RUMAH TUJUH ENAM [END]

Od sasanrr

3K 870 189

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA. PLAGIAT? CERITA INI BUKAN UNTUK DI COPY PASTE!] Samanya kejadian yang menimpa keenam... Více

00
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
-Kilas balik-
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
end

01

275 76 53
Od sasanrr

Tujuh remaja laki-laki saat ini sedang mengobrol santai di sebuah rumah kecil. Sengaja mereka mengumpulkan uang sekitar 1 tahunan dengan menyisihkan uang sekolah hanya untuk membeli rumah itu, agar bisa selalu berkumpul jika bosan dirumah masing-masing. Malam yang dihiasi dengan ribuan bintang menyebar di penjuru angkasa bebas, membuat keadaan di luar sana tak terlalu gelap, ditambah dengan cahaya bulan purnama yang menembus masuk kedalam rumah melalui beberapa celah kecil di rumah tersebut.

Suasana hening ketika mereka kehilangan konteks pembicaraan saat itu. Hanya ada suara jangkrik dan kicauan burung. Hingga Kenzie mulai memecahkan keheningan dengan berdeham sebelum berbicara sambil memakan keripik singkong.

"Narel lagi-lagi ngalahin gue pas lomba semaphore. Gimana kalau kita jalan-jalan aja buat ngerayainnya?"

Narel dan Kenzie adalah anak Pramuka dari SMK JAYA BAKTI, sekolah lama sebelum mereka pindah ke SMA LENTERA BANGSA dan bertemu dengan lima pria lalu menjadi sahabat-sahabatnya yang saat ini berada di rumah ini. Dua laki-laki itu selalu mengikuti lomba-lomba Pramuka yang diadakan di sekolah manapun. Walau di SMA mereka sudah tidak mengikuti Gerakan kepramukaan, tapi ingatan mereka tentang simbol serta pelajaran tentang Pramuka tetap melekat di pikiran Kenzie dan Narel.

"Ide bagus. Suntuk juga kalau terus-terusan di rumah, udah kayak pengangguran. Tapi emang pengangguran sih." Daren menjawab. Ia menggerakkan tangan kanan, mengangkat menuju kepala laku menggaruknya sambil menyengir lebar.

"Gimana kalau ke Pantai? Besok kita pergi, mumpung weekend juga, kan?" Ucap Narel sambil menyeruput secangkir teh miliknya. Semua orang mengangguk setuju.

Tidak semuanya.

Seno. Ia mengerutkan keningnya saat mendengar rekomendasi dari sang sahabat.

"Kenapa harus pantai? Bukannya masih banyak tempat wisata lain yang masih bisa kita kunjungi? Lagian, gue takut kalau airnya tiba-tiba meluap."

Narel meletakkan kembali cangkir teh nya, lalu tersenyum lebar sebelum menjawab. "Gue suka pantai dan gue yakin kalau besok kondisi airnya bakal baik-baik aja."

"Udah, Sen. Kita bakal baik-baik aja, gak ada yang perlu ditakutin." Sambung Renan yang berusaha meyakinkan Seno.

"Tapi, perasaan gue juga gak enak sekarang." Sanggah Rafka, gelagatnya tampak gelisah bak menyimpan rasa takut yang begitu mendalam.

"Lo sama Seno kenapa, sih?" Alvaro yang sedari tadi hanya diam, sekarang ia sudah hampir naik pitam. Suaranya yang tegas mampu membuat jantung sahabat-sahabatnya berdetak lebih cepat. Mata lelaki itu menyorot tajam, menatap keenam temannya secara berurutan.

"Besok bawa makanan, kan? Gue cuma takut kalau-kalau kita kelaparan." Rafka berujar dengan senyuman yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah. Sontak saja hal itu membuat Renan beserta yang lainnya kesal.

"Bawa lah. Emangnya lo mau cuma minum air pantai? Jadi, setuju gak, kalau besok kita pergi ke pantai?" Tanya Daren kembali untuk memastikan.

"Ngikut." Ucap Seno dengan singkat, tak mau memperpanjang perbincangan.

"Setuju!" Kenzie tampak excited.

"Gue setuju."

"Me too."

"Of course."

"Gue juga setuju."

Setelah merasa semuanya sudah menyetujui rencana yang akan mereka lakukan besok hari, Daren pun berdiri sambil mengenakan jaket kulit berwarna coklat miliknya.

"Ya udah, kita pulang dulu ke rumah masing-masing. Jangan lupa siapin apa yang mau dibawa besok. Ingat, seperlunya aja. Gue gak mau kita cuman pergi ke pantai tapi udah kayak pindah rumah." Daren mengingatkan. Sebab biasanya kalau sedang liburan, Kenzie dan Rafka selalu membawa barang yang tidak penting. Itu hanya membuat perjalanan mereka menjadi cukup terganggu.

"Iya, Daren." Jawab semuanya serentak sebelum keluar dari rumah pribadi tersebut dan pulang menuju ke rumah masing-masing.

•••••

Sinar matahari menyinari pandangan Kenzie kala ia membuka mata, hingga manik kucing itu mengedip berulangkali agar terbiasa dengan cahaya yang masuk ke retina. Setelah pandangannya membaik, Kenzie mulai beranjak bangun dari tempat tidur. Kenzie memijit pangkal hidungnya karena pusing, nyawanya belum terkumpul sempurna sebab baru saja bangun. Merasa sudah sedikit membaik, ia pun lalu berjalan kearah kamar mandi yang di kamarnya dengan balutan handuk yang menggantung di bahunya.

Kenzie mandi dan bersiap-siap untuk pergi sesuai dengan yang mereka rencanakan tadi malam. Setelah selesai, Kenzie duduk di kursi depan rumah, menunggu kedatangan keenam sahabat untuk menjemputnya. Dirinya memang mendapat jemputan terakhir karena rumah Kenzie yang lebih dekat dengan pantai.

Sekitar 6 menit menunggu, akhirnya sebuah mobil berwarna putih yang ia tunggu-tunggu dari tadi pun tiba. Itu adalah mobil milik Alvaro.

"WOI! MASUK!" Teriak Renan dari dalam mobil. Kenzie langsung berjalan dengan langkah yang cepat menuju mobil tersebut lalu masuk kedalam.

"Lo bawa apa aja?" tanya Rafka tanpa menoleh kepada Kenzie.

"Gue bawa pisau sama cemilan ringan." jawab Kenzie sambil menaruh barang bawaannya di tempat yang dirasa kosong.

Daren yang sedang fokus melihat jalanan pun mengerutkan keningnya kala mendengar jawaban dari Kenzie, "Pisau? Buat apa, Ken?"

"Oh! buat itu, buah!" Kenzie berujar dengan sedikit rasa gugup, diakhiri dehaman singkat.

"Gue bawa buah." Singkat Narel untuk meluruskan pembicaraan saat itu dan hanya dibalas dengan anggukan kecil dari teman-temannya.

------

Sesaat sampai di pantai, mereka langsung menggelar tikar yang cukup untuk diduduki mereka semua. Mereka duduk, mengeluarkan beberapa barang bawaan.

"Gue sama Renan mau cari kerang dulu." Kenzie berdiri sambil membawa sebuah gayung.

"Iya, hati-hati." Alvaro menjawab.

Renan dan Kenzie pun mengangguk, langsung pergi meninggalkan temannya yang lain.

"Gue mau ke toilet." Ujar Narel.

Seno juga ikut berdiri, ia bicara menggunakan suara berat khas miliknya, "Dan gue mau cari kelapa muda,"

Sekarang yang duduk di tikar itu hanya Rafka, Alvaro dan Daren.

Dua puluh menit berlalu, Rafka yang sudah kebingungan akan kejanggalan Narel yang tak kunjung kembali dari toilet, ia memutuskan untuk menghampiri temannya itu.

"Kok Narel gak balik-balik, ya? Ini udah dua puluh menit. Toilet kan gak jauh dari sini. Gue mau nyari dia dulu." Rafka meninggalkan Daren dan Alvaro yang mengangguk-angguk.

Enam menit setelahnya, dua lelaki yang tengah duduk santai tiba-tiba dikejutkan dengan teriakan Rafka dari samping toilet. Suara Rafka mengeluarkan gema karena sepinya keadaan pantai pada saat itu.

"KALIAN, KESINI SEMUANYA!" Sontak saja hal itu membuat Alvaro dan Daren menghampiri Rafka ke arah sumber suara yang disusul dengan Seno.

Sesampainya disamping toilet, mereka melihat Narel-sahabatnya-sudah terbujur kaku tak bernyawa dengan luka tusukan di area jantung dan perutnya.

"NAREL!" Alvaro berlutut disebelah Naren, terkejut dengan apa yang ia lihat. Kejadian itu membuat mereka banjir air mata. Disaat mereka bertanya-tanya siapa pembunuhnya dan mengapa ia melakukan hal ini, Renan dan Kenzie datang dengan terengah-engah. Mulut mereka berdua ternganga kala menyaksikan momen itu.

"Narel? Kenapa dia bisa meninggal? Siapa pembunuhnya?!" Kenzie berteriak sambil menangis.

Daren menoleh kearah Kenzie dengan tatapan tajam dan tangan yang di kepal. "Jangan pura-pura nggak tau, Ken. Gue yakin lo yang membunuh Narel. Lihat, disamping jasadnya ada kerang-kerang yang berhamburan!"

"Kenapa kalian nuduh gue?!" Kenzie tidak terima dirinya dituduh begitu saja hanya karena adanya kerang yang berceceran di samping jasad Narel. Padahal ini wilayah pantai, wajar saja jika ada kerang.

"Lo iri sama Narel yang selalu ngalahin lo kalau ada lomba pramuka. Jadi, lo ngebunuh dia, makanya semalam lo ngasih ide jalan-jalan buat melancarkan aksi." ujar Alvaro yang juga ikut menuduhnya.

"Gue sama Ken baru habis cari kerang dan kami kesini karena denger teriakan Rafka. Jangan nuduh sembarangan gitu. Ada bukti lain, nggak?!"

"Udah, mending kita beres-beres lalu pulang dan selesaikan masalah ini dirumah. Kasian Narel kalau gak cepat diproses pemakamannya." Seno menghapus air matanya saat berkata seperti itu. Seno berjongkok, matanya melirik ke arah Rafka, memberi isyarat untuk membantunya membopong tubuh Narel.

Keenam laki-laki di sana merenungkan kepergian sahabatnya. Ada yang benar-benar menangis dan ada juga yang berpura-pura menangis agar terlihat sama.

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

22.9M 803K 69
"The Hacker and the Mob Boss" ❦ Reyna Fields seems to be an ordinary girl with her thick-framed glasses, baggy clothes, hair always up in a ponytail...
6.6M 179K 55
⭐️ ᴛʜᴇ ᴍᴏꜱᴛ ʀᴇᴀᴅ ꜱᴛᴀʀ ᴡᴀʀꜱ ꜰᴀɴꜰɪᴄᴛɪᴏɴ ᴏɴ ᴡᴀᴛᴛᴘᴀᴅ ⭐️ ʜɪɢʜᴇꜱᴛ ʀᴀɴᴋɪɴɢꜱ ꜱᴏ ꜰᴀʀ: #1 ɪɴ ꜱᴛᴀʀ ᴡᴀʀꜱ (2017) #1 ɪɴ ᴋʏʟᴏ (2021) #1 IN KYLOREN (2015-2022) #13...
28.9M 916K 49
[BOOK ONE] [Completed] [Voted #1 Best Action Story in the 2019 Fiction Awards] Liam Luciano is one of the most feared men in all the world. At the yo...
9.9M 501K 199
In the future, everyone who's bitten by a zombie turns into one... until Diane doesn't. Seven days later, she's facing consequences she never imagine...