[ChanBaek] Troublemaker

Da bbbaekhyunie

1.1M 99.7K 8.3K

"Berjanjilah satu hal padaku." "Apa itu?" "Jangan jatuh hati pada Chanyeol." [YAOI, 15+] [Beberapa dari chapt... Altro

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Side Story: ChanBaek
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44 (Part 1)
Chapter 44 (Part 2)
Not An Update
[Private] Final Chapter (Part 1)
[Private] Final Chapter (Part 2) [END]
Epilog
Side Story - Kisses (HunHan)
Side Story - The Ring (ChanBaek)
Bonus Chapter

Chapter 36

15.7K 1.4K 155
Da bbbaekhyunie

AUTHOR POV

Luhan berlari terburu-buru di balut piyama hijau-nya menuju lift. Genggaman nya pada sebuah benda kotak ditangannya mengerat, sesaat sebelumnya Sehun menelponnya dengan suara serak, menunjukkan kalau namja albino itu sedang menangis. Ia mengetuk-ngetukkan jarinya tak sabar saat pintu lift tak kunjung terbuka.

Luhan menyerah dengan lift, kaki-kaki kecilnya dengan cepat menyusuri tangga darurat tanpa khawatir kalau ia bisa saja tersandung dan berakhir membocorkan kepala seperti Jongin. Ia menyusuri lantai demi lantai sampai-sampai ia pikir kakinya akan lepas jika ia menuruni tangga lebih banyak.

Jantung Luhan terbenam dalam kelegaan yang sempurna saat matanya menangkap sosok namja albino terduduk lesu di kursi panjang yang dipayungi pohon rindang taman. Sambil menghatur nafas, ia mendekat ke arah Sehun dengan pelan.

Sehun melirik Luhan dan sedikit terkejut saat 'kekasih'-nya itu masih berpiyama, lengkap dengan rambut cokelatnya yang berantakan akibat meniduri bantal. Bahkan Luhan masih memakai sandal lantainya, membuat Sehun mau tak mau tersenyum kecil.

"K-Kenapa kau tersenyum? Kupikir kau hendak membunuh dirimu saat kau menelponku tadi." Luhan mem-pout dan duduk disamping Sehun. Melihat kekasihnya itu ternyata tidak separah yang ia pikirkan, hatinya mulai tenang dan ia menguap.

Sehun melihat dirinya sendiri di dalam Luhan. Seseorang yang selalu mengutamakan orang yang ia sukai di segala kesempatan, seseorang yang selalu berkorban demi orang yang ia sayangi. Luhan menyayanginya, sebagaimana ia menyayangi Baekhyun. Dan Sehun tidak tahu harus bersyukur atau merasa bersalah akan hal itu.

"Gege."

Luhan menoleh ke arahnya dengan mata setengah tertutup, bibirnya memerah dan ekspresinya sayu. Bahunya menurun dan ia tampak seperti anak berumur lima tahun yang dipaksa ibunya untuk menghirup udara segar di pagi hari. Sehun tersenyum dan menggeser posisi duduknya mendekat ke Luhan, membuat mata sayu itu melebar seketika.

Sehun terus mendekat perlahan, tangannya sekarang bertengger dibelakang punggung Luhan, tepat seperti para ahjussi penggoda. Luhan tidak tahu mana yang lebih merah; telinga atau pipinya, tapi ia tahu tatapan santai Sehun membuatnya mengepalkan tangan tanpa sadar.

Tangan Sehun terangkat ke udara perlahan-lahan diikuti tatapan gugup Luhan. Luhan sedikit menciut dan memejamkan mata saat sedetik setelahnya ia rasakan sentuhan lembut di rambutnya. Luhan membuka mata namun ia tidak merasakan apa-yang-ia-harapkan, Sehun hanya mengelus dan merapikan rambutnya, tidak lebih dekat.

Luhan merasa sangat malu ketika Sehun mengusap ujung bibirnya-dimana bekas saliva nya yang mengering terlihat jelas, Sehun terkekeh kecil karena kepolosan namja kecil didepannya, sebelum menjauh dan menatap ke depan.

"Luar biasa," Sehun menerawang, "Aku tidak tahu kau punya aura semacam itu, gege."

"Aura apa?"

"Aura yang bisa membuat orang senang hanya dengan berdekatan denganmu. Kau mungkin tak ingin tahu lebih jauh, tapi aku... benar-benar merasa seperti akan mati beberapa menit sebelum kau datang." Sehun tersenyum penuh luka, menatap kedua kakinya yang sekarang bergoyang-goyang indah. Ia melirik Luhan yang menatapnya bingung. "Percayalah, kau tidak mau tahu alasannya."

"Aku ingin tahu." Susul Luhan cepat sebelum membiarkan kalimat pasif itu terbang begitu saja. "Aku ingin tahu, Sehun. Tak masalah jika itu hal yang tidak seharusnya kudengar. Aku mendengarkanmu sebagai Luhan, kakak kelasmu yang kau tolong saat dipukuli, bukan Luhan kekasihmu."

Sehun memastikan tatapan teguh Luhan tidak luntur untuk beberapa detik, setelah ia yakin kalau Luhan benar-benar ingin mendengarkannya, Sehun memutar badannya untuk menghadap Luhan dan berdeham pelan.

"Ada seorang namja di hidupku, dia adalah seorang namja biasa dengan mata indah, senyum indah, bibir indah, jari-jari yang indah, segala sesuatu dari dirinya sangat indah, nyaris sempurna untukku. Namja itu bernama Byun Baekhyun."

Luhan terdiam ketika ia tahu kemana pembicaraan ini mengarah.

"Disisi lain, ada seorang namja yang sangat ku hormati sepanjang hidupku. Ia adalah namja yang kuat, tampan, gagah, bisa dibilang ia adalah 'kebalikan' sosok namja yang pertama kusebutkan. Sebut saja dia Park Chanyeol."

"Aku tidak tahu kalau aku layak menjalani hidup sebelum bertemu Baekhyun, karena ialah yang membantuku bangkit setelah kehilangan seorang kakak yang amat sangat berharga. Pada mulanya, aku menganggapnya sebagai pengganti Chanyeol. Ya, dia merawatku dengan sangat baik. Aku mulai menghormatinya, membuka hati untuknya. Seorang Byun Baekhyun adalah sosok yang sangat ceria, bersahabat, bisa kau lihat dari bagaimana cara ia memperlakukan teman-temannya. Aku tidak tahu sejak kapan, namun aku mulai merasakan perasaan yang berlebihan padanya beberapa tahun lalu. Aku tumbuh bersamanya, menemaninya disetiap tangisnya saat ia dipukuli oleh ayahnya, Byun Baekhyun adalah seorang namja yang malang namun beruntung, hidup mengandalkan otaknya yang sempurna dan kepribadiannya yang brilian."

Sehun tersenyum miris lalu menjilat pelan bibirnya, enggan menatap Luhan. "Tak butuh waktu lama untuk menyadari kalau aku telah jatuh cinta padanya. Seperti yang kau bilang, tidak ada orang yang tidak menyukai Baekhyun. Ia akan tersenyum disetiap kesempatan, membuatku mau tak mau terus dan terus mengaguminya. Saat itu, ketika aku menemukan Baekhyun adalah satu-satunya orang yang merawatku ketika aku sakit, aku pikir akhirnya aku menemukan sesuatu yang bisa kumiliki tanpa dimiliki Chanyeol juga."

"Percayalah, aku bisa berada disini, semua karena dirinya. Aku berusaha keras belajar agar aku bisa mendapatkan posisi pangeran sekolah, bersanding dengannya. Astaga, Luhan, kau mungkin tidak akan mengerti bagaimana besarnya perasaanku terhadap Baekhyun." Sehun tertawa, bukan karena ia menyadari dirinya terlihat konyol, namun ia tahu pelupuk matanya sudah dipenuhi cairan bening yang bisa lolos kapan saja.

"Lalu Chanyeol datang, begitu saja. Ia datang dan mengambil Baekhyun dariku, satu-satunya hal yang ingin kumiliki di dunia ini, satu-satunya orang yang kubutuhkan untuk bertahan hidup. Aku menunggu Baekhyun bertahun-tahun, seakan berdiri diatas api untuk menunggu sesuatu yang tak mungkin datang. Baekhyun bisa diibaratkan sebuah vitamin yang terkontaminasi nikotin, menyegarkan namun menimbulkan candu."

"Hari ini, aku mengatakan pada Baekhyun yang sebenar-benarnya. Aku mencurahkan semua perasaanku selama bertahun-tahun padanya, bagaimana aku selama ini selalu mengaguminya dalam diam, dan kau tahu apa? Ya, dia menyukaiku juga." Sehun mengelap satu tetes air mata yang lolos dengan punggung tangannya. "Namun ia menyayangi Chanyeol. Ia memilih Chanyeol, bukan aku. Orang yang menunggunya seperti ini, orang yang menangis bersamanya selama ini telah dicampakkan. Aku dan Chanyeol sama-sama bisa menyayanginya, sama sama mencintainya, sama sama bisa melukainya, namun ia memilih Chanyeol, bukan aku. Untuk yang kesekian lakinya, orang-orang yang kusayangi lebih memilih Chanyeol dibandingkan aku."

Sehun terdiam beberapa saat karena ia takjub beban yang tadinya seakan menekan bahunya terangkat lepas. Ia tersenyum, membiarkan beberapa tetes airmata jatuh sebelum benar-benar menyekanya. Ia memandang Luhan, terkejut saat namja kecil itu seperti tenggelam dalam air mata.

"Luhan..." Sehun mendekat, menyentuh pipi Luhan yang basah oleh air matanya sendiri. Saat itulah tangis Luhan terpecah, tangannya terlalu lemas untuk meraih tubuh Sehun meskipun ia ingin. Hatinya terasa sangat sakit mendengar tuturan Sehun, ia tidak tahu rasanya akan sangat menyakitkan seperti ini. Sebelum ia menghentikan tangisnya, ia merasakan dada bidang Sehun menabrak wajahnya. Ia menangis keras dalam pelukan Sehun, meremas kaos bagian belakang Sehun.

"Maaf, maafkan aku." Sehun berkata pelan, mendekap Luhan semakin erat. Ia ingin memotong dirinya sendiri ketika mendengar isakan Luhan yang semakin keras diterima oleh telinganya, namja kecil itu tampak sangat sedih sampai-sampai seluruh tubuhnya bertumpu total didekapan Sehun. "Luhan, gege, maaf. Maaf." Sehun melepaskan pelukannya, berusaha menghapus air mata Luhan meskipun sumbernya tak henti mengeluarkan cairan kesedihan itu.

"Kau seharusnya tidak menceritakan itu padaku." Luhan berbicara disela tangisnya, "Bagaimanapun juga aku kekasihmu."

"Aku tahu, aku bodoh. Kau boleh memukulku, atau menamparku, apapun asal kau berhenti menangis seperti itu." Sehun merasakan panik yang mengerayangi tubuhnya ketika Luhan tak kunjung menjawab, suara isakan Luhan sangat menyiksa batinnya, entah karena apa. "Ayolah, gege," Sehun memegang kedua pipi Luhan, menatapnya intens. Luhan hanya diam berusaha menghentikan tangisnya, tidak melakukan apapun selain itu.

Sehun tidak berhenti panik meskipun tangis Luhan sudah mereda. Dengan gugup ia memegang tangan Luhan, menggenggamnya erat lalu melepasnya lagi. Ia mengacak rambut belakangnya karena bingung apa yang harus ia lakukan, padahal namja cantik didepannya hanya diam.

Beberapa saat setelahnya, Luhan sudah berhenti terisak dan mulai menghapus air matanya sendiri. Melihat itu, dengan cepat Sehun menyingkirkan tangan Luhan dan menghapus air mata Luhan sebagai gantinya. Sehun tersenyum kecil saat Luhan menatapnya dalam.

"Kau membuatku takut setengah mati, gege." Sehun menyingkirkan rambut Luhan dari dahinya, "Ini pertama kalinya aku memiliki kekasih, tapi aku sudah membuatnya menangis seperti ini. Apa kau yakin kau masih menyukaiku setelah ini, hmm?"

Luhan, yang sangat mengherankan, mengangguk. "Aku tidak menangis karena cerita Baekhyun-mu, aku menangisi kau, yang ternyata menyimpan perasaan sebesar itu terhadap orang lain." Sehun terkejut saat Luhan tiba-tiba tersenyum kecil penuh ketulusan dan menyentuh rahang Sehun, "Aku adalah orang yang jauh dari kata percaya diri, maupun kata-kata lainnya yang menunjukkan kelebihan. Tapi, Sehun, aku ada disini. Untukmu."

Mata cokelat itu memancarkan ketenangan dan membuat hati Sehun terbenam dalam kehangatan yang asing, Luhan mengatakan itu penuh ketulusan dan suaranya sangat tenang. "Aku, Luhan, akan menjadi satu-satunya orang yang bisa kau miliki namun tidak bisa Chanyeol miliki."

Hati Sehun tergetar hebat, tak pernah mengira ia akan mendengar kata-kata semacam itu meluncur dari bibir Luhan. Yang jelas, sebuah perasaan tenang kini bersarang dilubuk hatinya dan ia menyukai itu. Ia meraih tangan Luhan tanpa melepas tatapannya, entah bagaimana sekarang punggung tangan Luhan sudah menyentuh kedua bibirnya dan saat itu juga mata Sehun terpejam rapat.

Ia mencium punggung tangan Luhan cukup lama sedangkan si pemilik tangan hanya diam membelalakkan matanya, semburat merah merambat cepat dipipinya. Setelah Sehun membuka matanya, namja itu mengelus-ngelus punggung tangan Luhan pelan.

"Aku menyukaimu, gege. Kau harus tahu kata-kata itu memang untukmu."

"Aku tahu." Luhan tersenyum simpul.

.

Jongin mendapat banyak tatapan aneh saat ia dan Kyungsoo memasuki cafe dengan tenang, mungkin karena perban dikepalanya yang sangat mencolok, namun ia tidak peduli. Setelah memilih meja, Kyungsoo meninggalkan Jongin beberapa saat untuk mengambil makanan.

Jongin menatap fokus ke arah Kyungsoo yang kini berjalan kesana dan kemari membawa dua buah piring, tampak kesusahan. Namja doe itu mengambil makanan satu persatu dengan sabar dan itu membuat bibir Jongin menyunggingkan sebuah senyuman kecil.

"Jongin." Suara tinggi itu memecahkan konsentrasi Jongin, ia mendapati Krystal tengah duduk didepannya dengan menopang dagu. Jongin sedikit terkejut karena saking fokusnya pada Kyungsoo, ia sampai tidak sadar kalau ada seseorang yang menduduki kursi tepat didepannya.

"Kau tak apa?" Tangan Krystal terjulur diudara untuk menyentuh perban Jongin, namun tanpa sadar ditahan oleh si pemilik perban. Krystal mengerenyit bingung, sedangkan Jongin menjauhkan tangan Krystal dari kepalanya. "Ya, aku tak apa. Kau boleh pergi, Krystal."

Tampaknya semua orang mulai memasang perhatian pada mereka. Ekspresi terkejut Krystal membuat semua orang penasaran, siapa gerangan yang bisa membuat putri sekolah nomor satu itu menggeser ekspresi 'batu'-nya?

"Hey, rileks, aku tidak akan menyentuhmu kalau kau tak mau." Krystal berbicara seakan-akan ia tidak melakukan apapun namun semakin banyak mata yang memandang kearah mereka, kedua orang yang berada di satu meja itupun merasa malu.

"Permisi,"

Jongin dan Krystal menoleh ke asal suara. "Bisakah kau bergeser ke kursi sebelah? Jongin sedang sakit dan ia memintaku untuk menyuapinya. Kurasa akan sedikit sulit jika aku tidak berhadapan langsung dengannya." Kyungsoo tersenyum kecil, lalu menarik kursi didekatnya mengisyaratkan Krystal untuk berpindah.

Jongin menatap kedua orang didepannya bergantian dengan wajah blank, sedangkan Krystal sudah memerah seperti tomat. Kyungsoo sendiri masih memasang senyum kecil saat dengan pelan Krystal bangkit dari kursi yang ia duduki. Tanpa berbasa-basi, Kyungsoo dengan cepat duduk didepan Jongin, melihat wajah pemuda tan itu.

"Kenapa? Apa kau merasa sakit?" Kyungsoo menjulurkan tangannya diudara, hingga jari-jarinya tepat menyentuh perban Jongin. Krystal menatap keduanya tak percaya, begitu juga dengan semua orang diruangan. Kyungsoo mendesah lega karena Jongin tidak mengaduh saat ia menyentuh perbannya. "Syukurlah kau tidak mengaduh lagi."

Semuanya terdiam beberapa detik, hanya suara sendok Kyungsoo mendominasi. Jongin masih terdiam, berada di titik antara percaya dan tidak karena Kyungsoo tampak seperti... membuktikan kalau Jongin adalah miliknya?

Kini semua orang menatap Krystal tak terkecuali Kyungsoo, gadis berambut hitam pekat itu masih berdiri disamping kursi gugup. Ia sendiri tidak pernah gagal dalam memikat lelaki, mungkin itu sebabnya 'putri es' itu tampak sangat terpukul.

Krystal buru-buru membalik badannya untuk menghindari tatapan semua orang, lalu berjalan cepat meninggalkan area cafe. Setelah sosoknya dipastikan sudah meninggalkan ruangan, semua orang segera berbisik-bisik maupun mengekspresikan rasa takjubnya.

"Hey, aku tidak menyangka kau bisa berkata itu." Jongin berkata sebelum ia membuka mulutnya karena Kyungsoo memasukkan sesendok bubur ke mulutnya.

"Berkata apa?"

"Umh, kata-kata tadi, saat kau dengan halus menyuruh Krystal pergi."

"Aku hanya ingin melindungi kekasihku, oke?" Kyungsoo menyendok satu sendok penuh bubur dan memasukkannya ke mulut Jongin tanpa ampun, membuat namja tan itu mengaduh keras sambil memegangi kepalanya.

"Hei, kau tak apa?" Ekspresi sebal Kyungsoo berubah seketika lalu memegang perban Jongin. "Kau ingin aku memeriksanya?"

"Zonk." Jongin terkekeh setelah merubah ekspresinya cepat. Ia mengacak rambut Kyungsoo bahkan ketika namja doe itu menghindari sentuhannya. "Hya, jangan menghindar. Kau mau aku mengacak rambut Krystal?" Goda Jongin. Kyungsoo menatap tajam Jongin lalu terdiam ketika tangan Jongin kembali mengacak-ngacak rambutnya sambil memasang senyum puas.

"Bodoh." Bisik Kyungsoo pelan, sebelum tersenyum kecil.

.

Chanyeol mendesah gugup lalu membuka pintu kaca didepannya. Entah kenapa ia merasakan sesuatu yang aneh saat beberapa menit lalu ayahnya mengirimi pesan, mengajaknya bertemu di ruangan khusus dan tampaknya akan membicarakan hal yang serius.

Ia melihat punggung lebar ayahnya yang tengah menatap pemandangan diluar jendela besar di depannya, termenung kuat. Pria paruh baya itu tampak menyadari kehadiran Chanyeol dan tersenyum saat putra sulungnya sudah berdiri dibelakangnya.

"Duduk, Chanyeol," Mr. Park menunjuk salah satu sofa dan dengan segera Chanyeol menurutinya. Ia tahu ia memang seharusnya gugup karena ayahnya tidak akan berbicara padanya jika itu bukan hal penting. Ia menggosok-gosok pahanya pelan dan itu membuat ayahnya tertawa kecil.

"Tenang, ayah tidak akan memakanmu."

Chanyeol menyadari kebodohannya lalu menggosok tengkuk lehernya. Ia tidak bisa menghindar dari perasaan gugup saat ayahnya meletakkan secangkir kopi didepan mereka, bersiap-siap berbicara.

"Sebelum ayah memulai topik utama kita, ayah ingin kau menanyakan beberapa hal padaku, yang tentunya sangat banyak karena kita jarang berdiskusi bersama."

Chanyeol berfikir sejenak. "Apa ayah benar-benar menyukai ibu Baekhyun?" Pertanyaan itu secara automatis meluncur dari bibir Chanyeol dengan sangat lancar. Mata ayahnya seketika mendingin, hampir membuat bulu-bulu Chanyeol meremang.

CHANYEOL POV

Aku tahu ini konyol, tapi aku benar-benar ingin bertanya padanya tentang hal itu. Apa ada kemungkinan ayah tidak benar-benar menyukai ibu Baekhyun? Karena jika iya, itu akan menjadi kabar baik untukku. Ayah tiba-tiba tertawa, tak sedikitpun nada ketengangan yang terselip diantaranya.

"Diantara semua pertanyaan yang bergerumul dalam benakmu, itukah hal yang paling ingin kau ketahui terlebih dahulu?" Kata ayah setelah menghentikan tawanya. Aku menatapnya dengan ragu, tidak yakin apa aku harus menjawab pertanyaan itu atau tidak.

"Ya, aku menyukainya."

"Lebih dari kau menyayangi ibu?" Lidahku seketika kelu karena menyebut kata ibu. Sudah bertahun-tahun lamanya sejak terakhir kali aku menyebut kata itu didepan ayah.

Ayah tidak menjawab pertanyaanku melainkan hanya diam sambil menatap asap kopi yang mengepul, berfikir tentang sesuatu, terlihat jelas di kerutan alisnya. "Chanyeol... sejujurnya aku..."

"Aku tidak pernah melupakan ibumu." Jawab ayah sambil melirikku untuk memastikan kalau aku tidak memasang ekspresi aneh. Aku menahan diriku untuk tidak mengepulkan tangan ke udara dan berteriak kencang, karena raut wajah ayah tampak sangat muram.

"Aku akan mengatakannya padamu sekarang, karena kupikir kau sudah cukup besar untuk mengetahui hal ini. Chanyeol, aku dan ibumu bertengkar hebat saat itu karena sesuatu." Ayah memberi jeda, "Aku membuat kesalahan, kesalahan yang hingga sekarang masih kusesali. Karena satu kesalahan itu, aku kehilangan banyak orang-orang berharga dalam hidupku."

Suasana menegang, dan entah kenapa aku gugup menunggu kata-kata ayah. "Chanyeol... adikmu bukan hanya Sehun."

Continua a leggere

Ti piacerà anche

2.7M 133K 69
"Lo pakai apa?" "Apa?" "Itu di bibir lo." Queen mendekatkan cerminnya, ia meletakkan tepat di depan wajahnya. "Kenapa? Aneh ya?" "Pakai lipstik? Buka...
475K 42K 31
[END] ChanBaek Area⚠⚠ BXB⚠⚠ Gak suka? Gone aja😉 Walau ceritanya udah berakhir jangan lupa tinggalkan voment ya🙏 [22/06/19] #5 in baekyeol [28/01/20...
568 58 14
Jatuh cinta diruang ujian, Beomgyu yang gencar mendekati Taehyun membuahkan hasil. Akankah kisah mereka bertahan sampai ke waktu yang serius atau ma...
54K 5.5K 35
MINWON • COMPLETED Jika bukan dirimu, aku tidak punya alasan untuk hidup - Kim Mingyu. start : october 2023 finish : december 2023 BL 1821 || Kim Min...