Destiny [TAELICEKOOK]

yona_fitria tarafından

146K 17.6K 2.2K

Rated M : untuk kata-kata kasar dan tindakan yang mengandung unsur kekerasan || bahasa frontal || mature cont... Daha Fazla

🔹Prolog🔹
🔹The Red Bullet🔹
🔹01🔹
🔹02🔹
🔹03🔹
🔹04🔹
🔹06🔹
🔹07🔹
🔹08🔹
🔹09🔹
🔹10🔹
🔹11🔹
🔹12🔹
🔹13🔹
🔹14🔹
🔹15🔹
🔹16🔹
🔹17🔹
🔹18🔹
🔹19🔹
🔹20🔹
🔹21🔹
🔹22🔹
🔹23🔹
🔹24🔹
🔹25🔹
🔹26🔹
🔹27🔹
🔹28🔹
🔹29🔹
🔹30🔹
🔹31🔹
🔹32🔹
🔹33🔹
🔹34🔹
🔹35🔹
🔹36🔹
🔹37🔹
🔹38🔹

🔹05🔹

5.2K 590 24
yona_fitria tarafından

🍁

🍁

🍁

🍁🍁🍁🍁🍁
          
          

Seharusnya, Lisa lebih mendengarkan Jaehyun, kar'na pemuda itu akan selalu mengatakan kebenaran padanya entah sepahit apapun itu.

Sejak sepuluh tahun yang lalu, saat Lisa menginjakkan kakinya untuk pertama kalinya di mansion utama keluarga Jeon, Jaehyun adalah orang kedua setelah sang father yang menerima kehadirannya dengan tangan terbuka.

Saat itu usia Jaehyun sekitar enam-belas tahun, sedangkan Lisa baru menginjak dua-belas tahun. Mereka berdua menjadi anak kesayangan Jeon Doyoon, bahkan pimpinan Black Wings itu turun tangan langsung untuk melatih mereka.

Dan nyatanya, Jeon Doyoon tidak salah menilai orang. Kar'na Jaehyun dan Lisa memang special, keduanya memiliki kemampuan diatas rata-rata, dan mereka sangat setia pada sang father.

Kembali ke masa sekarang, dimana Lisa tidak berhenti merutuki dirinya sendiri kar'na tidak mendengarkan perkataan Jaehyun. Dan akhirnya membuat Lisa, yang saat ini berperan sebagai Alice, harus bertemu dengan orang-orang yang akhir-akhir ini sering ia temui dalam kehidupan normal-nya.

Kim Taehyung, pria yang secara tidak sengaja pernah menolongnya, teman dari boss-nya sekaligus pelanggan VVIP di Club milik sang boss. Dan dia tidak sendiri, ada dua pria lain yang diketahui Lisa bernama Suga dan J-Hope.

"Anda terlambat, Tuan Jeon."

Jeon Doyoon hanya melirik sekilas pada orang yang menyambutnya dengan nada sumbang itu, lalu beralih melirik Rolex sky-dweller rosegold schoko ziff yang melingkar manis dipergelangan tangan kanannya.

"Sepertinya tidak." Jeon Doyoon mengangkat tinggi tangannya, menunjuk jam tangan seharga ₩ 41.447.350,00 itu dan mengarahkannya pada pria tadi. "Masih ada sepuluh menit sebelum jam delapan, Tuan Go."

"Tapi kau yang paling terakhir datang." sahut pria yang lain, dan kali ini membuat Jeon Doyoon berdecih.

"Memang ada aturan dilarang datang terakhir?" sarkas Jeon Doyoon. "Aku pikir kalian tidak bodoh, jadi pasti tau artinya terlambat." sambungnya, menekankan kata terakhir sambil tersenyum sinis.

Jeon Doyoon berjalan tenang melewati kedua pria tadi, tapi langkahnya terhenti saat seorang pria yang jauh lebih muda darinya berdiri dari kursinya dan menghadang jalannya, seseorang yang juga seorang pimpinan kelompok mafia.

"Selamat datang, father Jeon."

"Terima kasih, V."

V alias Kim Taehyung menunduk sekilas, lalu menyingkir dari jalan Jeon Doyoon, membiarkan pimpinan Black Wings itu untuk melanjutkan langkahnya menuju kursi miliknya.

(Dia----)

Kening V mengerenyit saat salah satu pengawal Jeon Doyoon melewatinya, pengawal yang dia yakini adalah seorang perempuan. Kar'na meski wajahnya tertutup hampir seluruhnya, area matanya masih ter-exposed sempurna.

Dan entah kenapa V merasa familiar dengan sepasang mata bulat itu.

.
.

(Alice POV)
       

Malam ini, aku ikut mengawal father menghadiri pertemuan dengan beberapa pimpinan mafia lain, untuk yang pertama kalinya.

Bukan apa-apa, tapi father memiliki uncle Felix dan uncle Beom, dua orang yang sudah lama menjadi tangan kanan sekaligus pengawalnya. Ditambah Jaehyun yang siap setiap saat, mereka bertiga adalah kombinasi yang mematikan, jadi father selalu dikawal oleh mereka.

Tapi pertemuan kali ini berbeda, father bilang mereka akan membahas tentang kematian Achille Arnaud, dan father sangat yakin akan terjadi pertumpahan darah malam ini.

"Mereka ada disana, sekutu Achille."

Aku tidak tahu ada berapa banyak orang saat father menyebutkan kata mereka, tapi kalau mereka mengusik father, maka aku tidak akan tinggal diam.

Pintu berdaun ganda itu terbuka, kami diizinkan masuk setelah menyerahkan semua senjata kami, seperti dugaan father, hal ini akan terjadi. Dan kami sudah meng-antisipasi hal ini, jadi kami hanya membawa senjata biasa, bukan senjata khusus yang biasa kami gunakan.

Ruangan yang luas, dan terlihat semakin luas kar'na tidak ada banyak perabotan didalamnya. Ditengah-tengah ruangan terdapat meja bundar berukuran cukup besar, beberapa kursi kayu dengan ukiran naga mengelilinginya.

Satu, dua, tiga, emp----

Tunggu dulu! Sedang apa dia disini?

Pria yang duduk dikursi keempat, dia adalah Tuan Kim Taehyung!

Tatapanku mundur lebih ke belakang dari kursi yang diduduki Tuan Kim, disana juga ada dua pria lain yang aku kenali, mereka selalu datang bersama Tuan Kim ke Club Kai oppa.

Berarti mereka.....

Sial!

Sepertinya aku benar-benar kualat kar'na tidak pernah mendengar perkataan Jaehyun.

Si cerewet Jung itu sering menceramahiku, dia bilang aku harus mengetahui siapa-siapa saja kelompok mafia yang ada disekeliling kami, katanya untuk berjaga-jaga.

Tapi, aku selalu menggelengkan kepalaku.

Aku tidak begitu aktif dalam kegiatan kelompok kar'na aku hanya menjalankan misi-misi khusus, identitasku disamarkan, jadi kupikir tidak perlu melakukan itu.

Cukup menjalani peranku dengan baik, entah sebagai Alice ataupun Lalisa.

Dan sebenarnya, aku juga mengenal beberapa kelompok mafia, kar'na aku sering ditugaskan untuk memimpin transaksi penting. Bahkan untuk kelompok tertentu, aku sendiri yang bertemu dengan pimpinannya.

Tapi, aku sungguh tidak menyangka kalau orang yang akhir-akhir ini sering aku temui adalah seorang mafia.

Dan aku harap dia atau rekan-rekannya tidak mengenaliku.
       

(Alice POV End)

.
.

Suasana mencekam meliputi ruangan bernuansa classic itu, dominasi warna coklat tua ditambah tata cahaya yang minim menambah kesan ngeri.

Enam pimpinan kelompok mafia itu duduk dikursi mereka dengan tenang, sementara dibelakang mereka para pengawal tidak henti-henti saling melempar tatapan menelisik, kecuali Jaehyun dan Alice yang hanya fokus pada sosok yang mereka kawal.

"Anda hanya membawa dua pengawal?" Tuan Go, si pria dengan tubuh tambun lagi-lagi buka suara. "Dan yang satunya, wanita." sambungnya dengan nada mengejek.

Jeon Doyoon menoleh ke belakang, menatap Alice yang sedang tersenyum dibalik penutup wajahnya, lalu ia melirik sekilas pada Jaehyun.

"Begitulah." sahut Jeon Doyoon ringan. "Mereka berdua sudah cukup."

Jeon Doyoon mengedarkan pandangan, jumlah pengawalnya memang yang paling sedikit. Lalu disusul oleh V yang membawa empat pengawal, selebihnya para pimpinan yang lain membawa enam sampai sepuluh pengawal.

Untuk apa menyita senjata tapi membawa banyak pengawal?

Kentara sekali niat buruk mereka.

"Suruh pengawalmu itu untuk membuka penutup wajahnya." ucap seseorang yang lain, dengan wajah sombongnya.

"Kenapa memangnya? Tidak ada aturan untuk itu, Tuan Jang."

"Doyoon, kita berada dipihak yang sama, untuk apa merahasiakan identitas kita."

Jeon Doyoon tersenyum tipis. "Maaf, Yul. Tapi dia adalah salah satu malaikat-ku, dan kau tau itu."

Kwon Yul, pemimpin dari kelompok Poison mengangguk mengerti, dia adalah salah satu teman dekat Jeon Doyoon.

"Bukankah kita disini untuk membahas tentang Achille." celetuk V. "Berhenti membuang waktu."

"Wah, kau semakin angkuh V." sambut Tuan Jang.

"Terima kasih." sahut V datar, membuat Tuan Jang mengeraskan rahangnya.

"Anak muda jaman sekarang memang tidak tau sopan santun." sindir pria yang lain, yang duduk disebelah Kwon Yul.

V mendecih, lalu menatap tajam pria itu. "Tuan Bang, berkacalah."

"Apa maksudmu!" pekik Tuan Bang.

V terkekeh sinis, tatapannya semakin menajam. "Aku tau apa yang kau lakukan pada ayahmu, agar kau bisa duduk disana."

Tuan Bang menggeram rendah, wajahnya sudah memerah sempurna kar'na emosi.

"Sudah, sudah~ bisa kita ke intinya saja." lerai Jeon Doyoon.

.
.

Akhirnya, setelah membuang waktu beberapa saat, pertemuan itu mulai membahas inti dari permasalahan yang sebenarnya.

Kematian pemimpin Sang De Monstre, Achille Arnaud, dimarkas yang menjadi kediamannya.

Yang menjadi pertanyaan bukan hanya siapa pelakunya, tapi juga bagaimana caranya orang itu bisa keluar-masuk dengan bebas seperti dirumah sendiri.

Terlalu bersih, tidak ada jejak ataupun petunjuk.

Jalan buntu.

Lalu pembahasan lain muncul, mengenai anak buah Achille yang sedang mencari perlindungan dari kelompok lain untuk bertahan hidup.

Achille tidak memiliki sanak saudara ataupun penerus, dengan kematiannya, secara otomatis Sang De Monstre sudah runtuh.

"Tidak, aku tidak akan menerima satu orang pun dari mereka." Jeon Doyoon menolak tegas.

"Aku juga tidak mau." timpal Kwon Yul.

"Lalu, kalian mau membebankan mereka semua pada kami?" sahut Tuan Go sinis. "Walau bagaimanapun Achille adalah bagian dari kita."

"Kalau kalian memang mau menerima mereka, kalian bisa menjual aset-aset milik Achille dan mengambil uangnya, anggap saja itu sebagai bayaran." balas Kwon Yul.

"Kau pikir semudah itu." ketus Tuan Bang.

"Kalau begitu tidak perlu menerima mereka, mudah bukan." Jeon Doyoon menjentikkan jarinya.

"V, kenapa kau hanya diam saja? Bagaimana menurutmu?" tanya Tuan Jang.

"Kalaupun terpaksa harus menerima mereka, aku sendiri yang akan menyeleksi mereka. Aku tidak mau ada penghisap darah dalam kelompokku." tegas V.

"Hati-hati V, vampire jaman sekarang bisa berkeliaran bebas dibawah sinar matahari." sarkas Jeon Doyoon.

Semua yang ada diruangan itu saling melirik dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan, mereka sama-sama tahu maksud tersembunyi dari perkataan Jeon Doyoon.

Dan ditengah keheningan, tiba-tiba pintu ruangan dibuka dari luar, menampilkan sosok seorang wanita yang mendorong trolley berisi makanan dan minuman.

Wanita itu menunduk sopan, seolah meminta izin untuk menyajikan apa yang dibawa olehnya, dan anggukkan kecil dari Tuan Go menjadi lampu hijau untuknya.

Sementara itu, Alice tidak melepas pandangan matanya dari wanita asing itu. Mulai dari saat dia melangkah masuk hingga sekarang, dimana wanita ituーyang entah seorang pelayan atau bukan, sedang meletakkan secangkir minuman didepan Jeon Doyoon.

Mata Alice menyipit tajam, dengan langkah tenang namun cepat ia menyusul langkah wanita itu, mencekal pergelangan tangannya dan memaksanya untuk berbalik.

"A-ada apa?" gagap si wanita.

Alice mendorong kuat wanita itu hingga tubuhnya membentur dinding, erangan sakit terdengar kuat dari wanita itu, tubuhnya pun merosot dan terduduk dilantai.

"APA YANG KAU LAKUKAN?!"

Seolah tuli, Alice tidak menggubris teriakan Tuan Bang. Gadis itu berjalan mendekati wanita asing tadi, yang sudah mulai menangis dengan raut wajah ketakutan dan tubuh yang gemetar.

Alice menekuk kakinya, tanpa permisi tangannya mulai bergerak memeriksa setiap inchi tubuh wanita itu, dan berhenti tepat dibagian dadanya.

Wanita itu menggeleng kuat sambil menggigit bibir bawahnya guna menahan isakannya, tapi seolah tidak perduli, Alice justru menarik kemeja yang dipakai wanita itu hingga kancingnya terlepas.

"SESEORANG, HENTIKAN DIA!" teriak Tuan Go.

Seorang pengawal Tuan Go berlari menuju tempat Alice, tapi Alice sudah lebih dulu bangkit, tangannya terangkat ke udara menunjukkan sebuah botol kaca tembus pandang dengan ukuran sangat kecil.

"Berhenti!"

Bukan sebuah teriakan atau pekikan, tapi suara bass V langsung menghentikan langkah pengawal Tuan Go.

Ingat, semua yang ada diruangan ini adalah mafia. Maka tanpa perlu bertanya mereka tahu arti dari botol kecil itu.

Suga dan Jaehyun melangkah maju, mereka menghampiri pimpinan mereka masing-masing. Menyicip minuman yang tersaji dihadapan V dan Jeon Doyoon.

"Foxglove." / "Foxglove."

Semua orang tampak bingung dengan ucapan Jaehyun dan Suga yang nyaris bersamaan. Dua pria itu saling melirik satu sama lain, lalu Jaehyun mengangguk kecil pada Suga. Mempersilahkan pria pucat itu untuk bicara, kar'na dia tahu kalau Suga lebih ahli darinya dalam hal ini.

"Foxglove adalah sejenis bunga liar yang tumbuh di hutan-hutan Eropa. Bunga ini menghasilkan racun digoxin, jika racun masuk ke aliran darah, maka detak jantungmu akan melambat dan akhirnya berhenti bekerja." jelas Suga.

Semua orang terdiam, entah apa yang mereka pikirkan.

Disisi lain, Alice meraih kerah kemeja wanita si pembawa racun, memaksanya untuk berdiri dan menyudutkannya. Jari lentiknya yang terbungkus sarung tangan mengelus batang leher wanita itu, lalu mencekiknya tiba-tiba hingga wanita itu menjerit, mengundang perhatian dari seluruh penghuni ruangan.

Wanita itu meronta, memukul tangan kanan Alice yang mencekiknya, menendang kakinya, tapi semua sia-sia.

Alice tetap berdiri tegak, mencekiknya dengan wajah datar dan dingin yang tersembunyi dibalik penutup wajahnya, seolah tidak mengenal belas kasihan.

"Siapa tuanmu?" seolah mengerti, Jaehyun menyuarakan pertanyaan Alice.

Wanita itu terbatuk-batuk, Alice melonggarkan cekikannya, memberi kesempatan pada wanita itu untuk menjawab.

"Cepat katakan siapa tuanmu, atau dia akan menghabisimu." tegas Jaehyun.

Wanita si pembawa racun itu menggeleng kuat, matanya bergerak gelisah.

"A-aku, aku tidak bisa mengatakannya. Ti-tidak boleh." cicit wanita itu.

"Kalau begitu, selamat tinggal."

Setelah Jaehyun menyelesaikan kalimatnya, cekikan Alice kembali menguat, bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Dan tidak perduli sekuat apa wanita itu meronta, hasilnya tetap sia-sia.

Setelah beberapa saat, Alice akhirnya melepas cekikannya. Tubuh wanita itu langsung terjatuh mencium dinginnya lantai marmer.

Mati, wanita itu sudah mati.

Sudah Alice katakan bukan, dia tidak akan melepaskan siapapun yang mencoba menyentuh sang father.

"Jadi, perlukah kita memeriksa cangkir semua orang?" tanya Jeon Doyoon santai, seperti tidak terjadi apa-apa.

"Apa maksudmu?" tanya Tuan Jang tidak suka.

"Perlukah aku jelaskan?" tanggap Jeon Doyoon sembari menyeringai.

"Kau----" Tuan Go menggeram, menatap marah pada Jeon Doyoon. "Apa kau menuduh kami?!"

"Oh! Apa kau baru saja mengaku? Lalu, siapa kami yang kau maksud?" tanya Jeon Doyoon pura-pura bodoh, tapi tidak menyembunyikan seringaiannya.

"Ini pasti jebakan, untuk membuat kita terpecah belah." ucap Tuan Bang. "Ada banyak pihak yang ingin menghancurkan kita."

Yul dan V sejak tadi hanya diam, mereka cukup paham situasi ini. Tapi mereka tidak bisa memutuskan harus berpihak pada siapa, semua baru dugaan dan mereka tidak mau gegabah.

"Achille." semua mata terfokus pada Jeon Doyoon. "Alice yang menghabisinya."

"Alice?"

Jeon Doyoon mengangguk. "Gadis ini, dia adalah Alice." sahutnya santai, menatap Alice yang sudah kembali berdiri disisi kanannya.

"Jadi kau orangnya." desis Tuan Go, dan Alice mengangguk santai.

"Doyoon, kau----" ucapan Yul menggantung kar'na anggukkan kepala Jeon Doyoon.

"Aku yang memerintahkan Alice, kar'na Achille mencoba untuk mengusikku dengan persekutuan kecilnya, dia ingin menghabisiku." Jeon Doyoon menatap ketiga rekannya bergantian. "Kalian pikir aku tidak tau rencana busuk kalian?"

Tuan Go, Tuan Bang dan Tuan Jang tersentak kar'na ucapan Jeon Doyoon. Sementara Yul dan V menatap ketiganya tidak percaya.

Dalam dunia mafia memang tidak ada hubungan yang benar-benar baik, tapi bagi sebagian kecil mafia, kepercayaan dan kesetiaan adalah segalanya. Maka saat dua hal itu dilanggar, jangan menyesal kalau nyawamu menjadi penebusnya, seperti apa yang dialami Achille.

"Kalian mengajak Han Taejoo untuk bergabung dalam rencana busuk kalian, sayangnya kalian tidak tau kalau Black Core ada dibawah kuasa Black Wings." Jeon Doyoon tersenyum remeh, lalu melirik V dan Yul bergantian. "Sepertinya kalian juga mencoba menghabisi mereka."

Tuan Jang mendecih. "Bagus kalau kau tau, maka kami tidak perlu segan lagi."

Dengan gerakan cepat, pengawal tiga pimpinan mafia itu bergabung. Mereka bertiga membawa masing-masing sepuluh pengawal, sebagian dari mereka berjaga didepan pintu, lalu sebagian lagi sudah berdiri disekitar Jeon Doyoon.

"Jangan salah paham Yul, V." Tuan Go angkat suara. "Kami tidak berniat untuk menghabisi kalian, racun dalam gelas kalian sangat sedikit, dan itu hanya akan membuat kalian pingsan."

"Benar, urusan kami hanya dengannya." sambung Tuan Bang, menunjuk Jeon Doyoon dengan dagunya.

"Tapi----"

"Yul." Jeon Doyoon memotong ucapan Yul. "Biar aku yang menyelesaikan ini."

"Father Jeon----"

V kembali bungkam, gelengan kepala Jeon Doyoon menghentikannya. Bagaimanapun V sangat menghormati Jeon Doyoon, kar'na mereka mempunyai prinsip yang sama. Yaitu menjaga kepercayaan dan kesetiaan.

Disisi lain Alice dan Jaehyun sudah bersiap, keduanya berdiri dikanan dan kiri sang father dengan posisi saling membelakangi, mereka sudah mulai memperhitungkan langkah. Baik langkah mereka sendiri maupun langkah musuh, keduanya tampak sangat tenang.

"Habisi mereka."

Satu perintah dari Tuan Bang menjadi lampu hijau, sementara Yul dan V memilih untuk menepi sesuai permintaan Jeon Doyoon. Mereka harus menghormati keinginannya, meski sebenarnya terlihat konyol. Pria itu hanya membawa dua pengawal, sedangkan lawan mereka adalah tiga puluh orang pengawal berbadan kekar.

"AARRGHH....."

Terlalu sibuk dengan pemikiran mereka tentang keputusan Jeon Doyoon, dua pimpinan mafia itu sampai tidak sadar kalau pertarungan sudah dimulai. Dan baru saja, salah seorang pria berbadan kekar berteriak histeris, lalu disusul suara patahan tulang.

J-Hope meringis saat melihat keadaan pria kekar itu, Jaehyun baru saja menginjak perpotongan bahu kanannya, mungkin tulang bahunya sudah hancur sekarang.

"Lihat gadis itu."

V mengikuti arah telunjuk Kwon Yul, dimana Alice sedang bertarung melawan dua orang pria.

Gerakannya sangat lincah dan terarah, dalam waktu sekejap satu pria sudah rubuh dibuatnya, bahkan gadis yang diketahui bernama Alice itu memutar salah satu telapak kaki pria itu hingga terdengar bunyi derak tulang.
       

KRAK!
        

Arah tungkai kakinya sudah berpindah posisi, ujung sepatunya bergeser 30° kearah samping.

Serangan kedua datang dari arah belakang, tapi seolah memiliki mata dikepala belakangnya, Alice sudah lebih dulu menghindari serangan itu. Gadis itu membungkuk, menyapu kaki pria yang berusaha menyerangnya.
       

BRUK!
       

Pria itu jatuh terlentang, Alice segera bangkit, mengarahkan tumit sepatu boots-nya tepat pada bagian ulu-hati si pria. Darah segar dimuntahkan oleh pria itu, dengan decakan jijik Alice berjongkok disisi kepala pria yang sudah tidak berdaya itu. Menempatkan tangan kanannya dipucuk kepala pria itu, sementara tangan kirinya mengambil dagunya.
        

KREKK!
        

Satu hentakan, pria itu kehilangan nyawanya setelah Alice mematahkan lehernya.

Disisi lain, Jaehyun tengah dikepung oleh empat orang pria. Menampilkan seringainya, ekspresi tenang Jung Jaehyun justru memancing emosi lawannya.

Dua orang pria yang ada didepan Jaehyun maju disaat bersamaan, melayangkan pukulan dan tendangan dari dua arah yang berbeda.
        

GREP!
        

Jaehyun menangkap kaki pria yang mencoba menendangnya, menariknya kedepan lalu mengayunkannya kesisi kiri dalam gerakan cepat.
       

BUGH!

BRUK!
        

Tubuh pria tadi menabrak tubuh temannya, lalu jatuh bersamaan mencium dinginnya lantai marmer.
     

BUGH!

BUGH!

BUGH!

BUGH!
        

Jaehyun menghantam tubuh mereka bergantian menggunakan kursi, hingga.....
        

PRAKK!
         

Kursi jati dengan ukiran naga itu hancur tidak berbentuk, bersamaan dengan aliran darah yang mulai menggenang disekitar dua pria itu.

Dua pria lain yang ikut mengepung Jaehyun beringsut mundur, tapi sudah terlambat, Jaehyun sudah berbalik dan menatap mereka.

Dengan gerakan cepat Jaehyun menerjang mereka, mengarahkan tendangan secara bergantian pada keduanya, tepat dibagian dada mereka. Tidak membuang waktu, Jaehyun pun kembali menyerang pria yang berada disisi kirinya. Pukulan beruntun dia berikan, tinjunya menghantam perut pria itu beberapa kali, dan sebagai penutup sikunya menyapa rahang pria itu.
        

BRAK!

BRUK!
        

Jaehyun berbalik cepat, pemuda tinggi itu tersenyum tipis saat mendapati Alice telah melumpuhkan satu pria lain yang sepertinya berniat memukul Jaehyun dengan kursi dari belakang.

Ya, Alice baru saja menyelamatkan Jaehyun.

Pertarungan berlanjut, Alice dan Jaehyun sama gesitnya. Keduanya bertarung tanpa melepas pengawasan pada sang father. Jangankan untuk menyentuh, hanya untuk mendekati Jeon Doyoon saja para cecunguk itu tidak bisa.

.
.

Pasangan yang bukan kekasih itu mengedarkan pandangan, semua musuh yang tadi mengepung mereka sudah tumbang. Darah berceceran dimana-mana, suara erangan terdengar sayup.

Jaehyun dan Alice memang tidak membunuh semua musuhnya, tapi sia-sia saja mereka hidup. Kar'na mereka akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pulih, atau mungkin mereka tidak akan pernah pulih.

Suasana mencekam kian terasa. Tuan Go, Tuan Jang dan Tuan Bang menegang ditempat. Lebih dari separuh pengawal yang mereka bawa sudah terkapar tidak berdaya, bahkan beberapa orang sudah kehilangan nyawa. Hanya tersisa dua orang yang berjaga didepan pintu, dan tiga orang yang berjaga disisi mereka.

Jeon Doyoon?

Pria yang usianya hampir menyentuh angka lima-puluh itu masih duduk tenang dikursinya, tidak tersentuh.

"Wah wah wah~~, kalian kehilangan banyak orang." Jeon Doyoon menepuk tangannya, bangkit dari kursinya dan menggeleng dramatis.

Jaehyun dan Alice langsung mengisi sisi kosong dikanan dan kiri Jeon Doyoon, membuat sang father mengangkat tinggi dagunya, sebelum akhirnya memberi tatapan tajam pada mantan rekan-rekannya.

"Kalian menyebutku srigala tua, tapi coba lihat, bagaimana srigala tua ini membesarkan dan mendidik putra-putrinya." Jeon Doyoon tersenyum bangga, diliriknya Jaehyun dan Alice bergantian. "Aku beri kalian satu kesempatan, pergilah selagi masih bisa."

Bagaikan angin segar, perkataan terakhir Jeon Doyoon memberi harapan pada ketiga pimpinan mafia yang tengah terpojok itu.

Seharusnya, sejak awal mereka memang tidak merencanakan semua ini.

Harusnya, mereka langsung berhenti saat salah satu rekan mereka tewas.

Harusnya, mereka tahu kalau Jeon Doyoon tidak pernah kehilangan taringnya.

Lalu, saat kesempatan untuk menyelamatkan diri datang pada mereka, ketiganya jelas tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.

Pintu berdaun ganda itu kembali terbuka, kali ini dibuka dari dalam. Tuan Jang, Tuan Go dan Tuan Bang melangkah keluar diikuti oleh pengawal mereka yang tersisa. Tidak ada kata-kata yang terucap, baik dari mereka yang pergi atau dari mereka yang tinggal. Hingga suara tembakan terdengar bersahutan dari luar, menciptakan seringai menakutkan diwajah Jeon Doyoon.

"Tikus tetaplah tikus, dan srigala akan tetap menjadi srigala meski dia telah menua dan kehilangan taringnya."
         

🍁🍁🍁🍁🍁
       

"Kau baik-baik saja?"

Alice, ahh~ bukan, tapi Lisa.

Gadis itu tersenyum dengan kepala mengangguk, kemudian meneguk susu hangat yang baru saja diberikan Jaehyun.

"Aku memperhatikanmu Lisa, sekarang cepat buka jaketmu."

Lisa mencebikkan bibir bawahnya, melirik sekilas pada Jaehyun. "Pantas saja tadi kau hampir dipukul dengan kursi." sindirnya.

"Jangan banyak bicara, cepat buka jaketmu, atau aku sendiri yang akan membukanya." ancam Jaehyun.

Lisa terkekeh kecil. Jemari lentiknya bergerak perlahan menurunkan resleting jaket kulit yang dipakainya, melepasnya, menyisakan cropped tank-top hitam yang memperlihatkan perut ratanya.

Jaehyun menghelakan nafasnya, ditangannya terdapat kotak P3K dan juga sebaskom air hangat beserta handuk kecil. Mengambil posisi duduk dibelakang tubuh Lisa, lagi, Jung Jaehyun menghelakan nafasnya.

"Kau bilang baik-baik saja, tapi apa ini?!"

"Yak!"

Lisa memekik, Jaehyun baru saja menekan memar dipundaknya dengan cukup kuat.

"Sakit? Rasakan!" ketus Jaehyun.

Dengan lembut Jaehyun membersihkan bagian tubuh Lisa yang dihiasi memar, berbekal handuk yang telah ia celupkan kedalam air hangat. Mulai dari pundak, lengan atas, lalu turun ke pinggang ramping gadis itu. Setelah selesai Jaehyun mengambil gel khusus untuk mengobati memar, mengoleskannya dengan hati-hati dan telaten, tidak lupa meniup-niupnya agar gel itu cepat menyerap.

Tidak rasa canggung diantara mereka, layaknya saudara kandung, kasih sayang diantara mereka sangatlah besar satu sama lain.

Nasib mereka sama, yatim piatu. Sampai takdir mempertemukan mereka di mansion utama keluarga Jeon, dan dari sanalah semua dimulai. Mereka berlatih bersama, berbagi cerita, saling menguatkan dan saling menghibur.

Satu kecupan mendarat dikepala belakang Lisa, disusul lengan kekar Jaehyun yang melingkari perutnya, membuat kulit mereka bersentuhan secara langsung.

"Berhenti berpura-pura kuat didepanku Lisa, kau menyakiti hatiku." ucap Jaehyun.

Lisa menyandarkan punggungnya, meringis kecil saat luka memarnya bersentuhan dengan dada bidang Jaehyun. Tangan mungil Lisa memeluk tangan si pemuda Jung yang melingkar diatas perut ratanya, matanya pun perlahan terpejam, menikmati rasa nyaman kar'na hangatnya pelukan Jaehyun.

"Aku baik-baik saja." sahut Lisa. "Ini sudah biasa Jae, resiko pekerjaan kita."

"Aku tau, hanya saja, aku masih belum terbiasa melihatmu terluka."

"Kau selalu seperti itu sejak dulu." Lisa terkekeh. "Saat aku memilih untuk tinggal, aku sudah siap dengan semua konsekuensi yang harus aku tanggung."

"Berhentilah selagi bisa, kau masih punya kesempatan untuk bisa menjalani hidup yang normal."

"Lalu apa? Meninggalkan father, berpisah darimu, Mark dan para unnie?" Lisa menggeleng. "Aku tidak mau, Jae."

"Kau bisa membawa Mark."

"Kau sudah berjanji padaku, akan menjaganya bersamaku, apa kau lupa?"

"Aku tidak lupa, tapi----"

"Sudahlah, berhenti membahas masalah ini. Keputusanku tidak akan berubah, aku akan terus bersama kalian."

.
.

"Bagaimana pertemuannya?"

Sweet voice milik Jin menyambut kedatangan Taehyung, Suga dan J-Hope.

"Me.ne.gang.kan!" sahut J-Hope penuh penekanan.

"Apa? Apa yang terjadi?" tanya Jimin penasaran.

Taehyung dan Suga lebih dulu mendaratkan bokongnya diatas sofa, berbeda dengan J-Hope yang masih berdiri sambil memasang senyum lebar, memancing rasa penasaran Jin dan Jimin.

"Tuan Bang, Tuan Go dan Tuan Jang." dengan gerakan slow-motion J-Hope membuat gesture memotong leher. "Nyawa mereka dicabut dipertemuan itu." ucapnya sok dramatis.

"Eh? Serius?" kaget Jimin.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Jin.

"Father Jeon." sahut J-Hope lagi.

"WAH!" Jimin berseru heboh, menutup mulutnya dengan dua tangan.

"Kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Jin penasaran.

Dan, suara cempreng J-Hope mulai mengudara, membuat ruang tamu kediaman Kim Taehyung menjadi ramai kar'na celotehannya.

Layaknya seorang narator profesional, J-Hope menceritakan setiap detail kejadian diruang pertemuan tadi. Pria dengan kepribadian jenaka itu bercerita dengan heboh, bahkan dia menirukan beberapa gerakan saat sampai pada adegan perkelahian.

Disisi lain Taehyung dan Suga hanya menatap malas pada temannya itu, mereka lebih memilih untuk menikmati minuman mereka.

"Tae, siapa gadis itu?"

Taehyung me-rotasi-kan bola matanya, terlalu malas untuk menjawab pertanyaan bodoh Jimin, yang ia tahu ujungnya akan berakhir kemana.

"Sepertinya dia gadis yang menarik, aku akan mengencaninya."

See, benar dugaan Taehyung, temannya yang satu ini playboy akut!

"Kau harus lebih tinggi lagi untuk bisa berkencan dengannya." celetuk Suga.

Sontak saja tawa semua orang pecah kar'na celetukan Suga, sedangkan Jimin hanya bisa mendesis seraya mendelik pada Suga.

"Tapi, apa benar dia sehebat itu?" Jin menatap Taehyung dan Suga bergantian.

"Aku rasa itu belum semuanya, apa yang kami lihat hanya sedikit." yakin Suga.

Taehyung pun menganggukkan kepalanya, seolah membenarkan ucapan Suga.

"Aku rasa father Jeon sendiri yang melatihnya." ucap Taehyung.

"Aku jadi penasaran." tutur Jimin.

"Kira-kira wajah seperti apa yang tersembunyi dibalik penutup wajah itu."

Tanpa disadari oleh J-Hope, kalimat terakhir yang ia lontarkan telah mencuri perhatian semua orang. Tidak terkecuali Kim Taehyung, sang pimpinan yang konon antipati pada wanita.
                


Hai, i'm back!

Ada yang masih nungguin?

Jangan lupa vote dan komentar, kritik dan saran selalu diterima selama bersifat membangun.

See you......
      
      
       
       

-24/10/2019-           
Call me "Yuu"          
🐾🐾🐾             

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

51.7K 5.4K 18
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
278K 28.8K 31
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
36.4K 3.5K 40
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...