CAPTAIN PICKA [END] SUDAH TE...

De itsmeRise

1.1M 103K 28.4K

"Kamu kehidupanku," -Capta "Kamu kematianku," -Picka Tentang Picka, seorang remaja kelas tiga SMA yang hidup... Mai multe

01. Permen karet
02. He Talk
03. PHP
04. Salah sasaran
05. Patah
06. Pertarungan sengit
07. Pdkt mertua
08. Jutek gemesin
09. 17'
10. Capta vs Picka vs James
11. Menangkap cinta
12. Pelecehan
13. Pertanyaan bodoh
14. Cahaya Akhir
Cast
15. Tinggalin-Pertahanin
16. Visit on meet
17. Kejutan
18 ABCD F G = Gak jelas
18. Skors
19. Break & Take
20. Capta Vs Arion
21. Penyerahan
22. Hidden Card
23. Tembakan Capta
24. Baper bikin laper
25. Para penggombal Retceh
26. Im so sory
28. Say to good bye
29. True or Dare
30. Curahan Ibu dan Anak
Haiii
31. Someone special
32. Hancurnya Capta
33. Speechless
34. My troublemaker
35. Double date
36. Beda Kelas
37. Nonton Bioskop
38. Melawan trauma
39. Jangan usik
40. Tersayat
41. Petir siang bolong
[Another World] Nicole-Alysta
42. Bunga di Makam [Gadis asing]
Silsila cerita
43. You life? I die.
44. Anak SMA vs Anak TK
45. Sory, Ma.. i love you
46. Melarikan diri
47. Penyelamatan Tragis [Ending]
Epilog [Persembahan Terakhir]
[Another World] Reandra-Ayesha
Info Penerbitan
OPEN PO CAPTAIN PICKA

27. Imagination

21.8K 1.9K 370
De itsmeRise

Vote sebelum baca!!

Sebelum itu yuk follow ig mereka dan ikutin kegiatannya!!!

Captainalka_
Pickaellaa
Jamessssssssss88
Ayeshawhendana
Bimatranean
Odieeeeeena
Ibellanestka
Reandraaaa
Aninscarllate

**

Ujian semester dimulai. Menjadi waktu yang paling menyebalkan bagi Picka yang tidak suka belajar ataupun membaca buku. Apapun nilainya nanti, semua itu adalah hasil usaha dan kerja kerasnya. Ia bukan gadis pintar, Picka mengakui itu. Semua orang tidak ada yang sempurna, setiap kekurangan pasti ada kelebihan, tapi sepertinya hidup Picka hanya ada kekurangan.

Selama seminggu proses ujian berlangsung, Picka mengalami fase dimana ia harus LDR bersama Capta. Picka memperhatikan dari dulu, setiap kali ujian Capta selalu di antar jemput oleh orang tuanya. Saat Picka bertanya pada Nean, Nean berkata bahwa keluarga Capta memang seperti itu. Selain mengantar jemput, semua yang bisa mengganggu konsentrasi belajar akan disita sehingga Capta hanya fokus belajar. Padahal kata Nean, Capta itu tidak pernah membaca buku pelajaran. Emang udah pintar dari lahir, tidak belajar pun Capta tetap pintar. Capta mengoleksi semua jenis novel fiksi, jurnal dan segala sesuatu yang berbau inspiratif.

Disekolah juga Capta hanya menepuk kepala Picka jika keduanya berpapasan, tidak ada kata yang terlontar. Kenapa ujian harus seserius itu? Picka saja masih bisa tertawa, meloncat sana-sini dan melakukan hal seperti biasa. Kadang manusia itu aneh. Tidak, sepertinya Picka yang aneh. Picka tidak suka sesuatu yang terlalu serius.

Sampai akhirnya penderitaan Picka berakhir, ujian selesai. Saat Picka bersemangat melihat ruang kelas Capta, lelaki itu sudah tidak ada. Picka berlari ke bawah, dari tengah lapangan Picka melihat Capta sudah di jemput oleh Mamanya.

Picka tersenyum kecil, menendang batu kerikil di bawah kakinya. Andai saja Picka bisa merasakan semua itu, di jemput oleh orang tuanya. Mustahil.

"Hhhhh," Picka menghembuskan nafasnya, berjalan ke parkiran mengambil sepeda. Lalu mulai mengayun di pinggir jalan.

"Kita ke apartemen lo ya!" Picka hampir saja masuk ke dalam got mendengar teriakan tiba-tiba di sebelahnya. Ia mengumpat kesal menatap orang itu. "Sory," Kekan tersenyum lebar.

Picka mendengus, mengayun sepedanya lagi. Ia menoleh ke belakang sekilas, melihat Gail dan Rean mengekorinya menggunakan motor. "Ngapain? Bawa makanan nggak? Etika bertamu lo pelajarin dulu coba,"

"Mau berkata kasar tapi nggak tega, mau cubit pipinya takut sama pemiliknya. Jadi gue harus gimana doang?" Tanya Kekan melemah, Picka tertawa. "Nanti gue traktir, lo mau apa beli aja!"

"Serius?"

"Iya!"

"Sebenernya gue nggak suka di traktir, biasanya kan traktir orang. Tapi kalau lo maksa, ya udah deh," Picka mengulum senyum.

"Gue tampol juga lo lama-lama," Kekan menepuk pundak Nean yang tertawa geli, memberikan kode untuk berhenti. "Sini gue yang bawa sepeda lo,"

Picka memberikan sepedanya pada Kekan, ia meloncat naik duduk di boncengan Nean. Setelah itu deruan suara motor meninggalkan Kekan seorang diri. Picka tertawa keras sambil melambaikan tangan.

"Anjing! Woy!" Pekik Kekan merasa terkhianati.

Apartemen itu berubah menjadi bascame mendadak, ke-empat lelaki yang ada disana merasa apartemennya sendiri. Picka tidak mempermasalahkan semua itu. Usai mengganti bajunya dengan kaos biasa dan celana pendek, Picka menghampiri mereka yang sedang duduk di tengah ruangan.

Picka baru saja membeli handphone baru, ia beli dari hasil kerja kerasnya. Tidak sebagus yang pernah ia punya, tapi bisa digunakan untuk buka instagram, WhatsApp ataupun foto. Job Picka semakin hari semakin bertambah, ia juga menerima beberapa pemotretan. Liburan nanti akan Picka gunakan untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.

Apartemen sudah seperti kapal pecah, tas, sepatu, baju dan barang lainnya berserakan di lantai. Picka meluruskan kakinya di sofa, membuka aplikasi instagram. Siapa tau ada kabar terbaru dari Capta. Setiap kali Picka membuka profil lelaki itu, Picka bersemu sendiri. Ada fotonya disana. Gila ya, Picka bisa sesenang itu.

"Woy, Capta otw kesini katanya," Rean yang sedang tiduran di lantai terduduk menatap ponselnya. "Gue kasih tau kalau kita semua lagi di apartemen Picka,"

"Bagus dong!" Kata Picka semangat.

"Wait," Gail meletakkan segelas minuman yang baru di ambilnya dari dapur. "Gue punya ide," Mendengar itu mereka berkumpul, Picka tetap di posisi. "Kita nge-prank Capta gimana? Sekalian buat konten di YouTube gue, habisnya gue bingung, terus juga banyak yang penasaran sama Capta gara-gara vidio di kantin waktu itu,"

"Nggak," Jawab Rean dan Nean bersamaan. Berbeda dengan jawaban Picka.

"Ayo!" Picka merubah posisinya menjadi duduk, tertarik dengan ide Gail. "Prank apa?"

"Apa dulu nih, lo tau sendiri Capta itu gimana. Kalau dia marah gue nggak ikutan," Rean angkat tangan. "Gue nggak mau masa-masa sekolah terakhir gue punya musuh disekolah,"

"Prank nya simple aja. Jadi lo sama Picka ceritanya punya hubungan di belakang dia,"

"Gila lo," Nean melempar kulit kacang ke wajah gail. "Kenapa gue? batunya aja gue,"

"Tadinya sih gue yang mau akting, tapi Capta mana percaya, masa iya Picka tinggalin Capta demi orang kayak gue? Nggak masuk akal kan? Kalau lo masih ada tampang lah," Ujar Gail malas mengakui. Nean terbahak mendengarnya. "Ye bangsat." Gail mendengus pelan. "Gimana Pic?"

"Oke, akting doang kan? Hidup gue udah drama tiap harinya, kecil," Mereka menoleh bersamaan. Picka mengerjap ketika suasana hening sesaat. "Nggak salah kan gue?"

Nean menghembuskan nafasnya. Sebenarnya Nean juga penasaran akan sesuatu. Orang yang paling bersemangat adalah Picka, sama seperti Nean, Picka penasaran bagaimana Capta menanggapinya.

Gail meletakkan dua kamera yang ia bawa di posisi yang strategis. Memastikan semua akan masuk dalam kamera terutama Capta. Setelah kamera di aktifkan, mereka kembali bersikap seperti biasa.

"Gila anjing," Kekan membuka pintu kesal. "Sialan gue mengayuh sepeda tanpa ada pertolongan. Mana ada orang gila di turunan,"

"Iya, cowok kan? Udah heboh soalnya, katanya suka buka celananya kalau ada cewek yang lewat." Kata Picka yang sudah mendengar kabar itu dari seminggu yang lalu.

Mereka tertawa. "Kaki lo potel?" Tanya Rean terbahak.

"Stres kalian," Kekan merebahkan tubuhnya di karpet bulu, mencoba beradaptasi dengan ruangan yang dingin karena di luar panas terik. Kekan menepak pantat Nean. "Heh, lo ngapain cuk di situ? Tempat masih luas,"

Baru saja Gail ingin menjelaskan, pintu apartemen terbuka. Capta datang.

"Hai Cap!" Sapa Kekan mengangkat tangannya tinggi.

"Hei Babe?!" Picka tersenyum seperti biasa. Setelah Picka menyapa, ia kembali menyibukkan diri membuka apa saja yang ada di Handphone. Nean berada di sebelahnya juga melakukan hal yang sama.

Capta melihat keduanya sekilas lalu menghempaskan tubuhnya di sofa single

"Motor lo gimana, Cap?" Tanya Kekan merubah posisinya menjadi duduk, meneguk segelas air mineral yang tidak tahu milik siapa. Ada banyak makanan di meja.

"Service, ganti body," Capta berdiri, berjalan ke dapur mengambil minuman kaleng, saat ia berjalan kembali ke kursi, matanya menangkap sebuah moment antara dua anak yang tertawa di sofa.

"Mabar, Cap?" Tanya Gail yang duduk di jendela balkon.

Capta menoleh. "Nggak,"

Kekan yang mengamati tatapan Capta menarik Nean hingga temannya itu jatuh ke lantai. "Apaan?" Kata Nean mengerutkan keningnya.

"Ada cowoknya cuk," Bisik Kekan gemas.

"Lah? Emang kenapa? Gue nggak ngapa-ngapain kan?" Tanya Nean tidak suka. Berniat untuk kembali ke posisi semula, Capta menarik tangan Picka.

"Kenapa, Cap?" Pertanyaan Picka dibiarkan menggantung, Capta menarik Picka duduk di pangkuannya. Picka menurut, menyandarkan kepalanya di dada Capta, tangan lelaki itu melingkar di perutnya.

"Ganti body warna apa?" Tanya Rean.

"Hitam,"

"Body awal motor lo kalau gitu," Capta mengangguk, mengambil keripik kentang.

"Tapi nggak papa sih, bukan body asli yang rusak. Sayang cuk kalau yang asli,"

Mereka mulai berbicara seperti biasa, membahas otomotif, game dan hal lainnya yang menarik bagi cowok dan malas di dengar perempuan. Capta mulai menyadari bahwa ada yang berbeda. Saat ia bertanya Picka hanya mengangguk ataupun menggeleng, tidak seperti biasanya yang antusias.

Capta mengambil handphone Picka, menyembunyikan ke belakang tubuhnya. "Cap? Gue lagi diskusi pekerjaan,"

"Ya udah nanti aja. Ada kita disini,"

"Tapi itu penting,"

"Sepenting apa?"

Picka menghela nafas pelan. "Captain, gue serius. Mereka lagi tunggu balasan gue,"

"Bisa lo balas nanti, bilang lagi ada acara."

"Nggak bisa, gue harus post foto juga. Mereka udah nuntut. Cepetan, Cap," Picka mencoba mengambil benda pipih itu di belakang tubuh Capta. Karena kesal, ia menggigit telinga Capta. "Sakit?"

Capta mengusap pelan. "Lima menit," Ujarnya memberikan Handphone pada Picka.

Picka mulai fokus membalas semua pesan masuk. Menerima suapan dari Capta yang memberikan keripik kentang. Sesekali Capta bergabung bersama temannya yang membahas tentang ujian, cewek cantik dan hal lainnya.

Lebih dari lima menit, Picka asik sendiri bahkan tertawa kecil membalas pesan seseorang. Capta memperhatikan semua itu. Ia merebut ponsel Picka kesal.

"Ih, belum selesai," Picka memutar tubuhnya kesal, tangannya masuk ke belakang punggung Capta mencari ponselnya. "Kembaliin,"

Capta menyingkirkan tangan Picka. "Lo fikir mudah buat gue keluar rumah? Gue disini tapi dari tadi lo fokus ke handphone,"

"Emang siapa yang minta lo kesini?" Capta hendak berdiri, Picka memeluknya, mendusel manja. "Bercanda, Cap. Tapi kali ini gue emang sibu-"

"Sibuk balas pesan?" Capta memotong ucapan Picka. "Siapa?"

"Bukan siapa-siapa, temen doang,"

Capta memiringkan wajahnya mencari tahu apa yang bisa ia rasakan dari nada suara Picka. Menatap tajam Picka dari jarak dekat. Picka membuang wajahnya. "Ada yang lo sembunyikan dari gue,"

"Hah?" Picka menoleh, ia tersenyum. "Nggak, emang apa?" Capta semakin menatap Picka tajam. "Cap? Kembaliin,"

"Udahlah Cap, kembaliin aja, kasihan," Nean bersuara membuat Capta menoleh dengan kening berkerut. "Kembaliin aja,"

"Cap? Sini," Picka memelas.

Capta menggenggam Handphone itu di tangannya, membalas tatapan Picka kemudian melempar benda pipih itu ke dinding sangat kuat. Picka memekik kaget termasuk ke-empat lelaki itu di buat bungkam seketika. Gail mulai gugup sendiri.

Picka berdiri lalu berlari mengambil Handphonenya yang naas.

"Lo apa-apaan sih!" Nean berdiri dengan wajah kesal, menghampiri Picka.

"Handphone aku," Picka merengek.

"Nanti kita beliin lagi," Kata Nean menenangkan, Picka mengangguk seperti anak anjing.

Meski mereka berbicara dengan nada kecil, Capta bisa mendengarnya. Suasana mulai berbeda. Capta meluruskan kakinya ke meja, membuang wajahnya sambil makan keripik kentang. Meski begitu telinganya ia tajamkan. Gail dan Rean memilih bungkam, sementara Kekan mulai panik.

"Lo kenapa sih," Picka berjalan mendekati Capta. "Ini gue beli dari hasil kerja gue, Cap. Lo kelewatan," Picka menunjukkan layar ponselnya yang pecah.

Nean menarik Picka, keduanya duduk di sofa panjang berhadapan dengan Capta, Kekan memilih menyingkir dan duduk di meja. Antisipasi jika terjadi sesuatu.

Capta menyeringai, membuang wajahnya ke jendela lalu menatap dua orang yang duduk di hadapannya saat ini. "Kalau ada masalah sama gue, ngomong aja. Jangan tiba-tiba jadi anjing langsung gigit." Capta menatap tajam Picka yang menunduk mengelus ponsel. "Lo kenapa? Ada masalah sama gue?"

Picka mengangkat wajahnya. "Lo yang kenapa?"

Capta meletakkan keripik kentang ke meja, menurunkan kakinya. Menompang kedua sikunya di atas paha. Menatap kedua manusia itu tajam. "Gue bi-"

"Gue suka Picka." Nean memotong ucapan Capta.

"An-jing." Gumam Kekan tanpa beraksi lebih. Begitu juga Capta yang hanya menatap keduanya bergantian.

"Bercanda nih, Udahlah," Gail tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Kok jadi gini sih," Ujarnya menggaruk perut.

"Gue serius," Kata Nean menjawab keraguan semuanya. "Sebenernya udah lama, dari awal gue kenal dia. Dari gue satu kelompok sama dia. Saat gue tau dia suka sama teman gue sendiri, gue mundur. Gue simpan semuanya sendiri."

"Lo gila," Kekan menunjuk Nean disertai tawa kecil.

"Wajar aja sih menurut gue," Rean mengangguk. "Selama ini gue lihat sikap Nean itu beda ke Picka. Awalnya gue fikir wajar, mungkin hanya perasaan gue aja. Tapi gue lihat makin kesini makin beda,"

"Ya tapi lo udah punya Anin, bangsattttt," Kata Kekan tidak mengerti.

"Gue bisa putusin Anin." Jawab Nean santai. "Kalau emang Picka suka sama gue,"

"Lo nggak ada otak," Maki Kekan.

"Emang salah gue mempertahankan orang yang gue sayang? Capta juga selama ini biasa aja, dia emang pacarnya tapi gue lihat Capta nggak bisa memperlakukan Picka dengan baik,"

"Lo tau dari mana Capta tidak memperlakukan Picka dengan baik? Emang lo ngikutin kegiatan mereka? Eh anjing, ini tuh cewek temen lo."

"Perasaan nggak bisa di salahin dong," Rean menjawab. "Kita nggak tahu pada siapa perasaan itu muncul."

"Tutup mulut lo berdua, lo juga sama aja Re, makanya lo bela dia kan?" Kekan semakin panas.

"Lo yang tutup mulut bangsat, lo nggak tau apa-apa,"

Capta diam, membiarkan teman-temannya yang beraksi lebih. Setelah perdebatan cukup panjang. Hanya satu pertanyaan Capta. "Lo suka?" Tanya Capta pelan pada Picka. Semua terdiam, menunggu jawaban Picka.

Picka menunduk, meremas tangannya gugup.

"Lihat gue." Ujar Capta mencari tatapan Picka. "Lihat gue dan jawab,"

Picka mengerucutkan bibirnya, takut-takut ia menatap Capta. Tidak sanggup mendapat tatapan menakutkan Picka kembali menunduk, ia mengangguk sekali. Capta tersenyum kecil lalu menggeleng. "Nggak, gue minta lo lihat gue dan jawab."

Nean menggenggam tangan Picka, dilihat Capta tajam. Picka akhirnya memberanikan diri. Menarik nafasnya picka berkata. "Gue suka Nean." Tapi boong. Lanjut Picka dalam hati.

"Okey." Jawab Capta berdiri dari tempat duduknya. "Lanjutin," Capta meninggalkan apartemen begitu saja.

"Cap?!" Kekan berdiri. "Gila lo!" Tunjuknya pada Nean lalu berlari menyusul Capta.

"Anjir cuk marah beneran dia!!!" Gail mengambil kamera yang tersembunyi dengan panik.

"Sumpah lo harus tanggung jawab, celana gue udah merembes karena ketakutan!" Picka menunjuk Gail sambil berlari menyusul Capta. "Kalau cowok gue marah, gue dorong dari jendela lantai satu."

"Kocak anjir," Nean terbahak berlari menuju parkiran. "Gila Handphone Picka di banting Cuk, pecah elsidi dia. Gue miris beneran lihatnya. Kaget gue, anjing serem. Udah nyerah gue. Lo tolol sih, motor aja di banting apalagi hp. Kaki gue lemas sumpah, udah gemetaran aja gue waktu di tatapnya,"

"Gue nggak ikutan," Rean membawa kamera satunya sambil tertawa.

"Lo yang menyulutkan api bangsat, nggak ikutan apaan, gue tempeleng juga lo."

"Si Kekan mau sok ngebala, mau gue tampol rasanya,"

"Dalam hati gue bilang Anin ini bercanda, sialan emang," Keduanya tertawa keras.

Mereka berlari ke basement. Picka menghadang mobil Capta dengan tangan terbuka lebar. "Cap! Ini Prank! Lo di Prank!" Teriak Picka disertai tawa keras. Gail dan Rean mulai menyorot wajah Capta menggunakan kamera sambil tertawa keras.

Picka terduduk menekan perutnya yang sakit. Ini lucu asli, Deg-degan Picka akhirnya berakhir, badannya lemas melihat Capta marah.

"Gimana perasaan anda sekarang," Rean mengarahkan kamera ke wajah Picka.

"Lemes, takut beneran gue, sialan," Picka berdiri.

"Ini Prank, ini Prank, Capta kena Prank," Gail bernyanyi menghadap kamera di dekat pintu mobil Capta. "Dia marah, dia marah gaes!!!!"

"Apaan sih?" Kekan yang tidak tahu apa-apa menatap bingung.

Rean merangkulnya sambil menunjukkan kamera. "Lo juga kena Prank!" Pekik Rean di telinga Kekan, Rean terbahak. "Goblok,"

Picka membuka pintu mobil Capta, duduk di pangkuan lelaki itu memeluk Capta erat. "Maaf," ujar picka tertawa gemas, mencium pipi Capta berkali-kali. Mengusel wajah Capta yang masih bingung. "Lo di Prank,"

"Anjing," Gumam Capta tertawa kecil setelah kesadarannya menghampiri, menutup pintu mobil kesal. Mereka yang tidak kuat menahan tawa sampai berguling-guling di basement. "Sialan," Capta melepaskan pelukan Picka kesal.

"Itu, idenya Gail yang, sumpah, aku di suruh akting dong," Picka mengangkat tangannya, melihat Capta tertawa kecil, Picka kembali memeluk Capta erat. "Tadi gue takut beneran sumpah, handphone gue di banting. Dalam hati gue bilang, anjir Handphone gue belum ulang tahun seminggu ini. Pokoknya Gail harus ganti," Capta mengusap wajahnya sambil tertawa. "Waktu lo bilang, lihat dan jawab gue, udah mau teriak aja udah, kangen aku tuh yang,"

Picka menceritakan semua kejadian sampai terperinci. Ketakutannya melihat Capta marah, ada adrenalin tersendiri. Capta mencium pipi Picka gemas lalu membuka pintu mobil. Gail langsung menyorotnya seperti wartawan.

"Gimana perasaan anda?" Tanya Gail terkikik geli, Capta menarik kera baju Gail, menyeretnya menuju kamar mandi. Wajah Gail berubah ketakutan. "Cap! Cap?! Cap sumpah gue bercanda doang! Demi konten! Demi subcriber! Demi adsense!"

Melihat itu yang lain tertawa keras, Capta mengunci Gail di kamar mandi basement.

"Cap!!!! Cap!!???? CAPTAIN!!!!"

"Konten sampah." Kata Capta menutup kamera yang di pegang oleh Rean.

**

Suasana sudah kembali damai seperti biasanya. Gail sedang mengedit vidio bersama Kekan, Rean dan Capta bermain game sementara Nean sedang telfonan bersama pacarnya. Picka kembali lagi menjadi yang terabaikan.

Menghembuskan nafasnya pelan, Picka melempar botol kecil yang biasa ia minum untuk kesehatan usus. Lihat, Capta hanya menatapnya sekilas. Sudah dua jam Picka di acuhkan. Picka mengerucutkan bibirnya, menghampiri Capta yang duduk di sofa, ia menerobos masuk dan duduk di pangkuan lelaki itu.

Picka melihat game tembak-tembakan yang dimainkan Capta. Sesekali ia menutup layar membuat Capta mengangkat tangannya tinggi atau menyingkirkan tangan Picka.

"Cap? Tega banget sih,"

"Apa?" Capta meletakkan dagunya di atas kepala Picka. "Lo juga mengabaikan gue tadi,"

"Kan tadi di suruh sama Gail," Picka menutup ponsel Capta dengan tangannya. "Handphonenya gue banting juga gimana?"

"Coba aja kalau berani,"

Picka mendusel kesal. "Terus Handphone gue gimana? Masa iya pake yang ini lagi?" Picka mengangkat ponsel jadul miliknya yang kartunya sudah ia pindahkan. Banyak pesan yang harus Picka balas.

"Ya gak papa,"

Picka mencubit puting Capta gemas. Di balas Capta dengan menggigit daun telinga Picka. Picka tertawa kecil. Akhirnya Picka mengalah, diam di pelukan Capta memperhatikan bagaimana game itu dijalankan.

"Tau musuhnya gimana?"

"Ini, tulisannya live. Dua lima, tandanya masih ada dua puluh tiga yang masih hidup. Gue main berdua sama Rean."

"Rean mana? Terus harus kemana? Lihat musuhnya gimana? Kok kecil gitu kelihatan sih? Oh bisa minum juga ya? Makan bisa nggak? Mandi dulu, tidur dulu,"

"Ini bukan the sims," Capta menjitak kepala Picka gemas.

"Gue mau main itu dong, Cap,"

"Bisa, di komputer gue ada,"

Picka mendongak. "Boleh?"

"Boleh. Re, warnet sejam berapa?"

Picka merengek sambil tertawa kecil. "Masa iya disamain sama main di warnet?"

Rean menatap Capta sekilas. "Tiga ribu terakhir gue main,"

"Kapan lo main?"

"Kelas tiga sd, udah hampir sembilan tahun yang lalu,"

"Bangsat." Maki Capta, Rean tertawa keras.

Picka kembali melihat Capta bermain. "Oh bisa naik mobil juga? Motor bisa nggak?"

"Bisa,"

"Coba naik motor,"

"Nggak ada motornya,"

"Harus beli dulu, gitu?"

"Udah diam, lihat aja nggak perlu tanya-tanya," Capta membungkam mulut Picka, mencium pipinya gemas lalu melanjutkan permainan.

Picka akhirnya bungkam, hampir saja tertidur jika tidak ada getaran di ponselnya. Panggilan nomor tidak di kenal.

"Hallo?" Jawab Picka malas.

"Ini gue," Mata Picka terbuka sempurna. "Kita perlu bicara babe, lo nggak bisa tinggalin gue gitu aja."

Picka keluar dari pelukan Capta. "Kemana?"

"Hah? Ke kamar, ngantuk,"

Capta meletakkan Handphone miliknya setelah dilayar ponsel menampilkan gambar chiken dinner. "Sini Handphonenya," Capta mengadahkan tangan.

"Buat apa? Itu punya lo lebih bagus," Tunjuk Picka mengulum senyum.

"Dari siapa?" Picka menggigit bibirnya, menggaruk kepalanya gugup. Capta menunggu, tidak kunjung mendapat jawaban ia merampas ponsel Picka paksa kemudian berjalan ke balkon. "Ngapain lo telfon bangsat."

"Hei, Cap. Urusan kita belum selesai,"

Picka berusaha mengambil Handphone namun Capta menahan tangannya. Entah apa yang mereka bicarakan karena setelah itu Capta menutup panggilan tersebut dan berjalan dengan langkah lebar keluar dari apartemen.

Nean, Gail, Kekan dan Rean menatap dua pasangan itu sambil menggeleng pelan.

"Cap, mau kemana?!" Picka berlari mengimbangi langkah Capta. Tiba-tiba kejadian minggu lalu melintas di fikiran Picka. Tidak ingin terjadi, Picka merebut kunci mobil di tangan Capta lalu menyembunyikannya ke dalam baju.

"Kembaliin."

Picka berjalan mundur. "Mau kemana? Ketemu James?"

"Masuk apartemen lo."

"Gue ikut."

"Nggak." Capta berjalan mendekat. "Kembaliin."

"Gue yang bawa mobil." Picka berlari menuju mobil Capta, mengambil alih kemudi. Capta menghela nafas pelan, memberitahu posisi dimana ia akan bertemu James.

Selama perjalanan keduanya lebih banyak diam, Picka fokus mengemudi. Setibanya di Ozzy, Picka menahan tangan Capta saat lelaki itu akan keluar.

"Nggak ada kekerasan." Kata Picka memperingati, Capta menghempaskan tangan Picka kemudian keluar menghampiri James yang sudah menunggunya.

Picka segera menyusul, James melompat turun dari mobil menyambut keduanya. Picka berlari mendahului Capta menahan tubuh James yang sepertinya akan memulai perkelahian. "Tanpa kekerasan." Picka menunjuk James tepat di wajahnya. "Ngerti?"

James menatap Picka lama, ia tersenyum. "Oke," Ujarnya mencium kepala Picka dengan sengaja. Melihat itu Capta melangkah maju namun Picka segera menghentikan. James tertawa kecil.

"Dia nggak bisa lo percaya, Picka," Kata James menyeringai. "Nggak suka dia sama lo, percaya sama gue, lo itu mainan baru untuknya,"

"Tutup mulut lo anjing." Geram Capta.

James tertawa kecil. "Gue tau Capta sebelum lo kenal dia," James kembali duduk di atas mobil menghidupkan rokoknya. "Semua cewek mainan buat dia, lo nggak percaya? Boleh tanya sama sohibnya, Nean kalau nggak salah,"

"Lo hanya mau bahas ini?" Tanya Picka pelan.

"Gue hanya nggak mau lo sakit sayang, gue perduli sama lo,"

Picka menggeleng. "Nggak Jams, lo selalu sakitin gue."

"Itu karena lo nggak nggak bisa di bilangin."

"Gue bukan anak kecil Jams," Geram Picka mengusap wajahnya.

"Lo gadis kecil gue, Picka." James membuang rokoknya kesal. "Sampai kapanpun dimata gue, lo hanya gadis kecil umur delapan tahun yang gue temuin lagi nangis karena anjing lo mati." Picka terdiam, keduanya saling melempar tatapan tajam. "he's a fucking guy." Gumam James pelan.

Picka membuang wajahnya. "Same of you,"

"I dont leave you," Kata James pelan, menatap Picka begitu lembut.

Picka tertawa kecil menutupi semua luka yang pernah James berikan. "Lo selalu tinggalin gue. Lo nggak pernah sadar itu Jams, lo selalu datang dan pergi sesuai hati lo. Perlakukan gue semau lo." Picka tersenyum. "Thanks about all of them, jangan cari gue lagi."

James menatap Picka. "Are you sure?"

Picka terdiam, matanya mulai berkaca-kaca. Bibirnya bergetar dengan kedua tangan mengepal. Bukan ini yang Picka inginkan, ia sudah mencoba memikirkan jalan keluar yang terbaik untuknya, Capta dan James. Hanya ini yang bisa Picka putuskan.

"Ya." Kata Picka dengan suara parau.

Picka seperti baru saja kehilangan orang melebihi keluarganya. Picka seperti baru saja kehilangan satu organ penting di tubuhnya. Ia berbalik meninggalkan James, membuat air mata itu jatuh ke tanah. Picka menghapus semua kenangan paling buruk yang selalu diingatnya, sekarang Picka hanya mengenal James dan semua perilaku baik lelaki itu padanya.

Kedua lelaki itu saling menatap satu sama lain, James menyeringai lalu menunjukkan jari tengahnya pada Capta.

Capta mengambil alih kemudi, sesekali menatap Picka yang diam menatap jendela. Baru saja Capta mendapatkan pesan bahwa teman-temannya sudah pulang dari apartemen. Capta menghembuskan nafasnya pelan.

"Lo-" Panggil keduanya menoleh bersamaan.

"Lo dulu," Capta mempersilahkan.

Picka tersenyum kecil, menyerongkan tubuhnya menghadap Capta. Picka menatap lelaki itu lama. Segala perasaan muncul untuk lelaki di hadapannya saat ini. Picka merasakan manusia paling menyedihkan dan manusia paling bahagia di waktu bersamaan ketika bersama Capta. Kadang Picka berfikir apakah semua ini nyata? Kenapa rasanya masih tidak bisa Picka sentuh.

"Cap-"

"Kalau lo mau tanya maksud dari ucapan James," Capta menoleh. "Whatever,"

Picka menggeleng. "Kadang gue bingung sendiri Cap, lo itu siapa sekarang. Di waktu bersamaan lo bisa baik dan jahat sama gue. Lo bisa terbangin gue setinggi-tingginya, dan lo bisa buat gue sejatuh-jatuhnya. Lo nggak pernah bilang suka sama gue, lo hanya bilang kita pacaran. Pacaran tanpa perasaan di dalamnya? Gue nggak tau perasaan lo ke gue itu sebenarnya gimana."

"Nggak semua hal bisa di ungkapkan."

"Iya, gue tau ada tipikal orang yang seperti itu. Tapi dalam hal ini berbeda,"

"Lo kepancing kata-kata dia?"

"Nggak ada dia disini." Kata Picka cepat. "Ini tentang gue sama lo."

Capta memilih bungkam, memarkirkan mobilnya di basement. Setelah mesin berhenti dan lampu mobil mati keheningan dan kegelapan terjadi. Capta mengetuk ujung jemarinya di atas stir, menghadap depan.

"Semua orang punya masa lalu yang buruk, termasuk gue." Capta menoleh. "Gue nggak sempurna seperti yang ada di otak lo. Semua orang juga berubah, menjadi lebih baik. Itu gue,"

"Pertanyaan gue satu Cap. Lo suka sama gue?" Tanya Picka dengan nada begitu lembut, ada cahaya di bola matanya, menatap Capta teduh dalam kegelapan. "Cap?"

"Gue baru aja ngelakuin kesalahan besar di belakang lo," Capta menghela nafas pelan, membasahi bibirnya. "Sory,"

"Apa?"

"Lo nggak harus tau," Capta mengambil tas di kursi belakang, memberikan sebuah earphone dan MP3 pada Picka. "Satu pertanyaan, akan gue jawab jujur. Pikirin baik-baik sebelum bertanya, dan gue harap itu bukan pertanyaan tolol yang lo sendiri tau jawabannya."

Picka meremas MP3 di tangannya, menyaring beribu pertanyaan yang ada di otaknya, apa membuatnya begitu penasaran akan sosok misterius di hadapannya saat ini.

"Who is your first sex partner?"

Capta tertawa kecil. "Serius lo tanya ini?"

Picka menggeleng. "Nggak-nggak," Katanya memikirkan pertanyaan lain. Lima menit, sepuluh menit. Picka menyerah, kenapa harus satu pertanyaan. "Gue simpan aja dulu, deh, kalau gue udah tau pertanyaannya gue kasih tau lo,"

"Okay," Capta tertawa pelan.

Picka menghembuskan nafasnya, ia tersenyum kecil keluar dari mobil. Berjalan menuju koridor setelah memberikan lambaian pada Capta yang masih di tempat. Picka memasang earphone di telinga. Hanya ada satu lagu disana. Picka memutarnya.

Oh, there she goes again,
Every morning it's the same
You walk on by my house
I wanna call out your name

I wanted to tell you how beautiful you are from where I'm standing
You got me thinking what we could be 'cause

Sudut bibir Picka terangkat ke atas perlahan, suara khas dari Shawn Mendes mengalun lembut. Picka memang tidak terlalu fasih dalam bahasa Inggris, tapi ia mengerti.

I keep craving, craving, you don't know but it's true
Can't get my mouth to say the words they want to say to you

This is typical love, love

Langkah Picka terhenti.

Can't wait anymore, I won't wait I need to tell you how I feel when I see us together forever

In my dreams, you're with me
We'll be everything I want us to be
And from there, who knows, maybe this will be the night that we kiss for the first time
Or is that just me and my imagination-

Picka menarik lepas earphone di telinganya kemudian berbalik cepat menghampiri Capta, terlambat karena Capta sudah berdiri di belakangnya. Keduanya melempar tatapan yang sama, Picka menggenggam kuat MP3 di tangannya.

Senyum Picka bergetar, ia menunduk kemudian menatap Capta lagi. Entah bagaimana perasaan lelaki itu padanya saat ini, apa yang dirahasiakan, apa yang sedang terjadi, Picka tidak perduli. Picka tahu tatapan mata Capta saat menatapnya, begitu intens seperti menyampaikan maksud lain. Picka tahu mata itu mengirimkan sebuah perasaan yang sama dengannya. Hanya saja, ada yang membuat Capta takut untuk membuka bahkan berkata bahwa Picka benar.

"Cap?" Picka melangkah maju, mempertipis jarak.

Capta mengangkat tangannya, mengelus pipi Picka. Menatap Picka mulai dari rambut, wajah, tangan dan kakinya. Capta tersenyum kecil.

"Cap?"

"Kadang gue berfikir, lo hanya imajinasi gue. Lo nggak pernah nyata di hidup gue."

"Kenapa?"

"Gue pernah jatuh cinta, rasanya seperti lo gantung diri tapi nggak bisa mati. Sampai saat ini gue nggak percaya suatu perasaan tolol itu bisa menyatu dalam dua manusia dengan fikiran yang sama."

"Cap," Picka menggenggam tangan Capta di pipinya.

Picka memejamkan kedua matanya saat Capta mendaratkan sebuah ciuman di keningnya. Turun di kedua mata dan pipinya. Picka membuka matanya perlahan saat hidungnya bersentuhan dengan milik Capta. Keduanya tersenyum, Capta menghembuskan nafasnya lega menarik Picka dalam pelukan.

"I love game. But you? You are not a game."

"So? Gue apa di hidup lo?"

We'll be everything I want us to be, Pickaella.

TBC

☝🏻☝🏻☝🏻☝🏻☝🏻
Lirik dan terjemahan lagu yang di kasih Capta untuk Picka

Continuă lectura

O să-ți placă și

2 REY De zulfanuru

Ficțiune adolescenți

3.7M 230K 58
"REY!!" Satu panggilan itu mampu membuat dua orang sekaligus berbalik sambil sama-sama berteriak, "APA?!" Semua berawal dari tiga huruf itu.
DUNIA DANIA ✅ De Liya Pratiwi

Ficțiune adolescenți

10.4K 1.1K 95
Jika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedap...
Crazy Possessive [TERBIT] De Dira

Ficțiune adolescenți

4.8M 290K 85
SUPAYA NGGAK BINGUNG, BACA SESUAI URUTAN! 1. CRAZY POSSESSIVE (TERBIT) - SELF PUBLISH, PESAN DI GUA AJA - 2. EX (TERBIT) - ADA DI GRAMEDIA - 3. HIS G...
2.2K 159 82
EPHEMERAL Sejenak beralih dari ~Don't Leave Me~ dan ~Psychopath Doctor~, Ucu Irna Marhamah kembali menulis novel romance di tahun ini. Hope you like...