Would You Still Love Me The S...

By xcumbag

174K 9.9K 309

Asya Shakila Gibran Cewek berpipi gembul yang hidupnya nggak mau menye-menye kayak perempuan yang biasanya a... More

Prolog
[Satu] Hah? Sayang?
[Dua] Asya dan Dunianya
[Tiga] Something in The Past
[Empat] Arza Hilang, Asya Tobat
[Enam] Mas? Masalah buat Asya!
[Tujuh] Kemunculan Arza dan Si Buaya Darat
[Delapan] Perasaan Apa Ini?
[Sembilan] Kata Rayhan, Resmi!
[Sepuluh] Distant Lover
[Sebelas] Wisuda Jurit
[Dua Belas] Mabuk Cinta
[Tiga Belas] Antara Gundah dan Bahagia
[Empat Belas] Sebatas Teman
[Lima Belas] Sebuah Teka-Teki!
[Enam Belas] Pernyataan Cinta
Spoiler!
[Tujuh Belas] Keraguan
Lagi Ngoceh
[Delapan Belas] Wanita dan Egonya
[Sembilan Belas] Pengajuan Nikah
[Dua Puluh] H-1 Pernikahan? Asya Ambruk!
[XXI Bagian 1] Hari Bahagia
[XXI Bagian 2] Hari Bahagia
[XXII] Seoul in Love
Dream Cast
[XXIII] Pinky Promise?
[XXIV] Bitter, sweet...
[XXV] For Better and For Worse
[XXVI] Suami Idaman?

[Lima] Kok Dia Lagi Sih?

5.7K 360 8
By xcumbag

Libur kenaikan kelas terasa sepi kali ini bagi Asya. Minggu pertama liburannya hanya berguling di kasur sambil maraton drama korea. Tisu bekas tangis Asya dan juga plastik bungkus snack berceceran di lantai kamar, terlihat seperti kamar remaja putri yang patah hati. Asya bukannya patah hati, cuma terlarut sama jalan cerita drama Descendant Of The Sun, drakor percintaan antara tentara sama dokter itu. Walaupun menghayati alurnya, bukan berarti Asya tidak mengutuk sesekali dalam hati kalau adegannya nggak realistis. Kesel juga dia tentaranya bisa seganteng Joong Ki, coba kalau di sini.... Duh, nggak bakal ada kayaknya yang mulus gitu. Gara-gara keasikan sama drama korea di laptopnya, Asya sampai tidur hingga larut malam. Alhasil, sekarang dia keasyikan nempel sama bantal. Kemarin saja dia tidak mandi. Dia puas-puasin jadi Ratu Kasur dua hari ini, karena Papa dan Mama nya sedang ada kunjungan ke Bandung selama seminggu. Sang Mama juga memberikan waktu bagi Asya memikirkan tawaran, eh, paksaan agar Asya segera berhijab saat kelas dua belas nanti.

Tok tok tok!

Suara ketukan itu membuat Asya menggerakkan badannya tak senang, matanya masih terpejam rapat-rapat. "Uhmmm, masuk." Ucapnya malas, sambil membenamkan wajahnya untuk bertemu bantal.

"Kebo banget sih Asya! Pantes WA nggak dibales, ternyata ngorok masihan. Udah kayak kapal pecah bekas pergulatan hati aja ini kamar," ujar gadis cantik itu keheranan. Tiara menggelengkan kepalanya melihat hasil karya Asya yang berceceran di lantai. Dia berjinjit berkali-kali menghindari lantai yang sekiranya kotor.

Asya mengintip datangnya gadis bersuara lembut itu dari balik bantalnya, kepalanya masih terasa pusing. Mungkin efek kebanyakan menangis tadi malam. Selain itu, tidurnya juga telat dari jam tidur miliknya sehari-hari. "Oh lo ternyata, Tir... Gue kira pacar gue dateng," ucap Asya dengan suara setengah serak. "Aduh stress pikiran gue nih, Tir."

Tiara duduk di kursi baca yang terletak di dekat balkon, membiarkan angin menyibakkan rambut indahnya tersebut. Gadis ini sangat bertolak belakang dengan Asya, di mana dia jauh lebih anggun dan 'cewek' dibanding Asya. Tubuhnya juga tinggi semampai, kulitnya putih mulus, dan senyumannya dapat melelehkan hati, bisa juga bikin adem perasaan orang yang melihat. Cihuy banget 'kan Tiara ini?

"Kenapa sih kamu, Sya? Serius, udah kayak orang ditolak cinta. Cerita lah, terus abis itu kamu mandi. Rambutmu astaga berminyak banget ini! Nggak mandi berapa abad kamu?" Tiara mendekati Asya dan mengacak rambut temannya itu dengan jijik. Tau kalau sahabatnya ini belum mandi.

"Arza kabur, Tir. Terus tiba-tiba Nyokap minta gue buat pake hijab. Maksa malah," Asya bangkit dari tidurnya dan bersender ke bantalnya yang ditumpuk tinggi-tinggi. Helaan napasnya terdengar sangat berat, "Tau sendirilah gue nggak religius kayak Arza. Eh disuruh berhijab. Malu-maluin hijab aja. Gue nggak dibolehin Beliau keluar rumah kalau nggak pakai hijab sekarang, makanya gue di kamar mulu nih sampai busuk." Keluhnya.

Tiara mengangkat bibirnya membentuk senyuman. "Harusnya kamu bersyukur sih, Sya. Gitu-gitu agamamu jelas, nggak bolong-bolong bangetlah kayak aku. Masih bisa belajar dari ortu sama saudara. Lah aku? Jadi agnostik gini, punya agama cuma buat pajangan di KTP. Kalau nggak gitu, anak kayak aku yang sebenernya nggakpunya agama bisa diusir dari Indo kali." Tiara terkikik geli dengan gurauannya, terdengar realistis sebenarnya. "Kalau udah keluar dari SMA, hal yang aku pengen serbu pertama kali itu nyari agama yang menyejukkan buat kupelajari," celoteh Tiara membuat hati Asya terketuk. Dirinya tentu lebih beruntung dibanding Tiara yang hidup dalam keluarga yang individualis dan egois, tetapi sangat banyak keberagaman di dalamnya. Bukannya gampang untuk bersatu, malah jadinya mudah terpecah belah. Alhasil orangtuanya bercerai saat Tiara masih kecil.

Asya memeluk sahabatnya itu, keduanya meneteskan air mata saat keheningan menerpa.

"Lo kuat banget, ya, Tir. Jadi lo, gue udah bunuh diri kali."

Tiara menghapus air mata di pipi tembem sahabatnya itu, "Aku mati duluan sih nyium baumu yang kayak ayam belum mandi. Haduh, oksigen kurang banget di kamarmu. Bisa tepar pingsan aku," candanya sebelum menggeret tubuh Asya untuk bergegas mandi.

Asya mematut dirinya depan cermin. Setelah mengoleskan lipgloss, tangannya bergerak untuk memasang jarum pentul ke hijabnya. Surai hitam kecoklatannya yang panjang itu sudah tak terlihat, tertutupi kain berwarna merah muda yang warnanya agak pudar. Dengan sweater putih polos dan celana berwarna coklat pastel membuat dirinya tampak memukau.

Tiara yang berdiri di belakangnya pun ikut menyunggingkan senyum ketika Asya sendiri tampak puas melihat dirinya tidak seburuk itu ketika memakai hijab.

"Oh ya, Sya. HP-mu daritadi bunyi pesan WA, tapi aku nggak bisa buka. Ada kata sandinya," ujar Tiara dengan menyerahkan ponsel dengan case bergambar unicorn berwarna biru itu ke tangan Asya.

Asya hanya mengangguk malas, "Cabut sekarang aja yuk,"

***

Asya menenteng dua paperbag berisi belanjaannya. Satu paperbag berisi blazer serta baju-baju lengan panjang, sedangkan yang lain berisi makanan. Tiara hanya membeli dua buku tebal yang Asya tidak tahu tentang apa, kemungkinan besar isinya tentang motivasi dan kata-kata inspiratif yang nggak bakal masuk ke otak dan batin Asya. Hehe. Keduanya melangkah ke Starbucks. Tiara celingukan seperti mencari sesuatu di sana. Dengan cepat, Tiara menarik tangan Asya untuk mengikuti langkahnya. Duh, Tiara. Asya yang kakinya tidak sejenjang dirinya pun kesusahan menyamakan langkah, Asya sedikit ngos-ngosan setelah Tiara bercengir dan melambaikan tangan ke seseorang.

Ah! Mas Macho! Pelatih debat Asya dan Tiara, ternyata Dennis juga ada bersama Mas Macho. Juga beberapa wajah senior Asya waktu SMA nampak di sana. Jangan heran mengapa pelatih debat Asya disebut Mas Macho, karena perawakannya itu gagah dan mirip sama pemain Filosofi Kopi, Chicco Jerikho. Selain itu nama asli Mas Macho adalah Marco, jadilah julukan Macho menempel lekat untuknya. Sekolah Asya yang sangat mendukung komunitas debat itu rela mengeluarkan dana besar untuk menyewa beberapa pelatih kompeten bagi tim debat di sekolahnya. Tentu saja hasil yang diperoleh tidak mengecewakan.

Asya langsung sumringah melihat pelatih gantengnya itu. Pengen rasanya makhluk kayak Mas Macho ini diperbanyak di muka bumi ini. Mas Macho lulusan dari SMA yang sama dengan Asya, dan baru saja diwisuda dari Universitas Indonesia dengan jurusan Hubungan Internasional, lulus dengan predikat menakjubkan tentunya.

"Widih, Asya cakep bener ini. Perasaan latihan buat NSDC kemarin dia masih kebo, sekarang udah kayak sista-sista hijabers yang hits gini." Marco melemparkan candaan yang mengundang gelak tawa gerumbulan mereka.

Asya mencebik kesal, meski terlihat masih menggemaskan. Ecie PD banget dia. "Mas Macho nih bisa aja mujinya. Aku laporin tunangan Mas baru tau rasa," skaknya membuat Marco menjitak kepala Asya yang terbungkus hijab saat ini.

"Mas Cho, ini kita dikumpulin sama alumni-alumni gini ada apa? Berasa balik kayak masa *debate camp nih kumpul masing-masing generasi debaters. Hehehe," Tiara sudah menempel ke arah Mbak Lia, senior debatnya yang berkuliah di Universitas Brawijaya.

Marco berdehem, mengumpulkan suaranya setelah menyesap kopi hangatnya. "Oh gini... Senior-senior kalian ini pengen banget ikut lomba Open Debate. Tapi kekurangan orang, karena *EDS-nya mereka masih belum latihan intensif, nah lombanya mendadak." Tangan Marco sibuk mengeluarkan benda di dalam sakunya. Dia merogoh dalam untuk menemukan ponselnya, kemudian dia menunjukkan poster lomba yang dimaksud mengarahkannya pada Dennis, Tiara, dan juga Asya.

"Woy, gila Mas. Lombanya minggu depan? Musuhnya pasti juri-juri kita itu. Gila gila gila..." Dennis tercengang mendapati tanggal pelaksanaan lomba yang tertera di poster tersebut. "Ngeri banget dah, Mas."

Asya, Dennis, dan Tiara belum pernah mengikuti Open Debate. Lomba dimana peserta debatnya tidak dibatasi oleh institusi pendidikan yang diharuskan membawa tim dari satu sekolah atau satu universitas. Bebas ingin se-tim dengan siapa saja dan batasan umur tidak terbatas. Masalahnya, yang sering berpartisipasi di lomba Open Debate Championship itu adalah mahasiswa-mahasiswa yang aktif di dunia debat. Mereka sering ditemui oleh tim Asya saat di perlombaan debat bahasa Inggris untuk SMA, karena mereka yang mahasiswa itu berperan sebagai juri. Jauh pengalaman dan ilmunya dibanding Asya, Dennis, dan Tiara yang masih SMA.

Keanu, senior debat yang lain merespons, "Nggak semenakutkan itu, Bocah-bocah. Pasti ada lah yang argumennya nyampah, tenang aja. Untuk ukuran anak SMA, kalian nggak malu-maluin amat kok." Ucapan Keanu yang selalu saja nyinyir terdengar menggelikan bagi selera humor Tiara.

"Sok pinter bener deh Mas, heran aku," ucap Tiara sambil menyikut lengan Keanu.

Mas Macho tiba-tiba menunjuk seseorang eh bukan, tiga orang dengan postur tegap, badan atletis, dan lagi menenteng tas di tangan masing-masing. Mereka berjalan bak di karpet merah. Mengundang perhatian beberapa pasang mata di mall. Keramaian sibuk berbisik penuh kekaguman melihat tiga pemuda tersebut. Di depan tiga orang tersebut, ada Mas Jeje dengan perut buncit. Tidak masuk dalam hitungan tiga pemuda yang menuai keramaian di pusat perbelanjaan itu.

Keanu berdecih, "Dateng juga nih Mas Mbul. Ngaret benerrrr." Celetuknya.

Asya masih sibuk mengobrol dengan Tiara tak sadar kehadiran pelatihnya yang lain, Jeje, dengan beberapa pemuda yang membuntuti langkahnya.

"Nih guys, yang jadi rekan sparring kalian. Mereka juga ikut Open Debate." Mas Jeje langsung menyerbu anak buahnya dengan pernyataan yang bikin melongo. Anak asuhannya yang tadinya sibuk dengan gadget dan bergossip ria pun menoleh ke arah Mas Jeje, lebih tepatnya di belakangnya itu.

"Siap. Perkenalkan nama saya Deo, dari AAU. Sebagai First speaker."

"Siap. Nama saya Febrianto, pemimpin EDS dari AAL. Pembicara kedua di tim."

"Siap. Bertindak sebagai Third speaker, saya Rayhan. Dari Akmil, laksanakan."

Ketiga pemuda tersebut memperkenalkan diri seperti menghadap Komandan. Teman serta senior Asya pun tergelak tawa. Sedangkan Asya melongo menatap cowok yang memperkenalkan diri sebagai Rayhan. Iya, Rayhan yang pernah bersinggah ke rumahnya itu. Bedanya dia menggunakan pakaian yang lebih santai, masih tetap rapi menggunakan kemeja berwarna gelap. Ditambah dengan kacamata yang membuat tampilannya jauh berbeda saat bertemu Asya pertama kali. Rayhan melempar senyuman ke arah Asya, lesung pipinya itu tercetak jelas di wajah. Asya memalingkan muka, tak mau menatap cowok tersebut.

"Kok dia lagi sih?" batin Asya kesal.

***

[ *Debate Camp : Camping yang diadakan untuk mengulas materi atau mosi debat dan membentuk ikatan antar tim dengan cara pembelajaran yang menyenangkan. (Menginap, barbecue, dll.)

*EDS ; English Debate Society  ]

a.n// Ini, ya gambarannya Bang Rayhan.

Di cerita ini aku mau nyalurin keluh kesahnya seseorang yang dekat sama aku, kebetulan seorang taruna, yang sering dicap kalau calon perwira remaja itu cuma modal fisik dan intelektual nol. Nah, lewat cerita ini, kebetulan aku juga ada background debate, dia pun begitu. Kita mau ngasih tau di Akademi itu nggak melulu tentang kegiatan jasmani, intelektual pun diperhitungkan.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 109K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
3.7M 40.3K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
2M 9.5K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
383K 21.5K 29
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...