTEEN
FIFTEEN
SIXTEEN
SEVENTEEN
EIGHTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
THIRTY
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FOURTY
EPILOG
EXTRA PART
PENGUMUMAN!
SEQUEL?
The Bet
SPIN-OFF (DUA ES KUTUB)
OPEN PRE - ORDER NOVEL Mr. CEO & Ms. Doctor
NOVEL MR. CEO & MS. DOCTOR
CERITA MR. CEO & MS. DOCTOR DI COPY
EBOOK MR. CEO & MS. DOCTOR

THIRTEEN

52.7K 2.2K 58
By Becky_Tyler

"David?"

"Morning," CEO dari Wijaya's Company itu mengulas senyum dibibirnya.

Yasmin mengernyit bingung dengan kehadiran David secara mendadak, "ada apa kau kesini?"

"Menjemputmu, lalu kita berangkat bersama,"

Yasmin terbelalak, "kenapa mendadak sekali? Padahal aku ingin berangkat bersama do--,"

"YASMIN!" Suara teriak Rina terdengar. Tidak lama munculah wanita setengah baya itu, ia menghampiri Yasmin dengan David diteras."Siapa yang jemput.... ka...mu," Rina menyadari keberadaan David.

David tersenyum, "Morning, Tante,"

"Ekh, morning juga, ganteng," Rina tersenyum-tersenyum, kagum atas ketampanan yang David miliki. "siapa nih...?"

"Saya David, Tante,"

"Oh, David ganteng," Ujar Rina yang masih tersenyum-senyum. Yasmin menyikut pelan Rina.

"Dia yang pemilik Rumah Sakit Wijaya, atasanku," Jelas Yasmin.

Rina terkejut mendengarnya.

"Saya kemari ingin menjemput anak Tante, untuk berangkat bersama," Sekilas David melirik Yasmin.

"Boleh! Sangat boleh!"

"Bunda..." Bisik Yasmin pelan. Mana mungkin ia berangkat bersama David, sedangkan ia telah berjanji kepda dokter Dion.

"Terimakasih, Tante," David mengulas senyum. "Ayo, Yasmin,"

"Yasmin, sana cepat. Nanti kamu akan telat," Ujar Rani.

Yasmin pasrah, ia mengikuti perintah dari Rani, dari pada dikutuk jadi batu nanti. David berjalan terlebih dahulu, lalu disusul oleh Yasmin. Billionaire itu membukakan pintu untuk Yasmin, Yasmin hendak masuk, tetapi tertahan saat melihat mobil yang ia kenali.

Mercedes Benz putih terlihat masuk kedalam perkarangan rumah Yasmin. Semua mata menuju pada mobil itu, melihat siapa yang turun dari Mercedes Benz putih tersebut. Keluarlah seorang pria yang mengenakan jas dokter ditubuhnya. David tersenyum kecut melihatnya.

Pria yang baru saja keluar dari mobil melangkah menuju teras rumah Yasmin. "Hallo, dokter Dion!" Sapa David yang masih membukakan pintu mobil untuk Yasmin. Dokter Dion menghampiri Yasmin dan David berada, "ada apa kemari?" Tanya David.

"Oh, hai, Pak David," Dokter Dion menyapa balik David. "Saya ingin berangkat bersama dengan Yasmin,"

"Apa katamu tadi?"

"Berangkat bersama," Dokter Dion mengulangi perkataannya.

David tertawa pelan, "Kau telat, dokter. Dokter Yasmin akan berangkat bersamaku,"

Dokter Dion melirik Yasmin, ia terlihat bingung. Yasmin merasa bersalah sekarang. "Tapi... kemarin aku sudah membuat janj--,"

"Aku tidak perduli," Potong David cepat. "Siapa cepat, dia dapat,"

Rina masih berdiri disana, ia bingung kenapa puterinya direbuti untuk berangkat bersama para pria tampan itu. Padahal hanya berangkat bersama. Akhirnya Rina menyusul mereka, "ada apa ini?" Rina melirik Yasmin dan David. "Kalian kenapa belum berangkat? Nanti kalian telat,"

David melirik dokter Dion meremehkan, "Ayo, Yasmin," ajak David.

Yasmin melirik dokter Diom sesaat, "maaf," Gumam Yasmin pelan. Dokter cantik itu masuk kedalam mobil. Dokter Dion hanya terdiam.

"Tante, aku dan Yasmin berangkat dulu. Permisi," David Pamit kepada Rina. David melangkah menghampiri dokter Dion yang masih berdiri disana, billionaire tampan itu menepuk pundak dokter Dion secara jantan, "Point kita, satu sama," bisik David pelan. "Jangan pernah mencoba untuk mengalahkan David Wijaya dalam hal apapun," David tersenyum lagi, masih menepuk-nepuk pundak dokter Dion.

David memasuki mobilnya, mobil hitam itu mulai melaju meninggalkan pelataran rumah Yasmin. Dokter Dion menatap kepergian mereka dengan sedikit kecewa. Dokter Dion juga ikut pamit kepada Rani, lalu pergi bersama mobilnya

×××

"Kau bicara apa tadi dengan dokter Dion?"

David yang tengah berkendara itu pun menoleh, "kau melihatnya?"

Yasmin memutar kedua bola matanya sebelum menoleh ke arah David, "tentu saja aku bisa lihat, aku tidak buta,"

"Hanya pembicaraan antara lelaki,"

Yasmin menaikan satu alisnya, "pembicaraan antara lelaki?"

David tidak menjawab, ia menepikan mobilnya, lalu pria itu mengambil sesuatu di jok belakang.Yasmin mengernyitkan dahinya saat Davis memberikan sebuah kantung coklat yang bergambar logo starbucks, "aku tahu kau belum sarapan,"

"Tahu dari mana kalau aku belum sarapan?" Tanya Yasmin menguji David.

"Dari nada pembicaraanmu, kau sedikit emosi,"

"Memangnya jika seseorang emosi itu karna tidak sarapan?"

"Iya,"

"Sok tahu,"

David berdengus, "sekarang, kau mau ambil kantung coklat ini atau tidak? Kita sudah di klakson-klakson karna menepi,"

"Tidak ada yang menyuruh mobilmu menepi,"

"Yasmin..."

"Aku sudah sarapan." Sebenarnya Yasmin berbohong, ia sebenarnya belum sarapan. Sebelum David menjemputnya, ia memang sedang sarapan bersama Rina, tetapi Yasmin tidak menghabiskannya karna sudah keburu David datang. Yasmin pikir tadi yang menjemputnya itu dokter Dion, bukan David.

"Baiklah jika kau tidak mau," David menaruh kantung coklat itu disampingnya. "Biar nanti ku beri ke Bagas saja," David kembali melajukan mobilnya perlahan.

Yasmin melirik David yang tengah memegang stir mobil, sesekali juga melirik kantung coklat yang berada disebelahnya. Wangi roti keju yang masih hangat menyeruak didalam mobil, membuat perut Yasmin berbunyi. "Kau adalah seorang dokter yang mengobati pasien sakit, tapi kau membuat dirimu sendiri sakit karna gengsi untuk menerima sarapan dariku,"

"Aku ini lulusan kedokteran. Seseorang yang tidak sarapan sekali, tidak akan sakit. Jadi... kau jangan sok tahu." Ketus Yasmin.

"Aku lulusan bisnis. Aku sering berbicara kepada banyak orang, dan aku tahu jika kamu sedang berbohong,"

"Kau menuduhku berbohong?"

David menggeleng, ia masih fokus berkendara. "Tidak, aku tidak menuduhmu. Tapi dari pembicaraanmu itu membutikan bahwa kau berbohong." David menoleh kearag Yasmin disela-sela mengendarai mobil. "Seseorang yang tidak sarapan sekali, tidak akan sakit." David berbicara dengan gaya Yasmin bicara tadi. "See? Kau terjebak dengan perkataanmu sendiri, nona."

Yasmin terdiam, ia tidak menyangka bahwa David secerdas dan seteliti itu mendengarkan ia berbicara tadi. Yasmin juga meruntuki dirinya sendiri, karna menjebak diri sendiri dengan perkataan yang tadi ia lontarkan.

Bodoh kau Yasmin!

Terjadi keheningan sesaat, hingga tiba-tiba perut Yasmin berbunyi lagi dengan suara yang sedikit kencang. Yasmin melotot mendengar suara itu, ia memegangi perutnya.

"Sepertinya ada demo besar-besaran diperutmu itu," Ledek David. "Lapar!lapar! Kami butuh makanan!" David meledek lagi dengan suara yang aneh.

Yasmin melihat perutnya, lalu memegangnya. Ia melirik David yang berkendara. Dengan cepat Yasmin mengambil kantung coklat itu, dokter cantik itu segera makan roti keju yang ada didalamnya dengan lahap.

David melirik Yasmin diam-diam. "Harus berdebat dulu kalau mau makan gitu, ya?" Lagi-lagi David meledek.

"Shutt!"

Pria billionaire itu terkekeh pelan melihat dokter cantik yang bekerja dirumah sakitnya tengah memakan sarapannya itu. Mulutnya penuh dengan roti yang dikunyahnya, ingin sekali David mencubit gemas pipinya itu.

Uhuk! Uhuk!

David menoleh cepat kearah Yasmin. Dokter cantik itu terbatuk-batuk, wajahnya memerah. Dengan cepat David memberhentikan mobilnya, ia mencari sebotol air mineral, ternyata tidak ada. Secara kebetulan ditepi jalan ada sebuah warung, David berlari turun dari mobil untuk membeli sebotol air mineral.

David kembali kemobil dengan sebotol air mineral ditangannya. Ia membuka botol tersebut, lalu memberinya kepada Yasmin. Yasmin meneguk habis air mineral tersebut, David menepuk-nepuk punggung Yasmin pelan, pria itu panik dan khawatir.

"Gimana? Merasa lebih baik?"

Yasmin mengangguk.

"Aku tahu kau lapar, tapi jangan buru-buru begitu, itu tidak baik! Lihat sekarang, kau tersedak 'kan," David mengomel kecil.

Yasmin menatap David, lebih tepatnya menatap ekspresi wajah David. Pria itu tampak panik, terlihat dari wajahnya. "Wajahmu terlihat panik?"

"Tidak hanya panik, aku juga khawatir tahu!"

Yasmin mengulas senyum meledek, "kau khawatir padaku? Hum?"

David merutuki dirinya sendiri, "Tidak!"

"Yakin?" Yasmin menaiki alisnya sebelah.

"Tidak Yasmin," Jawab David lagi, ia tersudut. Yasmin tertawa. "Stop meledek ku, okey?" David memperingati.

Mobil Ranger Rover yang David kendarai telah sampai di Rumah Sakit. "Terimakasih atas tumpangannya," Yasmin segera keluar dari mobil tanpa menunggu respon dari David. David tidak diam saja, ia juga keluar dari mobil. "Untuk apa kau ikut turun dari mobil?" Tanya Yasmin melihat David yang ikut turun dari mobil.

"Mengantarmu kedalam," Jawab David seraya mengulas senyum.

"Kurasa itu tidak perlu, kau cukup mengantarku sampai sini." Yasmin berjalan masuk meninggalkan David sendiri. Jujur, Yasmin masih sedikit kesal dengan David perihal Dokter Dion tadi. Karnanya ia jadi gagal berangkat dengan Dokter Dion, dan itu membuat Yasmin merasa tidak enak dengan Dokter Dion.

Bukan David namanya jika ia menyerah begitu saja. Pria itu berlari menyusul Yasmin yang telah masuk kedalam Rumah Sakit.

"Tidak baik pagi-pagi sudah menekuk muka seperti itu,"

Yasmin terkejut bukan main, tiba-tiba pria pemilik Rumah Sakit Wijaya telah berada disampingnya, mencoba mengiraskan jalan Yasmin.

"Padahal tadi Dokternya sudah sarapan, tapi masih saja emosi," Sambung David lagi.

Yasmin menggentikkan langkahnya, tentu saja David juga ikut berhenti. "Ku mohon berhenti mengikutiku, Tuan Adiwijaya yang terhormat,"

"Baiklah, Nyonya Adiwijaya," Jawab David seraya tersenyum layaknya anak kecil yang diberi permen.

Yasmin memutar kedua bola matanya malas, ia tidak ingin berdebat, mood-nya benar-benar sedang tidak bagus pagi ini. Ia tidak perduli perkataan David yang tidak jelas itu, Yasmin segera melenggang pergi. Sedangkan David, pria itu melambai-lambaikan tangannya seraya melihat punggung Yasmin yang mulai menjauh.

"Bye!!!"

"Selamat bekerja!"

"Have a nice day!"

Teriak David dari kejauhan, ia tidak berhenti-hentinya tersenyum. Sepertinya billionaire ini benar-benar jatuh cinta.

"Pj... pj...pj...," bisik seseorang ditelinga David.

Sontak Davis langsung menoleh. Bisa kalian tebak siapa yang tadi berbisik? Yaps, seorang Bagas Antonio, CEO dari Antonio Group yang hampir membangkrutkan perusahaannya sendiri.

"Pj DAPID!" Teriak pria itu.

"Siapa yang jadian?" Tanya David.

"Elo sama Yasmin 'kan? Jangan bohong, nanti ga langgeng,"

"Belum jadian gue,"

"Terus tadi apa?" Bagas kembali bertanya.

"Sedang mencoba meraih masa depan," Kata David seraya tersenyum dan menerawang.

"Cih, banyak gaya!"

David menoleh, "Elo ngapain disini?"

Bagas ikut menoleh kearah David, "Tuh 'kan gue lupa kalau mau marah," David mengernyit bingung. Secara tiba-tiba Bagas menjitak kepala David dengan cukup keras.

David sedikit meringis, "ada masalah apa elo tiba-tiba jitak gue, sialan,"

"Itu balasan buat elo, karna elo udah nyuruh Alex buat matiin listrik kamar gue saat main PlayStasion!"

Bagas menjitak David lagi. David menatap Bagas sewot.

"Itu untuk game yang belum sempet gue save, karna mati listrik terpaksa ngulang dari awal!"

David berfikir, sebegitu ter-obsessinya sahabatnya ini kepada PlayStation-nya itu? Bagaimana seorang Becca bisa bertahan dengan Bagas? Padahal Becca normal dan cantik, kenapa mau kepada orang yang aneh macam Bagas? Kadang hidup membingungkan.

"Dan elo harus tanggung jawab!" Ujar Bagas.

"What?"

"Elo harus nemenin gue main PlayStasion selama seminggu!"

Oh, sial!

×××

Yasmin memasuki ruangan kerjanya, lalu ia menaruh tas kerjanya diatas meja. Dokter cantik itu tampak kebingungan, sekaligus kesal. Mau bilang apa nanti jika Yasmin bertemu dengan dokter Dion? Ia telah berjanji, lalu mengikarinya. Kenapa menjadi serumit ini? Oh astaga!

Yasmin memakai jas dokternya dengan gusar. Waktu prakteknya akan dimulai dalam lima menit lagi. Dokter umum itu meneguk segelas air mineral hingga habis. Tidak lama suara ketukan pintu terdengar, Yasmin mempersilahkan masuk. Seorang suster muncul dari balik pintu, memberitahu jika ada beberapa pasien yang harus ditangani olehnya.

Yasmin memerintahkan suster agar menyuruh para pasien itu masuk untuk diperiksa. Munculah seorang wanita setengah baya, ia duduk di depan Yasmin, lalu menceritakan keluhannya. Yasmin tampak tidak fokus, dokter cantik itu melamun saat pasiennya itu menceritakan keluhannya.

"Dok, kau melamun?"

Yasmin sedikit terkejut, ia segera sadar dari lamunannya. "Astaga, maafkan aku karna aku melamun."

"Kau terlihat tidak fokus," Ucap wanita separuh baya itu.

Kurasa begitu," Yasmin tersenyum kikuk. "Mari aku periksa."

Yasmin memulai memeriksa wanita paruh baya tersebut, setelah itu ia memberi resep obat untuknya.

Rasa bersalah itu masih menggangu pikiran Yasmin, hingga dokter cantik itu memutuskan menemui dokter Dion saat waktu makan siang tiba. Sebenarnya Yasmin takut jika dokter Dion marah, tetapi ia harus menerimannya, karna bagaimana pun juga itu semua salah Yasmin.

Yasmin menghela nafasnya panjang, ia telah berdiri di pintu dimana dokter Dion praktek. Yasmin memberanikan diri untuk mengetuk pintu kayu tersebut dengan pelan. Ada suara yang mempersilahkan ia masuk. Yasmin membuka pintunya perlahan, ia menangkap sosok pria yang dicarinya. Dokter Dion tengah duduk dikursi kerja bersama laptonya. Jujur, pria itu tampak tampan jika sedang bekerja seperti itu.

"Dokter Dion," Sapa Yasmin pelan.

Dokter Dion mendongak, pria itu mengulas senyum, lalu mempersilahkan Yasmin untuk duduk. "Ada apa kau kesini, dokter Yasmin?"

Yasmin tak habis pikir oleh dokter Dion, Yasmin telah mengikari janjinya, tetapi pria ini tetap tersenyum ramah kepadanya. Tidak salah jika Yasmin kagum dengan pria ini, dokter Dion sangat dewasa.

"Maaf tentang kejadiaan pagi tadi, aku mengingkari janjiku," Yasmin tampak sedih, ia sedikit menunduk. "Aku terpaksa berangkat dengan Pak David, karna Bunda menyuruhku bersamanya,"

"Tidak apa," Pria didepan Yasmin itu tersenyum. Senyumannya dapat membuat jantung Yasmin loncat dari tempatnya sekarang juga. "Saya mengerti posisimu. Tidak sepenuhnya ini salahmu, aku juga salah. Saya kalah cepat oleh Pak David." Dokter Dion terkekeh pelan.

Oh, astaga! Hati pria ini terbuat dari apa? Kenapa ia sangat baik sekali? Pria ini tidak marah sedikit pun pada Yasmin, melainkan pria ini malah tersenyum dan tertawa. Langka. Pria ini sangat langka!

Yasmin tersenyum, hatinya ter-enyuh mendengar perkataan bijak yang keluar dari mulut dokter Dion, "Kau sangat baik, Dokter Dion. Aku merasa sangat bersalah sekarang, karna sudah mengikari janj--,"

"Saya yang berjanji, dokter Yasmin. Berjanji untuk menjemputmu. Bukan kamu yang berjanji," Potong dokter Dion. "Jadi, kau sama sekali tidak bersalah, okey?"

Yasmin mengulas senyum, ia mengangguk pelan. Dokter Dion pun ikut tersenyum melihat Yasmin. Mereka terlihat menggemaskan.

"Bagaimana jika nanti kita pulang bersama?" Yasmin menawarkan. "Anggap saja sebagai pengganti untuk menjemputku pagi tadi,"

"Uhm, maaf, dokter Yasmin. Saya tidak bisa. Hari ini saya akan pulang lebih awal, karna ada urusan penting," Kata dokter Dion. "Next time, bagaimana?"

Yasmin sedikit kecewa karna dokter Dion tidak bisa pulang bersamanya.

"Sure,"

Yasmin bangkit dari duduknya, ia pamit ingin kembali ke ruangan kerjanya. Dokter Dion sempat menahannya, ia mengajak untuk makan bersama, tetapi Yasmin menolaknya, mengingat dia sudah janji akan makan bersama dengan dokter Stella.

Yasmin membuka pintu ruangan kerjanya, dokter cantik itu terkejut melihat siapa yang berada didalam seraya tersenyum.

"David?"

Pria itu berdiri disamping meja kerja Yasmin, ia masih tersenyum. "Hai!" David melambaikan tangannya. "Kau terkejut layaknya melihat hantu,"

David berhasil kabur dari Bagas, dari hukumannya yang konyol. Sahabatnya itu benar-benar aneh sekaligus gila. Pria itu membawa PlayStasion-nya, lalu memaksanya untuk bermain sekarang juga, dirumah sakit, di ruangan David pernah bekerja disana lebih tepatnya. Tentu saja ada keributan saat David mencoba kabur. Lebih baik makan siang bersama Yasmin, dari pada menghabiskan waktu bermain game bersama Bagas, pikir David.

"Ya, kau hantunya," Ketus Yasmin seraya berjalan melalui David begitu saja, ia duduk dikursi kerjanya. Yasmin bingung, kenapa banyak makanan di meja kerjanya ini.

"Jika aku seorang hantu, kau adalah orang pertama yang aku hantui." David terkekeh tetapi ia terhenti saat melihat tatapan Yasmin yang minta penjelasan.

"Apa ini?" Tanya Yasmin seraya melihat makanan-makan yang ada di mejanya.

"Makanan," Jawab David singkat.

Yasmin memutar bola matanya, "Aku juga tahu kalau ini semua adalah makanan!"

"Jika sudah tahu kenapa bertanya?"

Yasmin menatap malas David, "Maksudku, ini semua untuk apa, David?" Suaranya sedikit meninggi.

David tertawa pelan. Pria aneh. Yasmin sedang kesal padanya, ia malah tertawa. Oh, astaga.

David menarik kursi yang berada didepan Yasmin, lalu ia duduk. "Kita makan bersama," David membuka box pizza-nya. Dalam sekejap aroma pizza yang lezat itu menyeruak ke seluruh ruangan, membuat siapa saja yang menciumnya akan dibuat lapar. "Ayo, kita makan,"

"Siapa yang menyetujui jika aku akan makan siang bersamamu?" Tanya Yasmin terdengar dingin. Yasmin menaiki sebelah alisnya.

"Kau masih lapar? Atau sedang lapar? Sedari pagi tadi selalu saja emosi," David menggeleng-geleng heran melihat Yasmin.

Sebenarnya Yasmin telah memasuki masa ingin datang bulan, wajar jika Yasmin lebih sensitif dari pada biasanya. Mood Yasmin cepat berubah jika sudah seperti ini.

"Jika tidak suka, kau boleh pergi," Ketus Yasmin lagi.

"Tidak. Aku menyukainya," David tersenyum.

Secara tiba-tiba pintu ruangan Yasmin terbuka, muncul dokter Stella. "Dokter Yasmin, aku dat.....tang..." Dokter Stella menghentikan ucapannya, ia terkejut jika David berada di ruangan Yasmin, ia lebih terkejut lagi bahwa mereka sedang makan siang bersama, terlihat dari makanan-makanan yang berada di meja Yasmin dan David yang tadi membuka box pizza.

Sontak David dan Yasmin menoleh kearah pintu. "Uhm... maaf aku menggangu kalian yang sedang makan siang," Ucap dokter Stella dengan hati-hati.

"Ya, kau memang menggangu," Ketus David.

"David!" Yasmin memperingati. "Tidak, dokter Stella. Kau tidak menggangu. Kita memang berencana makan siang bersama, bukan?"

David menatap Yasmin, "Bagaimana dengan nasibku?"

"Aku tidak perduli," Desis Yasmin.

Dokter Stella masih di ambang pintu, ia bimbang, harus masuk kesana dan merasa canggung atau keluar dari sana dan tidak menggangu mereka. Dokter Stella berfikir sejenak. "Tidak, Yasmin. Kalian lanjutkan saja kencannya, ups!" Dokter Stella menutup mulutnya. Yasmin memberi tatapan memperingati kepadanya. "Maksudku, lanjutkan makan siangnya. Aku pergi dulu,"

"Secepatnya lebih baik,"

"David!" Yasmin memperingati lagi.

"Bye! Selamat makan siang!" Dokter Stella menghilang dari ambang begitu.

Yasmin menatap David dengan tatapn mematikan. "Apa?" Tanya David.

"Mulutmu itu! Pedas sekali, tahu! Kasian dokter Stella,"

"Siapa suruh dia menggangu kita?" Jawab David acuh.

"Aku tidak merasa diganggu,"

"Yasmin... jangan memulai, aku tidak mau jam makan siangmu terpakai hanya untuk berdebat denganku."

"Kau duluan yang memulai," Yasmin melipat tangannya.

David berdengus pelan, "Baiklah, maafkan aku. Sekarang kita makan, okey?" David menyodorkan box pizza-nya. "Ini, makanlah,"

Yasmin hanya menatap box pizza tersebut, lalu menatap David secara bergantian. "Siapa yang bilang aku mau makan bersamamu?"

"Baiklah, jika kau tidak mau makan siang bersamaku," David bangkit dari duduknya, wajahnya memelas. "Aku pergi saja, tetapi kau harus makan, makan yang banyak." David mengulas senyum, pria billionaire itu hendak membuka pintu.

"Tunggu!" Yasmin berseru, membuat David kemabali menutup pintu. "Duduk dan makanlah bersamaku,"

David senang bukan main, dengan cepat ia kembali duduk, lalu mengajak Yasmin untuk makan.

Yasmin tersenyum dalah hati, ia tidak setega dan sejahat itu mengusir David yang sudah membelikannya banyak makanan. Wajah melasnya membuat Yasmin kasihan kepadanya. Membingungkan memang, David yang dulu sangat menyebalkan dan galak. Sedangkan David yang sekarang, ia lebih baik daripada yang dulu, walaupun terkadang masih menyebalkan.

"Stop, mengagumi ketampananku. Kau tidak akan kenyang karna itu," Ucap David dengan santai sembari mengunyah pizza-nya.

Suara David membuyarkan lamunan Yasmin. "Terlalu percaya diri kau, David," Ketus Yasmin seraya mengambil sepotong pizza, lalu melahapnya.

David menatap Yasmim secara diam-diam. Senang rasanya ia bisa makan siang bersama dengan Yasmin, hanya mereka berdua, tidak ada siapapun, dan tidak ada yang menggangu.

Ini kali pertama bagi David makan bersama dengan seorang wanita dengan rasa yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, entah rasa apa itu, yang pasti rasa itu mampu membuat David tersenyum tiada hentinya dan jantung berdebar-debar. Rasanya sangat berbeda saat makan bersama teman wanitanya, klien wanita, bahkan dengan Maya. David juga tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya.

×××








Hi guys! Author back!1!1! :D

Maaf ya guys atas keterlambatan updatenya hehehe, jangan di keroyok authornya :D

Ada yang lagi seneng nih, bisa makan siang bareng wkwk. Pepet terus Pid! :D

Dari part ini, kita baru tahu kalau ternyata seorang David Adiwijaya itu orang yang barbar jika tentang hal-hal yang berbau Yasmin. Ingat teman-teman, dengan qoutes-nya David.

"Sebelum janur kuning melengkung, aku siap meningkung."

Qoutes itu menunjukkan betapa barbarnya Dapid wkwk.

Mari kita doakan Dapid, teman-teman. Semoga dilancarkan dalam menikung Dokter Dion, dan diluluhkannya hati seorang Yasmin. Aamiin :D

Segitu dulu cuap-cuap Author :D
Baca terus Mr. CEO & Ms. Doctor ya guys, jangan bosen-bosen :D
Jangan lupa Vote dan Commentnya kawan-kawan, di spam juga gapapa :D

Sampai jumpa di next chapter !

14 Mei 2020.

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 86.9K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
4.5M 27.5K 2
⚠️𝐃𝐈𝐓𝐔𝐋𝐈𝐒 𝐔𝐍𝐓𝐔𝐊 𝐃𝐈𝐁𝐀𝐂𝐀, 𝐁𝐔𝐊𝐀𝐍 𝐃𝐈𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐓⚠️ ⚠️𝐏𝐀𝐑𝐓 𝐋𝐄𝐍𝐆𝐊𝐀𝐏⚠️ *** Menceritakan tentang Dua orang sahabat keci...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

2.9M 204K 36
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
7.2K 599 152
Seorang gadis cantik yang jatuh cinta kepada atasannya sendiri Bisakah gadis ini menaklukkan hati atasannya yang terkenal memiliki hati sedingin es