Mr. CEO & Ms. Doctor

Becky_Tyler द्वारा

2.3M 94K 3.2K

TELAH TERBIT Billionaire asal Indonesia yang terkenal dengan julukan 'Mr. CEO' jatuh hati dengan seorang dokt... अधिक

ONE.
TWO.
THREE.
FOUR.
FIVE.
SIX.
SEVEN.
EIGHT.
NINE.
TEN
ELEVEN.
TWELEVE
THIRTEEN
VISUALISASI CAST
FOURTEEN
FIFTEEN
SIXTEEN
SEVENTEEN
EIGHTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
THIRTY
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FOURTY
EPILOG
EXTRA PART
PENGUMUMAN!
SEQUEL?
The Bet
SPIN-OFF (DUA ES KUTUB)
OPEN PRE - ORDER NOVEL Mr. CEO & Ms. Doctor
NOVEL MR. CEO & MS. DOCTOR
CERITA MR. CEO & MS. DOCTOR DI COPY
EBOOK MR. CEO & MS. DOCTOR

PROLOG.

208K 6.1K 121
Becky_Tyler द्वारा

Jakarta, Indonesia.

Gadis berpakaian formal itu berjalan dengan langkah cepat, sepertinya ia sedang terburu-buru. Ia memasuki ruangan kerjanya, mengambil jas putih yang terletak pada bangkunya lalu memakainya.

Gadis itu adalah Yasmin Amalya. Yasmin berprofesi sebagai Dokter. Dokter umum lebih tepatnya. Umurnya cukup muda dari dokter-dokter yang ada dirumah sakit ini, ia berusia 23 tahun. Yasmin praktik di Rumah Sakit Wijaya, rumah sakit yang cukup terkenal dan ternama di Jakarta. Yasmin terkenal dengan dokter yang handal, ramah, dan cantik di rumah sakit ini. Banyak pria yang bekerja dirumah sakit, termasuk dokter-dokter pria yang mengkagumi dirinya dan mati-matian mengambil hati dari seorang Yasmin, tetapi ia belum ingin menjalin sebuah hubungan.

"Selamat pagi, Dok. Pasien yang bernama Tasya telah menunggu anda di kamar rawatnya," Jelas seorang suster, ia memberikan sebuah map. "Dan ini, laporan hasil tes yang kemarin ia lakukan."

Yasmin mengambil alih map yang berisi laporan hasil tes pasiennya itu. "Baiklah, aku akan melihat laporan ini terlebih dahulu. Nanti aku akan kesana."

Suster itu mengangguk. "Baik, Dok. Permisi." Ia meninggalkan ruangan Yasmin.

×××

Yasmin melepaskan stetoskop pada telinganya, lalu ia menggantungkan pada leher jenjangnya. Yasmin juga menyuruh suster yang ada di sebelahnya untuk melepaskan alat pengecek tensi darah pada pasien.

"Keadaanmu udah sangat membaik, hari ini kamu sudah bisa pulang."

Pasien yang bernama Tasya itu terlihat sangat senang saat mendengarkan penjelasan tentang kesehatannya dari Yasmin."Anda serius, Dok?"

Yasmin tersenyum lalu mengangguk pelan.

"Oh, astaga! Akhirnya aku bisa pulang. Kau tahu, Dok? Aku sudah sangat tidak betah berada disini. Suasananya sangat membosankan, selalu minum obat, dan yang terpenting! Makanan disini tidak ada yang enak." Keluh Tasya.

Yasmin tertawa pelan melihat keluhan dari pasiennya yang satu ini. Ia memang sedikit heran dengan pasiennya kali ini, Tasya terlihat cukup muda, mungkin umurnya tidak beda jauh dengan dirinya, tetapi Yasmin tidak pernah melihat ada seseorang yang mendampingi Tasya atau menjenguknya.

"Jika kau tidak betah dengan suasana rumah sakit ini, dan tidak menyukai makanannya. Kau harus sehat! Jangan sakit lagi. Jaga makanmu, jangan jajan sembarangan." Yasmin menasihati.

Tasya terkekeh mendengar nasihat dari Yasmin, "Siap, Dok. Siap!"

Keadaan dikamar rawat Tasya seketika hening.

"Hum, Tasya. Aku ingin berbicara denganmu." Yasmin memberi kode kepada suster untuk meninggalkan mereka berdua—dirinya dengan Tasya. "Hampir seminggu kamu dirawat di sini, tetapi aku tidak pernah melihatmu didampingi seseorang atau dijenguk. Dimana keluargamu? Apakah mereka tahu kamu dirawat?"

Yang awalnya Tasya terlihat sangat ceria, wajahnya berseri-seri karna hari ini ia akan pulang, sekarang Tasya tampak murung. Tasya menundukkan kepalanya, tak berani menatap Yasmin. "A-a-aku tidak memberitahu mereka." Tasya terbata-bata.

Yasmin mengernyit, "kenapa? Maksudku, kenapa kau tidak memberitahunya?" Yasmin menyeret kursi, lalu ia duduki kursi itu. "Kau pasti tahu, betapa perlunya dukungan dari keluargamu untuk dirimu ini."

"Mereka tidak perduli."

"Maksudmu?"

"Mereka tidak akan perduli padaku, Dok. Mereka tidak menganggap keberadaanku!" Tasya mengeluarkan butiran-butiran air dari matanya yang sedikit sipit itu. "Ayah dan ibuku seorang pekerja, mereka sama sibuknya, bahkan 3 bulan terakhir ini aku tidak berbicara dengan mereka karna kesibukanya yang sangat parah."

Yasmin mengusap pucuk pala Tasya pelan. "Aku mengerti perasaanmu. Tapi, apa tidak sebaiknya mereka tahu kondisimu saat ini. Karna apapun keburukkan mereka, mereka tetap orang tuamu."

Tasya menunduk, ia mencerna nasihat yang diberi Yasmin.

"Ingat, Tasya. Kau tidak boleh memikirkan hal-hal yang berat, tidak boleh stress." Yasmin mempengringatkan Tasya.

"Baiklah, sepertinya aku harus pergi." Yasmin bangkit dari duduknya. "Banyak pasien yang sudah menungguku. Permisi." Yasmin tersenyum lalu melangkah keluar dari ruang rawat Tasya.

"Dokter Yasmin!"

Yasmin memberhentikan langkah kakinya, ia menoleh kearah Tasya.

"Terimakasih untuk nasihatmu."

Yasmin mengangguk diikuti dengan senyuman yang terlukis diwajahnya, gadis cantik itu kembali melangkah pergi.

×××

New York, USA.

"Senang bekerjasama dengan anda."

Kedua pria itu saling berjabat tangan dengan singkat, "saya pamit, Mr. Wijaya." Pria setengah baya itu pergi meninggalkan ruang rapat. Sedangkan pria yang terlihat cukup muda ia tersenyum bahagia, ia memasukan kedua tangannya kedalam saku celananya.

"Tuan David,"

Siapa yang tidak mengenal seorang David Adiwijaya? Seorang CEO muda yang sukses, kaya raya, dan tampan. Ia merupakan seorang billionaireyang berasal dari Indonesia. David tidak hanya memiliki perusahaan di Indonesia saja, tetapi ia membuka cabang - cabang di 7 negara; Amerika, Inggris, Singapore, Prancis, Jepang, Brazill, dan Itali. Hingga sekarang ia masih berkeinginan untik membuka cabang perusahaannya diseluruh penjuru dunia

David menoleh.

"Ada telfon dari Mr. Hans." Pria berkepala plontos itu menyodorkan sebuah ponsel, dengan sigap David mengambil ponselnya.

"Ya?"

"Papa, mau lusa kamu sudah ada di Indonesia." Ucapnya dengan tegas.

"Oh, come on. Aku harus mengurus perusahaan di New York, pa."

"Sudah berapa kali papa bilang padamu, David. Perusahaan yang ada di New York serahkan saja pada Tom. Dia yang akan mengurusnya. Dan kamu pulang ke Jakarta. Mengerti?"

"Tapi—,"

"Tidak ada penolakan, David Adiwijaya. Keputusanku telah bulat, kau harus pulang ke Jakarta."

***

David menghelas nafas gusar, ia terlihat agak jengkel atas perintah Papanya itu. David tahu, ayahnya —Mr. Hans— merupakan orang yang keras kepala. Jika ia telah memutuskan sesuatu tidak akan bisa diganggu gugat, apalagi dibantah.

David meneguk air mineral yang ada dimejanya, ia menyenderkan tubuhnya. Hingga tiba-tiba pria berkepala plontos memasuki ruang kerjanya. "Permisi, Tuan. Pesawat Jet-nya telah siap diterbangkan."

"Ya. Terimakasih, Alex."

×××

Jakarta, Indonesia.

"Bagaimana?" Wanita separuh baya itu duduk disamping Hans sembari membawa secangkir teh panas. "David, mau pulang ke Jakarta?" Tanya wanita itu lagi.

Hans menghela nafas pelan. "Anakmu itu memang sangat keras kepala, Maya."

"Sepertimu."

Hans menoleh ke istrinya yang sedang meminum secangkir teh. "Apa maksudmu?"

Maya tertawa kecil sembari menaruh cangkir ke atas meja. "David itu seperti dirimu, Hans. Sama-sama keras kepala."

Hans ikut tertawa. "Darahku yang mengalir di dalam David sangat kuat." Hans membenarkan posisi duduknya mengarah Maya. "Maya, apakah kau sadar? Jika David tampan itu karna aku. Maksudku, dia tampan seperti aku muda dulu."

"Terlalu percaya diri kau, Hans."

Hans tertawa, ia menarik pelan tangan istrinya lalu digenggam. "Itu kenyataan, sayang. Buktinya kamu— yang sulit sekali aku dapatkan dan dikejar banyak pria, memilih aku sebagai suami, hum?" Hans menatap Maya lekat.

Maya mengusap pelan tangan suaminya, "aku memilihmu bukan karna kau tampan, Hans."

"Lalu?"

"Kau pria yang sangat berbeda, tidak seperti yang lain. Kau dewasa, aku kagum dengan cara fikirmu yang sangat luas."

Hans tersenyum.

"Dan kau dapat meluluhkan hatiku yang sekeras batu ini." Lanjut Maya.

Mereka saling tertawa pelan, mengingat masa muda mereka yang indah, tentu saja sebelum David lahir kedunia. Hans dan Maya saling berpelukan.

"I love you, Maya Adiwijaya. Forever and ever." Bisik Hans pelan.

"Love you so much, Hans Adiwijaya."

×××

Jakarta, Indonesia. (Night)

Pesawat Jet yang sangat mewah itu telah mendarat dengan baik di Bandara Halim. Secara otomatis tangga yang menguhubungkan jalan kelar terbuka dengan sendirinya, keluarlah seorang pria yang lengkap dengan suit hitam dan kacamata hitam yang menambah ketampanan pria tersebut. Pria itu menuruni anak tangga dengan perlahan-lahan. Dibawa telah ada sebuah mobil Ranger Rover hitam yang menunggunya.

"Selamat datang di Indonesia, Tuan David."

Dua pria yang mengenakan jas rapih dengan dasi membungkuk memberi hormat kepada David. David melepas kacamata hitam yang ia gunakan lalu tersenyum.

"Mari saya antarkan ke rumah." Pria berjas mempersilahkan David untuk memasuki mobil. Ranger rover hitam itu mulai melaju meninggalkan landasan.

"Maaf, Tuan."

David sedikit terkejud saat Marco memanggilnya, karna ia sedang melamun.

"Apakah Tuan mau mampir? Atau ingin langsung ke rumah saja?"

"Rumah." Jawab David tanpa melihat keadah Marco sama sekali.

"Baik, Tuan."

×××

"Selamat pagi, Dokter." Pria setengah baya itu memasuki ruang kerja Yasmin.

Yasmin sedikit mendongak, ia tersenyum. "Selamat pagi juga, Pak."

"Ini, Dok. Perut saya sering sakit."

Padahal aku belum bertanya apa keluhannya, bathin Yasmin menjawab.

Yasmin bangkit dari duduknya, ia mempersilahkan pria tua itu untuk tidur diranjang karna Yasmin ingin memeriksanya. "Silahkan, Pak."

Pria tua itu menidurkan tubuhnya di ranjang. Yasmin mengambil stetoskop di meja, lalu memeriksanya. Yasmin mengangguk-angguk pelan, ia sepertinya paham betul dengan keadaan pria ini.

"Maagnya sangat parah, untung saja anda segera kemari, kalau tidak mungkin anda akan dirawat inap." Yasmin berjalan meninggalkan pria itu yang masih terlentang diranjang, ia duduk lalu menuliskan sesuatu dikertasnya. "Aku beri obat jalan. Jadi anda tidak perlu dirawat."

Pria itu bangkit dari duduknya, ia berjalan menuju Yasmin, lalu ia mengambil resep yang diberi oleh Yasmin. "Terimakasih, dok."

Yasmin mengangguk. Pria itu berjalan meninggalkan ruangan Yasmin.

Yasmin menghela nafas pelan, ia sepertinya lelah. Padahal Yasmin belum ada bekerja setengah hari, tetapi ia merasa sudah sangat lelah, sepertinya Yasmin kurang sehat.

Yasmin meraih gelas yang berisi air mineral, ia meneguknya habis. Yasmin baru ingat, jika sekarang ia memiliki jadwal meeting dengan manager dan dokter-dokter lainnya. Walau ia sedang kurang sehat, tetapi Yasmin harus profesional dengan kerjanya. Mau tak mau ia harus memaksakan tubuhnya. Yasmin bangkit dari duduknya, ia mulai melangkah keluar ruang kerja menuju ruang meeting yang sudah di sediakan. Disana telah cukup ramai, banyak dokter-dokter lainnya yang sedang asik berbincang.

×××

"Besok, CEO dari Rumah Sakit Wijaya akan datang. Aku harap kalian dapat berperilaku baik padanya,"

Yasmin memutar matanya malas saat kepala Rumah Sakit ini mengadakan rapat hanya untuk menyabut CEO.

"Aku tidak mau kalian membuat masalah."

Rapat telah selesai, dokter-dokter dan pegawai rumah sakit lainnya kembali mengerjakan pekerjaannya.

Sebegitu pentingnya si CEO itu? Hingga menutul Rumah Sakit selama 2 jam. Bathin Yasmin kesal.

Yasmin berjalan menuju ruang kerjanya, ia hendak mendorong pintu tetapi gagal, Yasmin mendengar suara suster yang memanggil namanya sembari berlari.

"Dokter Yasmin!"

Yasmin kembali menutup pintu ruang kerjanya, ia segera menghampiri suster itu. "Ada apa? Kenapa kau terlihat panik?"

"Ada yang kecelakaan, Dok. Dan dia sudah dibawa ke ruang UGD."












Welcome to my story. Hope you like it! Don't forget to voten and comment. :)

@January, 2020

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

2.8M 28.2K 28
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
1.7M 167K 53
Ali adalah definisi jagain jodoh sendiri, di jaga sejak bayi lagi. "Lopyu om Ayiiii!" "Heh! giginya belum tumbuh juga, jangan bilang love you love yo...
1.8M 86.8K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
3.6M 230K 58
Di kantor manggilnya Pak Di rumah manggilnya Sayang *** Nasip buruk sepertinya menimpa Realine atau yang sering di sapa Rea. Dia yang sedang training...