Nothing Last Forever (Hate-Lo...

By ulphafa

581K 51.7K 1.4K

Bryna tidak ingin kembali ke rumah yang sudah ia tinggalkan selama 4 tahun belakangan. Dia tidak ingin kembal... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua puluh Empat
Dua puluh lima
Dua puluh Enam
Dua puluh Tujuh
Dua puluh Delapan
Dua puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga puluh Tiga (End)
Extra Part

Enam

15.7K 1.5K 17
By ulphafa

Feels like I'm all falling down in string.
Talk me down.
Shaking, by shaking I chance but when..

(Zara Larsson_
Living inside a Dream)

•°•

Bryna tidak tahu berapa lama ia diam dan linglung di kursinya sampai ia berhasil membuka pintunya dengan tangannya yang lemah.

“Mbak baik-baik aja? Ada yang terluka? Butuh bantuan medis?”

“Pagarnya rusak parah nih.”

“Kasi tau pemilik butiknya.”

“Mbak kok nggak hati-hati sih?”

“Ngantuk kali.”

“Baru belajar nyetir kayaknya.”

“Mas-mas yang itu katanya kenal sama ni orang. Tanyain sono!”

“Perlu panggil polisi nggak nih?”

Dan entah kalimat apa lagi yang di dengar Bryna. Ia masih belum juga bereaksi.

Lalu ia merasa tangan yang kuat menyentuh lengannya dan menariknya keluar dari mobil.
Ia menurut tanpa benar-benar menyadari apa yang dilakukannya.

“Kamu terluka?”

Saat mendengar suara itu, barulah Bryna sadar bahwa pemilik tangan yang kuat itu adalah Tama. Laki-laki itu sedang menunduk menatapnya dengan rasa ingin tahu.

Bryna menggeleng lemah. Beberapa detik berlalu, lalu Tama mendekat dan membawa Bryna kedalam pelukannya.

Bryna menurut, rasanya terlalu lega untuk membantahnya sekarang. Kecelakaan itu terlalu mengejutkan dan membuatnya ketakutan. Dan kehadiran Tama yang tampak kuat dan dominan terasa menenangkan baginya.

Nafasnya pendek-pendek dan berat. Dan dia mencengkeram bagian depan kemeja Tama tanpa sadar. Bryna bergidik memikirkan betapa nyarisnya ia kehilangan nyawa karena kecelakaan tadi.

Tapi saat kengeriannya perlahan memudar, rasa malunya datang. Dia menarik nafas panjang dan berkata dengan nada yang tidak stabil.

“Kamu bisa pergi sekarang. Aku baik-baik aja.”

Tama berhenti memeluknya, tapi dia tidak melepas pegangannya pada tangan Bryna. Lalu menggiring Bryna untuk berjalan menuju mobil Tama.

“Kamu mendengarku?”

“Ya.”

“Kalau begitu tidak perlu bersikap baik. Aku baik-baik..”

“Aku tidak bersikap baik.” Tama menatapnya dengan kesal, seolah Bryna sudah menyakiti perasaannya.

“Tidakkah kamu sadar? Kamu terlalu gemetar untuk bisa berdiri sendiri.”

Itu benar. Bryna memang gemetar sampai ke sumsumnya.

Setidaknya untuk saat ini, dia akan mengakui itu pada Tama. Jadi dia membiarkan Tama menjadi pegangannya.

Tama membuka pintu mobilnya, lalu mendudukkan Bryna ke kursi penumpang.

“Tunggu disini sebentar.” Tama menatapnya. “Kamu benar-benar baik-baik saja?”

Melupakan harga diri dan egonya, dia menggeleng.

“Aku ketakutan.” Jawabnya dengan suara yang retak.

Sungguh memalukan untuk mengakui pada Tama bahwa ada air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
Tapi Bryna tidak bisa menahannya. Dia menangis.

“Aku segera kembali.” Kata Tama pendek dan meninggalkan Bryna sendirian di dalam mobilnya.

•°•

Berantakan adalah hal pertama yang muncul dalam pikiran Bryna saat melihat apa yang sudah ia lakukan dengan mobilnya.

Apa yang ada dalam otaknya? Bagaimana dia bisa keluar jalur, kehilangan kendali, merusak pagar dan nyaris membuat dirinya sendiri celaka? Dan bagaimana jika ia melukai orang lain?

Bryna memeluk tubuhnya sendiri saat Tama kembali dan menyodorkan sebotol air yang langsung ia terima.

Laki-laki itu masuk, duduk di kursi pengemudi dan menatap Bryna marah.

“Apa yang terjadi?” Tanyanya kasar.

“Aku nggak tahu, tiba-tiba aja blank, dan tahu-tahu udah keluar jalur, dan.. Astaga, apakah ada orang lain yang terluka?”

Orang-orang masih saja berkerumun disekitar mobil, bertingkah seakan-akan melihatnya adalah hal yang menghibur. Tapi hal itu juga membuat Bryna tidak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan jelas dari sini.

“Untungnya, nggak.”

“Bagaimana dengan.. Kamu tahu? Kerusakan dan semuanya?”

“Sudah diurus.”

Bryna menghembuskan nafas lega. “Thank’s.” Bisiknya pelan.

“Lain kali, kalau kamu ingin bertindak bodoh, usahakan untuk tidak merepotkan orang lain.”

“Apa? Kamu pikir aku sengaja?”

Image kamu sebagai orang yang suka lari dari masalah sudah melegenda Bry. Siapa yang tahu apa yang akan kamu lakukan saat terhimpit masalah pelik seperti ini?”

“Apa?”

Bukankah air mata di pipinya masih terlihat jelas? Tidakkah Tama melihat wajahnya yang pucat? Atau tangannya yang masih gemetar ketakutan? Dan bisa-bisanya Tama menuduhnya seperti itu.

“Apa yang sebenarnya mengganggumu? Tidak bisa move on dari suami adikmu? Penyakit ibumu? masalah keuangan kalian? Atau apa?”

“Bukan urusanmu!”

“Kalau begitu berhentilah berbuat bodoh!”

Bryna menatapnya tak percaya. Ia masih ketakutan, cemas dan gemetaran, dan Tama menyudutkannya begitu saja.

“Bagaimana kamu bisa begitu tidak berperasaan?” Tanyanya.

“Berlatihlah.” Sahut Tama dingin.

“Kenapa kamu selalu melakukannya?”

“Apa?”

“Mengatakan semua hal tanpa perasaan.

“Kebiasaan, mungkin.”

“Aku tidak menyukaimu!”

“Kebanyakan orang juga tidak. Tapi aku tidak mengharapkan sebaliknya.” Sahutnya tak peduli.

“Kamu tahu kenapa? Karena kamu adalah orang yang menyebalkan, sombong, kasar dan tidak berperasaan.”

Jari-jari Tama meluncur di rambut Bryna, menyentuh kulitnya dan menahan kepalanya dengan kuat. Dia menurunkan wajahnya sampai beberapa inci dari wajah Bryna.

“Kamu sudah mengatakan pendapatmu tentangku. Sekarang giliranku untuk mengatakan apa yang kupikirkan tentangmu.”

“Aku tidak peduli apa pendapatmu tentangku.”

“Aku yakin juga begitu.”

Tama menatap mata Bryna dan mendekat lagi.

Stop that!”

Sambil tersenyum, Tama menyentuhkan bibirnya ke bibir Bryna.

“Menurutku, kamu adalah wanita paling menarik yang pernah kutemui, Bryna Aralea Kuncoro.”

Bryna mencoba menjauh, tapi Tama menahan kepalanya dengan sebelah tangan dan menekankan jari-jarinya yang kuat di perut Bryna, tepat di atas tulang rusuknya, membuat usahanya sia-sia.

Lalu Tama memiringkan wajahnya dan menciumnya lagi, menutupi bibirnya dengan miliknya.

Bryna tahu ciuman itu tidak dimaksudkan Tama untuk tujuan romantis, tapi hanya sebagai penghinaan baginya.

Dia membuat suara protes yang tercekik saat Tama menyisipkan lidahnya dan memperdalam ciuman mereka dengan hangat dan lama.

Saat Tama mengangkat kepalanya setelah ciuman itu berakhir, Bryna mendorong dadanya begitu keras hingga Tama terpaksa melepaskannya.

Dia membuka pintu mobil, turun dan berlari menjauh dari mobil dengan marah.

Tama mengikutinya.
Dari belakang, ia menangkap pergelangan tangan Bryna, menahannya di tempat.

“Nggak perlu lari Bry. Aku nggak tertarik untuk mengambil sisa-sisa dari Nickolas Aditama. Sekarang masuk ke mobil, aku akan mengantarmu pulang.”

Bryna berkedip dua kali sebelum ia berhasil mencerna kalimat hinaan yang dilontarkan Tama padanya.

“Aku nggak akan pergi denganmu!” Jawab Bryna tersinggung.

“Takut orang akan melihat kalau kita bersama?”

“Ya. Aku takut tertular sifat burukmu!” Bryna bergidik saking marahnya. “Kamu kurang ajar dan mengerikan!”

Bryna menarik tangannya lepas dari genggaman Tama. Dia benar-benar membenci laki-laki ini. Dia sudah mencoba untuk berkomunikasi secara baik-baik dengannya, tapi ternyata tidak bisa.

“Ya, kamu sudah mengatakan apa yang perlu dikatakan. Masuk ke mobil sekarang!”

No!”

“Sialan! Kita harus bertemu dengan pemilik butik itu sekarang atau masalah ini akan semakin panjang!”

Menelan ego dan harga dirinya, dengan susah payah ia melangkahkan kakinya kembali ke dalam mobil. Membuat jarak sejauh mungkin, Bryna menurut saja kemana Tama membawanya dan tidak mengeluarkan sepatah katapun lagi.

•°•

Bryna baru membuka mulutnya 20 menit kemudian, saat mobil Tama berhenti.

“Apa-apaan ini?” Tuntutnya.

“Dia pemilik tempat ini juga.”

“Diskotik?”

“Aku akan kedalam sendirian.”

“Aku ikut. Aku harus menjelaskan, minta maaf dan..”

“Nggak akan ada bedanya, percayalah.”

“Aku ikut.” Katanya bendel.

“Terserah.”

Tama keluar, berjalan santai menuju pintu depan diskotik seakan dia sudah terbiasa melakukan hal itu. Bryna mengekor dibelakangnya.

Tama berhenti di depan petugas penjaga dan membeli dua tiket di pintu masuk untuk mereka.

“Barang baru, Tam?” Tanya salah satu petugas bertubuh tinggi kurus saat melihat Bryna mengekor Tama.

“Kamu selalu punya selera tinggi tentang wanita.” Tambahnya lagi.

Tama tidak menyahut, dan Bryna tidak tahu apa yang dilakukannya. Tapi petugas itu mendadak ciut dan salah tingkah, seakan baru menyadari kesalahan fatalnya.

Sorry, aku nggak bermaksud..”

Tama mengacuhkannya. Ia masuk kedalam. Kali ini meletakkan tangannya di belakang punggung Bryna dan membawanya disisinya.

Terdapat dance floor yang besar di tengah-tengah ruangan. Nuansanya gelap, dengan hanya mengandalkan cahaya lampu sorot yang berputar-putar dan lampu ambience yang menempel di dinding.

Bryna bergerak tidak nyaman. Ia tidak menyukai tempat ini. Dengan musik menghentak keras, pasangan-pasangan yang saling menempel dengan pakaian minim dan gelas minuman di tangan mereka.

“Tama!” Laki-laki bertubuh tinggi besar dengan perawakan bak bodyguard menghampiri mereka.

Sorry lo harus ikut kesini. Tadinya gue pikir gue butuh bantuan. Tapi semua udah beres sekarang.” Katanya keras.

"Tidak perlu apa-apa lagi sekarang?"

"Tidak."

“Baiklah. Thank’s Har, rincian tagihannya aku tunggu besok dikantor.”

“Siap Tam, gue seneng kerja buat lo.”

Keduanya berjabat tangan.
“Aku balik dulu kalau begitu” Pamit Tama.

“Kenapa harus begitu terburu-buru? Oh..” Ia mengangguk mengerti saat melihat Bryna. “Ok.”

Tama berbalik, tangannya masih berada di punggung Bryna, menekannya dengan gerakan yang menurut Bryna bisa dikategorikan dengan posesif.

“Apa hal ini melibatkan uang?” Tanya Bryna kemudian.

“Ya.”

“Aku akan menggantinya.”

“Nggak perlu.”

“Aku nggak mau berhutang padamu.” Bryna menyahut tajam.

What the hell are you doing here?”

Keduanya berhenti. Menoleh ke kanan dan melihat Nicko mendekat.

“Apa-apan ini? Apa yang kamu lakukan disini Bry? Terutama dengannya.” Nicko berteriak, mengangkat dagunya ke arah Tama diiringi tatapan menghina.

“Jangan meneriakiku, Nick! Aku tidak berkewajiban untuk menjelaskan apa-apa padamu.”

Mungkin Nicko tidak mendengar ucapannya dengan jelas, atau mungkin dia tidak memperhatikannya. Karena ia bertanya lagi.

“Apa yang kamu lakukan? Dia memaksamu kesini? Atau justru kamu yang memintanya untuk membawamu kesini?”

Bryna tersendat. “Yaah, nggak sih, nggak persis begitu, tapi..”

Nicko sekarang menatap Tama dengan tatapan menantang dan mencibir.

“Menjauhlah darinya, brengsek! Jangan mendekatinya kecuali untuk tujuan pekerjaan! Apa kamu mengerti?! Dasar brengsek sialan! Kalau aku melihatmu merayap kearahnya lagi, aku akan..”

Nicko tidak dapat menyelesaikan ancamannya.
Tama memutar lengan Nicko dengan cepat dan membanting tubuhnya ke dinding dengan dorongan yang keras.

Bryna membeku. Takjub dan takut pada saat yang bersamaan.

Nicko berusaha berontak, tapi posisi Tama lebih menguntungkan, dan dia jauh lebih kuat dibanding Nicko.

“Sebelum aku benar-benar menghajarmu, sebaiknya kamu keluar dari sini!”

Suara itu terdengar seram dan tajam.
Tama melepaskan lengan Nicko dan melangkah mundur.
Nicko mencengkeram lengannya sendiri, seolah ingin memastikan dirinya sendiri bahwa tulangnya belum patah.

“Keluar dari sini!” Ulang Tama. Matanya menatap tajam kearah Bryna. Kilatan dingin di dalamnya membuat darahnya membeku. “Dan kamu bisa pulang dengannya!”

Tama lalu berjalan membelakangi mereka begitu saja, sama sekali tidak khawatir apakah Nicko akan melakukan serangan balasan sementara dia berbalik.

Tidak memedulikan beberapa orang yang menatap kearah mereka dengan sembunyi-sembunyi dan rasa ingin tahu yang besar, Tama melewati ambang pintu, sama sekali tidak menoleh lagi, dan menghilang dari pandangan Bryna.

•°•

Thanks yang sudah baca..
😊

Regrads, ulphafa..

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 38.2K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
146K 18.2K 39
•Bittersweet Series 4• _____________ Tuntutan dari orang tua agar ia menikah membuatnya jengah. Ingin rasanya lenyap saja jika setiap harinya di sugu...
276K 29.8K 36
Siapa yang tidak mengenal Kalesha Pratista? Seorang desainer artwork kawat tembaga? Nama Kale membuat Kaffa Parves tergelitik untuk mencari tahu lebi...
17M 754K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...