Tensei Shitara Kami ni Natta?!

Door renchon_id

13.8K 1.8K 587

2019 Ilhamk-ren the 2nd Project. [HIATUS] **Sipnosis** Mati ... ya, itu yang aku alami. Aku percaya bahwa set... Meer

Chapter 01 - Permulaan
Chapter 02 - Persiapan
Chapter 03 - Perjalanan Baru
Chapter 04 - Pertemuan Dengan Sang Naga
Chapter 06 - Desa Setengah Manusia
Chapter 07 - Pemimpin Baru Desa Setengah Manusia
Chapter 08 - Terbukanya Kotak Pandora
Chapter 09 - Tujuan Utamaku
Chapter 10 - Langkah Awal
Chapter 11 - Terbentuknya Sumpah Suci
Chapter 12 - Pertandingan Dengan Raja Arcadia
Chapter 13 - Pengganti Sementara Raja
Chapter 14 - Perjalanan Menuju Kerajaan Cursedia
Chapter 15 - Yuka dan Yuki
Chapter 16 - Bandit
Chapter 17 - Mencari Penginapan
Chapter 18 - Perencanaan
Chapter 19 - Astral Lake
Chapter 20 - Pedang Suci Empress
Chapter 21 - Rencana Menaklukkan Cursedia
Chapter 22 - Pengganggu Dari Seventh Republic
Chapter 23 - Petualang

Chapter 05 - Senyuman

912 127 13
Door renchon_id

Di pelukanku, terlihat seorang gadis berkulit putih, rambut merah panjang dan mata merah menyalah yang sudah kehilangan setengah bagian tubuhnya.

"Rescha?!" aku berteriak dengan penuh rasa sakit.

"Ah? *Suara glitch*? Ma-Maaf ... aku gagal-uhuk!"

Gadis itu memegang wajahku dengan tangan kanannya, lalu ia menatapku dengan senyuman lembut yang membuatku gemetar.

"Kenapa? Kenapa kamu melindungiku, Rescha?!"

Dengan air mata yang terus mengalir hingga membasahi seluruh pipiku, aku melihatnya.

"Apa aku harus memiliki alasan untuk melindungi orang yang kucintai?"

Mendengar itu, aku menggigit bibirku. "Bodoh."

Dia terus menatapku, lalu perlahan ... gadis itu mendekatkan bibirnya padaku, hingga akhirnya kedua bibir kami saling bertemu.

*Chu.*

"Ini adalah pemberian terakhir dariku, jangan menangis, *Suara glitch*. Kamu adalah pahlawan bagiku, juga bagi dunia ini. Tersenyumlah."

Aku menganggukkan kepalaku dengan penuh rasa sakit di hatiku. "Umm ... "

"Jangan malas, jangan juga terlalu berlebihan, jangan tidur terlalu malam, kurangi minum-minum."

Mata gadis yang terus menatapku itu terlihat sangat indah, tapi juga terlihat sangat penuh dengan kesedihan.

"Uhuk!"

Gadis itu batuk hingga mengeluarkan darah yang cukup banyak dari mulutnya, pendarahannya semakin memburuk, darahnya juga terus mengalir dari setengah bagian tubuhnya yang sudah terpotong.

Tanah yang berada di bawahnya penuh dengan warna merah yang menyelimuti permukaannya.

"Aku yakin, cepat atau lambat kita pasti akan bertemu lagi, *Suara glitch*."

"Tidak! Tidak! Tidak!! Aku tidak mau berpisah denganmu di sini, Rescha!"

Aku menolak dengan keras sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Aku sangat senang bisa mengenalmu, *Suara glitch*. Selamat tinggal, wahai ... pah-lawan-ku ... "

Tangan kanan gadis itu, yang memegang wajahku sebelumnya, terjatuh bersamaan dengan kata-kata terakhirnya.

Gadis itu sudah tidak bergerak lagi.

Dia mati di pelukanku dengan senyuman yang sangat indah, air mataku terus mengalir, aku hanya bisa menangis sambil melihat wajah gadis itu dan meratapi ... betapa lemahnya diriku ini.

"Res-cha ... "

•××ו

Di penginapan Silver Chop.

"Tuan, sudah pagi. Apa Tuan tidak lapar?" tanya Arisa.

Aku yang baru saja terbangun karena suara Arisa yang memanggilku, mencoba untuk membuka mataku sedikit demi sedikit.

"A-risa?"

Dengan pandangan yang masih belum begitu jelas, aku melihat ke arah di mana suara itu berasal.

Melihatku, Arisa tersenyum sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, ini aku Tuan. Aku sudah menyiapkan makanan, apa Tuan ingin ikut makan bersama kami?"

Kesadaranku sudah mulai kembali, tapi entah kenapa kepalaku rasanya sakit sekali.

Aku menganggukkan kepalaku, "Umm ... tentu, aku akan segera menyusul."

Mendegar jawabanku, Arisa berjalan menuju pintu.

"Baiklah kami akan menunggumu, Tuan."

Setelah mengatakan itu, Arisa keluar dari kamarku, lalu menutup pintunya.

Aku yang masih berada di atas kasur terdiam sesaat sambil memegang kepalaku.

Rescha? Siapa dia? Itu tidak terlihat seperti mimpi, terlalu nyata untuk dibilang mimpi. Apa itu ... pecahan dari ingatanku? Jika iya, entah cepat atau lambat aku pasti akan mengingatnya. Sebaiknya aku bersiap dan turun ke bawah, aku tidak enak membuat yang lain menunggu.

Setelah aku selesai bersiap, aku langsung turun ke bawah untuk sarapan pagi bersama dengan yang lain.

"Selamat pagi, Tuan!" ucap Ai yang sudah menungguku di meja makan.

"Selamat pagi Ai, selamat pagi semua."

Aku membalas ucapan selamat paginya dan menyapa semua yang ada di sana.

Sesampainya di bawah aku melihat Arisa, Ai, gadis yang diserang naga dan sang naga itu sendiri yang sedang duduk di meja makan.

Aku berjalan mendekati meja makan, lalu duduk di antara naga dan gadis yang diserang naga kemarin.

"Naga, aku lupa menanyakan ini kemarin, tapi apa kamu punya nama?"

"Oh ya, aku punya, namaku adalah ... Dreadnought Alveinsmith Treivia Longinusz Orion Noel."

Panjang banget?! Ini ibunya ngidam apa coba?! Ha!? Roti kukus itali? Apa gorengan perancis?!

"Oh ... nama yang bagus, lalu, sebaiknya aku memanggilmu apa?"

"Noel aja enggak apa-apa kok, Tuan."

Aku menaruh tanganku di atas kepala Noel, "Baiklah Noel, kalau ada apa-apa katakan saja padaku dan juga, mohon bantuanya mulai sekarang ya."

Aku tersenyum melihat Noel sambil mengelus-elus kepalanya.

Melihat itu, dia membalas senyumanku dan menganggukkan kepalanya.

"Umm ... terima kasih banyak, Tuan!"

Tapi ... mau dilihat bagaimana pun, luar biasa banget ya. Ternyata wujud sebenarnya dari naga yang kutemui kemarin adalah seorang gadis kecil yang sangat cantik dan lucu seperti ini. Huft ... syukurlah aku tidak membunuhnya, aku akan menjaga permata indah ini seumur hidupku!

Aku melihat ke arah gadis yang diserang Noel kemarin ...

"Oh iya gadis kecil, siapa namamu?"

"Umm? Oh! Namaku adalah Elina von Ignisia, terima kasih banyak ya untuk yang kemarin, Sakamaki Jun."

"Tidak masalah, Elina. Aku senang kamu baik-baik saja."

Tidak lama kemudian makanan yang sudah disiapkan oleh Arisa datang dan tanpa basa-basi kami langsung menghabiskannya tanpa sisa.

Noel memegang perutnya, "Fwah! Ini enak sekali! Perutku seperti akan meledak!" ujar Noel dengan bahagia.

"Tidak apa-apa kamu memakan makanan yang kamu suka, tapi jangan berlebihan ya, Noel." ucap Arisa sambil terseyum karena melihat Noel yang terus menerus mengelus perutnya.

Noel menganggukkan kepalanya sambil menggembungkan pipinya dengan sedikit menyesal. "Umm ... moo-"

Tapi, wajahnya sangat lucu hingga membuat kami semua yang ada di sana tertawa.

"Ahahaha! .... ya ampun, Noel."

Aku yang berada di antara mereka benar-benar merasa sangat bahagia.

Aku sangat senang bisa melihat mereka semua bahagia dan saling tertawa seperti ini, kuharap untuk kedepannya aku bisa melindungi ketentraman dan kedamaian yang ada seperti saat ini. Satu hal yang terpenting, aku ingin melindungi senyuman mereka.

•××ו

Seusai makan, di dapur.

Saat aku memasuki dapur untuk mengambil air, aku melihat Arisa yang sedang mencuci piring bekas kami makan tadi, Arisa terlihat begitu kerepotan dengan jumlah piring, gelas dan sendok yang begitu banyak.

Aku yang melihat itu langsung berjalan mendekatinya.

"Arisa." bisikku di telinga Arisa yang sedang mencuci piring.

Arisa terkejut dan langsung menoleh.

"Tu-Tuan, Jun?!"

Hahh ... lucunya ya ampun. Kenapa Arisa terlihat sangat lucu ketika sedang terkejut, ya? Fetishku aneh sekali.

Aku berdiri di samping Arisa, lalu mengambil beberapa piring kotor dan mulai mencucinya.

"Eh?! Tuan? A-Apa yang kamu lakukan? Biar aku saja yang melakukannya, Tuan tidak perlu repot-repot. Ini sudah menjadi tugasku."

"Sudah, biarkanlah aku membantumu, Arisa. Mana mungkin aku tega membiarkan seorang gadis yang sedang kesulitan begitu saja'kan? Apalagi gadis itu adalah kamu, ahaha." balasku sambil terus mencuci.

Mendengar itu, wajah Arisa memerah dan dia langsung memalingkan wajahnya.

"Umm ... terima kasih banyak, Tuan."

Kami berdua terus mencuci sambil berbincang-bincang.

"Oh iya, Arisa. Aku baru ingat, seharian ini aku belum melihat pemilik penginapan, Chell. Ke mana dia?"

"Oh, kalau Chell, tadi pagi-pagi sekali dia memberikan kunci penginapan ini padaku, lalu ia bilang ... 'Aku ingin pergi belibur sebentar, aku titip penginapan ini pada kalian ya! Daahh!' Setelah dia bilang begitu, dia langsung pergi tanpa berkata apa-apa."

Oi, Chell?! Gimana ceritanya kamu bisa memberikan kunci penginapan ini sama orang yang baru kamu temui kemarin? Ya ampun. Niatku'kan juga hanya menetap di sini selama tiga hari ... sudahlah, asalkan kamu pulang sebelum aku pergi sih, itu tidak jadi masalah.

"Huft, itu orang ... "

Aku dan Arisa terus berbincang-bincang sembari mencuci piring.

Hingga tak terasa, seluruh peralatan masak yang harus kami cuci sudah bersih, kami berjalan ke ruang tamu dan di sana kami melihat semuanya sedang berkumpul membicarakan sesuatu.

Hmm? Ada apa ini?

Aku berjalan mendekati mereka diikuti oleh Arisa di belakangku.

"Ada apa?"

"Heeeh?! Tu-Tuan Jun?!"

Ai, Noel dan juga Elina sangat terkejut saat mendengar suaraku.

Heh?! Ada apa ini? Apa mereka menyembunyikan sesuatu dariku? Oh, tidak! Aku merasa di buang dari lingkup pertemanan mereka!

"Kamu membuatku kaget saja, Tuan." ucap Noel dengan wajah lucunya.

"Maaf ya Noel, lalu? Apa ada sesuatu?"

Noel menganggukkan kepalanya.

"Umm ... ada!"

Hehe ... sepertinya aku bisa mendapatkan informasi dari Noel, bagus! Teruskan, Noel!

"Kami sedang membicarakan, tentang Tuan Jun yang tidak memiliki senjata. Aku tahu kalau Tuan itu hebat, tapi bukankah lebih baik kalau Tuan memiliki senjata?"

Uhuk! Ja-Jadi, sejak tadi kalian sedang membicarakan ini? Oh! Tuhan! Aku merasa sangat bersalah karena telah berprasangka buruk kepada mereka! Ampunilah aku!Tunggu sebentar, bukankah di dunia ini itu aku Tuhannya? Terus, untuk apa aku meminta ampun atas kesalahanku kepada diriku sendiri ha?!

"Kalau dipikirkan baik-baik, sepertinya memiliki sebuah senjata itu bukanlah ide yang buruk. Lalu, apa kalian punya saran?"

Noel mengangkat tangannya.

"Aku Tuan!"

"Woah? Noel? Baiklah, bisa kamu katakan apa saranmu?"

Noel tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

"Umm ... jauh di dalam hutan roh, ada sebuah tempat tersembunyi yang disebut dengan Astral Lake, di sana bersemayam sebuah pedang kuno yang sudah ditinggalkan. Tapi, untuk ke sana kita harus menunggu hingga malam bulan purnama, kalau tidak kita tidak akan bisa masuk ke dalam dimensi di mana Astral Lake itu berada."

"Kalau boleh tahu, memangnya pedang itu kuat ya?" tanyaku.

Seketika Noel langsung berdiri.

"Sangat! Sudah ribuan tahun berlalu dan sampai sekarang, belum ada satu pun orang atau mahluk yang berhasil memiliki pedang itu meski sudah mencobanya berkali-kali!" balas Noel dengan penuh semangat.

Ribuan tahun? Dan sampai sekarang belum ada yang berhasil memiliki pedang itu? Aku jadi tertantang! Apalagi Noel berkata bahwa pedang itu sangat kuat. Sip deh. Sudah kuputuskan.

"Baiklah aku akan mencobanya, terima kasih ya, Noel. Lalu, kapan malam bulan purnama akan terjadi?"

"Tiga hari dari sekarang, Tuan."

Aku mendekati Noel dan menaruh tanganku di atas kepalanya.

"Terima kasih ya. Oh iya, apabila nanti harinya tiba, apa kamu mau ikut menemaniku, Noel?" tanyaku sambil mengelus-elus kepalanya.

Tanpa berpikir lama-lama, Noel langsung mengangguk dengan penuh semangat.

"Umm ... tentu saja, aku mau!"

Elina berdiri dan berjalan mendekatiku.

"Jun, maaf, sebenarnya aku masih ingin berkumpul bersama kalian di sini, tapi aku harus segera kembali."

Aku melihat ke arah Elina.

"Oh, ya tidak masalah. Apa mau aku antar?"

"Tidak, aku tidak ingin merepotkanmu, aku saja masih belum bisa membayar hutangku yang kemarin. Kalau kamu tidak ada, aku pasti sudah mati, sekali lagi terima kasih banyak ya, Sakamaki Jun. Aku berjanji akan membalas pertolonganmu kemarin secepatnya."

Di akhir perkataannya, Elina menundukkan kepalanya dengan sangat anggun, lalu melihatku dengan senyuman yang indah di wajahnya.

"Sama-sama, aku senang kamu baik-baik saja dan juga aku tidak menolongmu karena mengharapkan imbalan. Jadi, tidak perlu kamu pikirkan, ok?"

Elina mengangguk, lalu melambaikan tangannya kepada Arisa dan yang lain.

"Umm ... kalau begitu aku pergi dulu ya, Jun. Sampai jumpa lagi semua!"

"Sampai jumpa, Elina." balas Arisa, Ai dan juga Noel.

Saat Elina sedang berjalan menuju pintu keluar penginapan, aku mendekati Elina lalu memegang tangannya dan menggiring dia ke samping penginapan.

"Eh? Jun?"

Dengan wajah kebingungan dia terkejut dengan apa yang kulakukan, tapi di sisi lain dia tidak melakukan penolakan sedikit pun.

Di samping penginapan, aku berhadap-hadapan dengan Elina.

"Ju-Jun, ada apa? Kenapa kamu membawaku ke sini?"

Aku memasukkan tanganku yang sedang memegang sebuah kantung kecil yang kubawa dari dalam penginapan ke dalam jubah hitam yang sedang kupakai, aku memfokuskan diri untuk menciptakan uang dalam jumlah tertentu di dalam kantung itu.

Tidak lama kemudian, aku merasakan sensasi berat kantung itu yang berubah dengan drastis.

Sip, selesai. Meski hanya sedikit, semoga dengan ini aku bisa membantu kehidupan Elina. Entah kenapa aku merasa, bahwa dia selalu memikirkan banyak hal sendirian dan itu membuatku ingin menolongnya, aku yakin ini pasti yang disebut dengan, intuisi Tuhan.

Aku mengeluarkan kantung itu dari dalam jubahku dan memberikannya pada Elina.

"Ambillah, Elina."

Dengan wajah kebingungan, Elina mengambil kantung itu.

"Ini apa, Jun? Boleh aku lihat isinya?"

"Oh, tentu, silahkan."

Perlahan Elina membuka kantung yang ada di pelukannya, sedikit demi sedikit, hingga akhirnya kantung itu terbuka seluruhnya.

Seketika bibir Elina bergetar diikuti dengan tangan dan kakinya.

"Ju-Ju-Ju-Ju-Jun! Seluruh kantung ini berisi Diamond?! Ini apa?! Ba-Banyak banget isinya!" teriak Elina yang terkejut bukan main.

Heh? Memangnya sebanyak itu ya? Perasaan aku hanya berniat untuk memenuhi kantung itu saja.

Aku menganggukkan kepalaku, "Umm ... ambillah, itu untukmu Elina, gunakan dengan baik ya."

"Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak bisa menerimanya, ini terlalu banyak!" ucap Elina sambil mengembalikan kantungnya padaku.

"Baiklah, begini saja, kamu ingin membalas pertolonganku kemarin'kan? Kalau begitu, terimalah ini dan anggaplah dengan kamu menerima pemberianku ini kamu sudah membalas pertolonganku kemarin, bagaimana?"

Elina langsung menyipitkan matanya sambil menggembungkan kedua pipinya.

"Moo–Kamu curang. Kalau begitu ... baiklah, aku akan menerimanya. Meski aku ingin mengembalikannya sekalipun, sepertinya kamu akan tetap bersikeras. Tapi, aku tetap akan membalas hutangku padamu nanti, ingat itu ya!"

Oh ya ampun, lucunya. Kenapa wanita itu kalau lagi ngambek atau kesal malah terlihat lucu, ya? Astaga.

"Sudahlah, tidak perlu kamu pikirkan. Kalau begitu hati-hati ya, Elina. Sampai jumpa."

Aku langsung membalikkan badanku sambil berjalan memasuki penginapan.

"Jun!"

Aku menghiraukan panggilannya dan terus berjalan memasuki penginapan, lalu menutup pintunya.

"Moo–"

Melihat itu, Elina menggerutu sambil menggembungkan pipinya.

Sesampainya di dalam aku melihat Arisa dan Ai sedang membicarakan sesuatu, kalau Noel ... sedang duduk sambil memakan cemilan.

Tadi katanya kekenyangan sampai perutnya mau meledak, sekarang malah ngemil? Ya ampun, Noel.

Aku berjalan mendekati Arisa dan Ai.

"Arisa, Ai. Apa ada sesuatu?"

Mendengar suaraku, mereka berbalik dan melihat ke arahku.

"Ada yang ingin bertemu denganmu Tuan, apa boleh?" tanya Arisa.

"Tentu, silahkan."

Dan seketika ...

*BOOSH!*

Muncul sekumpulan aura berwarna emas pekat di hadapanku, aura itu terus bermunculan sembari mengeluarkan cahaya yang sangat menyilaukan.

Tepat setelah aura itu menghilang aku melihat seorang gadis bersayap putih dengan halo ring di atas kepalanya sedang berlutut di hadapanku.

Di belakang gadis itu, Arisa dan Ai juga ikut berlutut menghadapku.

"Namaku adalah Gabriel, aku adalah pemimpin dari seluruh malaikatmu, Tuan. Maaf karena aku telat menyapamu, saat ini alam malaikat sedang sangat sibuk karena Tuhan yang sebelumnya sama sekali tidak memberikan kami petunjuk dan cap tanda untuk menyelesaikan tugas kami. Jadi, kami sangat kesulitan untuk menyelesaikannya."

Cantik banget! Wooeey! Kenapa di sekelilingku selalu saja bermunculan wanita cantik sih?! Sebagai Tuhan, itu masih menjadi misteri bagiku!

"Tidak masalah. Kalau aku boleh tahu, tugas apa yang sedang kamu kerjakan?"

"Tugas kami adalah mendata dan meriset semua yang ada di dunia ini, Tuan. Tapi, karena Tuhan yang sebelumnya sama sekali tidak mau memberikan kami petunjuk dan cap untuk tanda penyelesaian tugas tersebut sampai dia pensiun. Alhasil, kami terjebak dan harus terus mengerjakan tugas yang diberikannya."

Jadi intinya, si kakek itu yang memberikan tugas tapi di sisi lain, si kakek itu juga yang tidak membiarkan para malaikat ini menyelesaikan tugas yang diberikannya, bahkan sampai dia pensiun? Itu kakek-kakek maunya apa sih sebenarnya? Kalau sudah begini ...

"Aku sebagai Tuhan yang baru akan mencabut seluruh perintah yang pernah diperintahkan oleh seluruh Tuhan sebelumnya dan dengan ini aku menyatakan kalian bebas."

"Eh?"

Gabriel yang sedang berlutut di hadapanku langsung mengangkat wajahnya dan melihatku dengan sangat kebingungan.

Eh? Kenapa dia malah terlihat kaget begitu? Apa aku salah mengambil langkah ya? Gawat, entah kenapa kok aku jadi takut ya?

"Maaf, apa ak-"

"Terima kasih, Tuan! Syukurlah! Aku beserta seluruh rasku bisa hidup dengan tenang sekarang! Sudah ribuan tahun kami tidak bisa hidup dengan tenang karena terikat dengan perintah tidak jelas itu! Terima kasih! Terima kasih!"

Belum juga aku selesai berbicara, sudah di potong saja. Tapi, syukurlah kalau dia senang, aku juga jadi senang karena bisa menolongnya.

"Ya, sama-sama, Gabriel. Lalu, apa ada lagi yang kau butuhkan dariku? Bila ada silahkan, katakan saja."

Gabriel menutup mata, lalu menundukkan kepalanya.

"Untuk saat ini, aku memiliki satu keinginan, Tuan. Bolehkah aku ... meminta berkat langsung darimu?"

Be-Berkat? Bagaimana caraku memberikannya? Kalau tidak salah di dalam film-film, cara memberikan berkat itu aku hanya perlu mengarahkan tanganku ke arah orang yang ingin kuberikan berkat, lalu berkata 'Berkatilah' kan? Bisa tidak ya? Sebaiknya aku coba saja dulu.

Aku mengarahkan tangan kananku ke arah Gabriel.

"Berkatilah."

Tepat setelah aku mengatakan itu, muncullah sebuah cahaya emas yang sangat indah dari tangan kananku dan secara perlahan merambat hingga menyelimuti seluruh tubuh Gabriel.

Wah! Berhasil! Syukurlah.

Entah kenapa wajah Gabriel menjadi sangat berseri-seri dan begitu bahagia.

"Terima kasih banyak, Tuan! Aku akan kembali ke alam Malaikat dan memberitahukan kepada semuanya, bahwa kita sudah di bebaskan. Jika Tuan membutuhkan sesuatu panggilah aku, aku akan selalu ada untukmu." ucap Gabriel sambil tersenyum dengan sangat bahagia.

Ahh ... senyuman ini, inilah yang paling aku suka. Aku ingin melindungi senyuman ini!

"Baiklah, terima kasih banyak ya, Gabriel. Semoga harimu menyenangkan."

Gabriel menundukkan kepalanya, "Terima kasih, Tuan. Kalau begitu, aku pergi dulu."

Gabriel mengepal kedua tangannya, lalu menaruhnya di dada, seperti orang yang sedang berdoa.

"Terpujilah engkau ... Tuhan."

Tepat setelah mengatakan itu, Gabriel berubah menjadi partikel emas dan menghilang seketika.

Kuharap, dia bisa hidup dengan bahagia. Selama aku menjadi Tuhan, aku ingin selalu bisa terus menerus melihat senyuman indah di wajahnya.

Aku melihat Arisa dan Ai yang masih berlutut di hadapanku.

"Arisa? Ai? Ada apa? Sudah, tidak apa-apa kalau kalian ingin berdiri."

Tiba-tiba, Noel datang menghampiriku.

"Tu-Tuan Jun, apa Tuan itu adalah Tuhan?"

"Umm ... tapi, jangan beri tahu siapa-siapa ya, Noel."

Wajah Noel langsung berubah dan dengan cepat, dia langsung berlutut di hadapanku.

*Bugh!*

"Maafkan aku, Tuan! Aku tidak tahu bahwa Tuan itu adalah Tuhan, maafkan aku atas kelancanganku selama ini!"

Aku membungkukkan tubuhku, lalu menaruh tanganku di atas kepala Noel.

"Hei, Noel ... kamu tidak perlu khawatir, bersikaplah seperti biasa. Aku suka dirimu apa adanya dan dirimu yang bersikap seperti biasa padaku, apa kamu mau memenuhi permintaan egoisku ini dan tetap berada di sisiku seperti biasa?"

Noel berdiri dan langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi ceria dan bersemangat seperti biasa.

"Tentu, Tuan! Dengan senang hati, aku akan memenuhi keinginanmu dan menjadi diriku yang biasa! Dan, umm ... apa aku boleh lanjut memakan cemilanku lagi, Tuan?"

Eh? Masih mau ngemil lagi? Perutnya kuat banget ya.

"Tentu, jangan berlebihan ya."

"Baik, Tuan!"

Noel tersenyum, dia membalikkan badannya dan pergi menuju ke tempat di mana camilannya berada.

Aku yakin, dia masih memiliki berbagai perasaan dan pertanyaan yang mengganjal di dalam dirinya. Tapi terlepas dari semua itu, dia bisa mengontrol emosi dan perasannya dalam waktu sesingkat itu.

Noel memang luar biasa, suatu saat nanti sepertinya aku harus menciptakan waktu untuk bisa berbicara santai berdua dengannya.

Aku kembali melihat ke arah Arisa dan Ai yang masih berlutut di hadapanku.

"Ada apa? Arisa? Ai? Bila ada yang ingin kalian katakan, katakan saja."

" ... "

Dengan wajahnya yang terlihat penuh pertimbangan, Arisa melihatku.

"Tuan, bolehkah kami meminta sesuatu?"

"Tentu, apa yang kalian inginkan?"

"Maaf kalau kami merepotkanmu, tapi tolong berkati kami, Tuan!"

"Ah ... tentu, dengan senang hati."

Aku mengarahkan tanganku ke arah Arisa dan Ai berada. Berusaha melakukan hal yang sama persis seperti yang kulakukan pada Gabriel sebelumnya, aku menaruh fokus pada tanganku.

"Berkatilah."

Sama seperti tadi, tepat setelah aku mengatakan itu, muncullah sebuah cahaya emas yang sangat indah dari tangan kananku dan secara perlahan merambat hingga menyelimuti seluruh tubuh Arisa dan Ai.

Arisa melihatku dengan penuh senyuman, begitu juga dengan Ai yang berada di sebelahnya.

"Terima kasih banyak, Tuan! Maaf merepotkanmu."

"Sama-sama, tidak masalah. Jika ada yang kalian inginkan, langsung beritahu aku ya."

"Baik, Tuan!"

Dipenuhi dengan rasa bahagia, Arisa dan Ai menganggukkan kepalanya.

Hari masih panjang, sebaiknya apa yang kulakukan sekarang ya? Tujuan Awal aku ke sini'kan memang karena aku ingin menyelidiki sumber masalah yang sedang menimpa Ignisia. Tapi, jujur saja aku masih kekurangan banyak informasi dan juga koneksi tentunya.

"Ai, apa kamu memiliki saran untuk kegiatan hari ini?"

Ai terlihat berpikir sejenak sambil menaruh jari telunjuk tangan kanannya di dagunya.

"Ah! Bagaimana kalau hari ini kita pergi menuju ke Desa Setengah Manusia? Memang desanya terbilang sangat kecil, tapi di sana ada manusia bertelinga juga berekor kucing, anjing, kelinci dan masih banyak lagi. Pemandangan alam yang ada di sana juga sangat bagus, aku yakin, Tuan pasti suka!"

Manusia bertelinga kucing? Anjing? Kelinci?! Bunny–Girl?! Terdengar seperti surga bagiku!

"Ide yang bagus! Kalau begitu, ayo kita pergi untuk melihat gadi–ehem! Maksudku, pemandangan yang indah!"

Aku mengacungkan jempolku yang menyetujui ide Ai dengan penuh semangat dan penuh gairah serta rasa penasaran yang membara.

Aku melihat ke arah Noel.

"Noel, apa kamu mau ikut denganku?"

"Wah! Tentu, Tuan! Ke mana pun Tuan pergi, aku akan selalu ada untukmu!"

"Baiklah, kalau begitu ... ayo!"

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

239K 630 21
21+++ Tentang Rere yang menjadi budak seks keluarga tirinya
1.6M 82.3K 41
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
466K 30.7K 25
Bagaimana jika kamu sedang tidur dengan nyaman, tiba tiba terbangun menjadi kembaran tidak identik antagonis?? Ngerinya adalah para tokoh malah tero...
3.7M 363K 96
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...