MYSELF [Proses Revisi]

Por Akunnya_DicoSuuu

106K 342 12

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! Cika selalu menganggap laki-laki bernama Ciko itu cowok idamannya. Merasakan sa... Mais

Prolog

MYSELF 1

5.8K 129 5
Por Akunnya_DicoSuuu

Kasih tahu kalo ada typo!

***

Cika membuka pintu, bertepatan dengan Dika-adiknya-yang juga tampak membuka pintu kamar. Ia tersenyum kemudian berjalan mendekati adiknya kemudian menciumi pipi Dika. Meskipun adiknya sudah menjadi remaja dan sudah tidak bertingkan manis seperti dulu, tapi ia suka mengusili bocah SMP seolah boneka mainannya.

"Ihh, geli." Dika memberontak dan berusaha menjauhkan tubuh kakaknya. Walaupun tubuh Dika lebih tinggi, tapi tenaga Cika tidak main-main.

Puas sudah mengerjai adiknya, Cika tertawa kemudian mengusap pipi adiknya yang terdapat sisa air liur. Setelahnya, dapat ditebak jika kedua orang itu akan terlibat perkelahian. Cika segera berlari sebelum Dika dapat mengejarnya, meskipun itu sedikit mustahil mengingat Dika yang sudah memiliki kaki panjang walaupun masih bocah SMP.

"Sini lo." Dika berhenti berlari. Keduanya saat ini tengah berada di ruang tamu. Meskipun keduanya sudah cukup dekat, tapi mereka terhalang meja sehingga Dika tidak bisa meraih Cika.

Cika tertawa kemudian berlari kembali dan diikuti oleh Dika. Keduanya berlarian ke sana kemari, bahkan mereka berlari hingga ke kamar kembali. Dika benar-benar tidak menyerah mengejar kakaknya. Di saat ia sudah berhasil menangkap Cika, gadis itu secara membabi buta memukuli tubuhnya atau melempari barang-barang yang berada di sekitar mereka.

Kegaduhan mereka terhenti saat Dika secara tidak sengaja menabrak seorang bocah SD yang entah bagaimana bisa muncul di antara mereka. Beruntungnya bocah SD itu tidak menangis meskipun sudah ditabrak oleh Dika yang Cika yakini itu cukup sakit. Meskipun tidak menangis, bocah itu tampak memasang wajah masam sembari menggerutu karena membuat tangannya terluka.

"Lo ngapain sih Cil tiba-tiba nongol gitu?" Dika tampak kesal dengan kedatangan dari bocah berpakaian merah-putih tersebut. Ia tadi juga ikut terjatuh dan menimpa bocah kecil yang dirinya panggil "Cil" tersebut. Cil yang dimaksud adalah "Bocil", ia memanggilnya demikian karena gadis tersebut masih berjarak beberapa tahun di bawahnya.

"Ya lagian tadi Mas Dika sama Mbak Cika dipanggil nggak nyaut-nyaut, pas denger ada rame-rame ya aku samperin. Nggak taunya Mas Dika malah nabrak aku, ini tangan aku jadi sakit." Setelah menjelaskan secara singkat, gadis itu tampak kembali manyun dan mendekati Cika untuk mengadu kesakitan.

Dika yang melihat itu memutar bola matanya malas. Di sana tampak Cika yang meminta maaf kemudian meniup lengan bocah SD tersebut beberapa kali. Namanya adalah Anastasya, atau yang kerap dipanggil Ana, tapi tidak berlaku untuk Dika karena remaja itu akan memanggilnya bocil.

"Kak, mau nebeng. Papa lagi nggak ada di rumah, jadi nggak ada yang nganterin." Ana secara tiba-tiba berujar apa maksud dari kedatangannya. Gadis itu kemudian tersenyum lebar lalu menarik tangannya dari cekalan Cika.

Mendengar hal itu hanya bisa diangguki oleh Cika. Ia sudah biasa dalam kondisi ini. Sekolah Ana tidak cukup jauh dari sekolah Cika, maka biasanya jika tidak ada yang mengantar, bocah itu akan datang dan meminta untuk ikut Cika dan Dika. Karena hari ini Cika dan Dika tidak sarapan di rumah, ketiganya memutuskan untuk segera ke mobil. Dika duduk di depan dekat dengan sopir, sedangkan Cika dan Ana duduk di belakang. Suasana mobil cukup ramai karena Ana terus saja mengoceh meskipun Dika yang duduk di depan sudah berujar jika gadis itu berisik.

"Cil, berisik ngerti, nggak? Ini kuping gue sakit, loh." Dika berujar karena mendengar suara Ana yang semakin didengar membuat telinganya sampai berdengung. Namun, balasan dari Ana hanyalah juluran lidah yang membuat Dika hanya bisa menggerutu sedangkan Cika hanya tertawa karena tingkah dari kedua orang tersebut.

"Tau nggak sih, Kak." Jeda sebentar sebelum Ana melanjutkan ucapannya, "temen-temenku udah pada pacaran tau."

Mata Cika melotot mendengarnya. Ia tidak salah dengar, kan? Ini masalahnya Ana itu masih bocah SD dan masih kelas 4. Bayangkan saja bocah berumur sekitar 10 tahun berpacaran, Cika membayangkannya saja sudah merasa geli. Bahkan Dika yang duduk di depannya juga tampak tertarik dengan topik perbincangan kali ini, cowok itu bahkan sudah memutar tubuhnya untuk mempermudah mereka terlibat dalam perbincangan.

"Kamu jangan pacaran, ngerti?" Cika berusaha memperingati Ana mengingat bocah itu masih cukup anak-anak untuk melakukan hal demikian. "Lagian kamu dapet cerita dari siapa kalo temen-temenmu udah pada pacaran?" tanya Cika.

Ana tampak terdiam sebentar. "Dari mereka sendiri, pacaran sama kakak kelas, tapi aku nggak ikut-ikutan kok."

Cika bernapas lega. Setidaknya Ana tidak mengikuti hal-hal demikian di usia belianya. Ya memang jika diingat-ingat memang masa SD-nya juga hampir sama seperti Ana, tapi entah kenapa ia juga tetap syok mendengarnya. Beberapa teman SD-nya dulu berujar jika mereka berpacaran, entah itu nyata atau tidak, tapi yang pasti Cika tidak mengikutinya. Bahkan hingga sekarang saja, Cika belum merasakan yang namanya pacaran.

"Lo ngomong gitu sekaligus sirik ya, kan?"

Cika melototi Dika yang tiba-tiba berujar. "Apaan sih lo. Ana masih bocah, nggak usah pacaran-pacaran, lo juga dengerin, masih SMP, nggak usah gaya-gayaan pacar-pacaran. Kencing aja belum lurus mau sok-sokan ngapelin pacar." Ucapan Cika membuat Dika melotot kemudian melempar tas ranselnya hingga mengenai wajah kakaknya.

"Tapi yang dibilang Mbak Cika ada benernya, Mas. Masih kecil nggak usah pacaran dulu, nanti kalo udah SMA baru boleh, nunggu dewasa kalo kata saya." Tiba-tiba Pak Budi-supir keluarga Cika-berujar yang membuat Dika melotot tak percaya, sedangkan Cika berteriak kegirangan karena ada yang membelanya.

Perkelahian mereka terhenti setelah Dika turun lebih dulu, bahkan remaja laki-laki tersebut sampai membanting pintu saking kesalnya. Cika sendiri hanya terkikik kemudian mengajak Pak Budi untuk bertos ria karena mereka satu pemikiran, sedangkan Ana hanya diam melihat perkelahian sepasang kakak-adik tersebut.

Perjalanan dilanjutkan, Ana turun lebih dulu dari Cika. Sebelum turun, Ana mengucapkan terima kasih karena sudah memberikan tumpangan. Cika mengangguk kemudian tersenyum. Memiliki adik laki-laki membuat Cika sering mengeluh, apalagi Dika adalah tipe orang yang suka mengajaknya untuk ribut. Namun, berkat Ana-tetangganya yang super cerewet-setidaknya ia bisa memiliki seorang adik perempuan walaupun ia juga harus bersabar dengan tingkah Ana yang kadang membuatnya pusing, tapi paling tidak ada orang yang mau mendengar keluh kesahnya saat ia sedang kesepian di rumah.

Sekolah Cika tidak begitu jauh dari sekolah Ana. Ia segera turun dan bertepatan dengan kehadiran dari Clarisa yang merupakan sahabatnya sedari SMP. Keberuntungan memang selalu berada di genggaman Cika karena entah bagaimana mereka selalu bisa terus berada di sekolah yang sama, bahkan di kelas yang sama pula.

"Itu kemarin beneran Ris cerita lo?" tanya Cika setelah mereka mulai berjalan beriringan menuju kelas.

Clarisa mengangguk dengan cepat. Malam minggu kemarin, secara tiba-tiba Cika mendapatkan pesan singkat dari Clarisa yang menjelaskan jika sahabatnya itu kini tengah berpacaran. Pesan singkat itu tentu membuat Cika heboh sendiri. Pesan itu dikirim oleh Clarisa saat jam menunjukkan pukul 10.30, beruntungnya saat itu Cika masih menonton film bersama Dika dan sempat melihat pesan dari sahabatnya.

"Udah resmi nih ceritanya?" tanya Cika dengan nada yang menggoda.

Pipi Clarisa tampak memerah, gadis itu kini di mata Cika semakin memesona. "Iya sih resmi, tapi dia nggak romantis nembaknya."

"Tapi lo tetep demen, kan?

Clarisa tertawa kemudian mengangguk. Cika sendiri tersenyum melihatnya. Ia yang menjadi saksi bagaimana perjalanan Clarisa dulu. Yang berawal suka bergonta-ganti pacar, hingga sekarang pilihannya jatuh pada sesosok pemuda yang dulu begitu dibencinya.

Kelas 11 IPA 4 tampak sudah ramai, beberapa anak tampak sudah keluar-masuk kelas. Hari ini adalah hari senin yang tentu akan dilaksanakannya upacara bendera. Masih ada sekitar 30 menit sebelum dimulai, sehingga Cika memilih untuk meminta diantarkan Clarisa ke kantin mengingat ia belum sarapan.

"Eh, gue udah cerita belum sih kalo kakak gue pulang?"

Mata Cika melotot. "Beneran? Lo kok nggak cerita, sih? Tau gitu kemarin pas gue keluar sama Dika mampir ke sana."

"Maaf, abisnya gue lupa. Malam minggu itu dia pulang, katanya mau bahas apa gitu sama ketua OSIS kita, si Bara. Terus katanya hari ini juga mau ke sini, kita lihat aja nanti pas istirahat."

Cika jadi teringat dulu kakak Clarisa-Ciko-merupakan salah satu siswa yang cukup aktif dan pernah mengikuti beberapa organisasi di sekolah, salah satunya adalah OSIS, bahkan pemuda itu pernah menjabat sebagai ketua OSIS. Untuk kedatangannya ke sini mungkin ada sangkut pautnya dengan itu semua, mengingat sekolah mereka yang sebentar lagi akan mengadakan diesnatalis. Memang sempat beberapa di acara sebelumnya, ketua OSIS atau perwakilan murid 5 tahun terdahulu biasanya akan diundang untuk ikut memeriahkan acara.

***

MYSELF balik lagi. Udah sekitar semingguan kan ya cerita ini belum lanjut. Setelah cerita CLARIO selesai direvisi, aku mulai nulis lagi cerita yang harus aku revisi, salah satunya adalah cerita ini. Aku juga udah mulai nulis satu cerita baru yang judulnya I'm (not) Pretty, cerita ini cukup berbeda karena pake sudut pandang orang pertama. Jadi jangan lupa cek ceritaku yang lain, sampai jumpa di bab selanjutnya.

Makasih♡

Continuar a ler

Também vai Gostar

8.4M 518K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
1.3M 35.4K 8
Di balik dunia yang serba normal, ada hal-hal yang tidak bisa disangkut pautkan dengan kelogisan. Tak selamanya dunia ini masuk akal. Pasti, ada saat...
MARSELANA Por kiaa

Ficção Adolescente

992K 54.8K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...