HWA GI-SSI (END)

De firma_afika

6.4K 1.5K 122

Ruangan berwarna merah dipenuhi wewangian gaharu yang menenangkan, seorang pemuda duduk di atas ranjang denga... Mai multe

Pengenalan Tokoh
1. Mimpi yang dihancurkan lebih dulu
2. Liontin Bidadari Bersayap
3. Hidup Jangan Terlalu Serius
4. Apakah Aku Seorang Maniak?
5. Bloomsbury
6. Bloomsbury 2
7. Bloomsbury 3
8. Menemukan petunjuk
9. Masa lalu
10. (Masa Lalu) Pertemuan si berandal dengan si kutu buku
12. (Masa lalu) Menjadi Budak
13. (Masa Lalu) Mendesah di pangkuan orang yang dibenci
14. (Masa lalu) Perasaan kesal yang tidak dapat dipahami
15. (Masa Lalu) Eomma, Appa, kalian sama saja!
16. (Masa Lalu) Gwenchana ... Hwa Gi
17. (Masa Lalu) Angelic Katedral
18. (Masa Lalu) Panti Asuhan
19. ( Masa Lalu) Siapa Yang Brengsek Sekarang?
20. (Masa Lalu) Byun Ahra si biang gosip terupdate
21. (Masa Lalu) Pencegatan
22. (Masa Lalu) Menginap
23. (Masa Lalu) Menginap 2
24. (Masa Lalu) Kencan bertiga
25. (Masa Lalu) kehilangan Teman
26. (Masa Lalu) Dipermalukan.
27. (Masa Lalu) Diculik
28. (Masa Lalu) Dilecehkan
29. (Masa Lalu) Ayo bertahan sedikit lagi
30. (Masa Lalu) Tenggelam
31. (Masa Lalu) Mengapa Aku Diselamatkan?
32. (Masa Lalu) Menambah sedikit Noda Lagi
33. Miki disekap
34. Pembunuhan pertama
35. Tak sengaja menjadi penipu
36. Mengorek Luka Lama
37. Bajingan Tetaplah Bajingan
38. Pura-pura Bahagia Juga Butuh Tenaga
39. Penjebakan
40. Penjebakan (2)
41. Pengakuan
42. Tragedi Bloomsburry
43. Berhutang Maaf
44. Pelukan ibu adalah yang ternyaman di dunia
45. Pulang
46. Liontin Bidadari Kembali (nc18+)
47. Gunakan Aku Sebanyak Yang Kau Mau
48. Kembali Ke Korea
49. Pergi Ke Penjara
50. Angelic Cathedral awal saksi kisah cinta Jae Han dan Hwa Gi

11. (Masa Lalu) Rasa Brengseknya Sama

113 28 0
De firma_afika

#Day11 clue
#Sabitah

Sabitah adalah bintang yang dari Bumi, posisinya tampak tetap, tidak bergerak.

Ini merupakan bintang penunjuk arah bagi nelayan.

Author pov

==========

"Apa kau kenal dengan buku ini? Hwa Gi-ssi?" tanya Jae Han sambil tersenyum jahil.

Secepat kilat Hwa Gi hendak merampas buku harian miliknya, tapi gerakannya kalah cepat saat lengan Jae Han terangkat keatas, buku bersampul merah di junjung tinggi olehnya. Tinggi mereka hampir sama, namun tangan panjang Jae Han begitu lihai menghindar, menjauhkan buku itu dari sang pemilik yang kini belum menyerah. "Kembalikan bukuku!" geram Hwa Gi.

Walaupun ukuran tinggi mereka hampir sama tapi tenaga Jae Han kalah jauh dengan si anak baru, beberapa kali tubuhnya terdorong. Pada akhirnya hanya tatapan kesal yang bisa ia lancarkan.

"Jika kau menginginkan ini, maka ikut aku sekarang, atau ...." Jae Han tidak meneruskan kalimatnya.

"Atau apa?" Sentak Hwa Gi khawatir.

"Atau aku akan membacakan puisi-puisi indah yang ada di dalam buku ini dan mengatakan kepada siapa ucapan-ucapan manis ini ditujukan!" ujar Jae Han pelan hampir berbisik.

"A-apa kau membacanya?" tanya Hwa Gi terdengar takut.

"Pertanyaan bodoh! tentu saja aku membacanya," sahut Jae Han.

"Itu sangat tidak sopan, buku itu privasiku!" gerutu Hwa Gi.

"Yah ... siapa suruh kau menjatuhkam buku rahasiamu ini, ini pertanda kalau kau harus jadi budakku di sekolah ini."

Jae Han keluar dari dalam kelas, diikuti oleh langkah Hwa Gi yang berat dan pasrah. Seretan kakinya begitu lambat serasa membawa puluhan kilo beban. Tatapannya kosong tak fokus dengan arah jalan bahkan beberapa kali bahunya tertabrak oleh murid lain yang sedang berlarian di koridor namun tak ada reaksi dari pemuda malang ini.

"Kenapa nasibku jadi begini? aku tidak kaya, wajahku juga tidak tampan, aku juga cukup tahu diri untuk tidak menyatakan perasaanku pada orang yang ku suka. Tapi mengapa dari sekian banyak orang, buku itu harus jatuh ke tangan si berandal ini? " Monolog Hwa Gi dalam hati.

"Hoy! mata empat jalanmu lambat! apa perlu aku ke sana lalu menyeretmu?" sentak Jae han, ia berjalan lebih dulu beberapa langkah dari Hwa Gi lalu berbalik, tangan kiri masuk kedalam saku celana sedangkan tangan kanan terangkat dengan buku berada di jepitan jemarinya.

Hwa Gi tersadar dari lamunan, kini mereka sudah berada di dekat tangga menuju balkon atap sekolah. Tempat ini sepi sangat jarang ada murid lain berada di sini. Si kutu buku berjalan cepat ke arah Jae Han. "Kembalikan bukuku! apa yang kau mau hah?" geram Hwa Gi kesal. Mereka kini berdiri berhadapan saling adu pandang menantang.

"Kau gay?" tanya Jae Han langsung pada intinya.

Jae Han seorang homophobic. Ia sangat benci pada kaum penyuka sesama jenis terlebih orang seperti Hwa Gi, di matanya mereka layaknya seperti banci. Tidak ada alasan kenapa ia bisa membenci, Jae Han hanya benci itu saja.

Maka setelah ia tahu ada orang seperti Hwa Gi sekelas dengannya, jiwa pembully Jae Han bangkit begitu saja, ketika bertatapan langsung dengan wajah pecundang Hwa Gi yang seakan meminta untuk ditindas.

Bagi Hwa Gi ucapan Jae Han barusan bukanlah pertanyaan namun pernyataan tapi ia masih berusaha untuk mengelak, "Tidak, aku bukan gay, serahkan buku itu!"

"Kau tidak bisa mengelak lalu ini apa?" Jae Han menarik sebuah kartu ucapan berbentuk hati. "Kau menyukai Go Shin Woo, dia hyungku si playboy brengsek itu, tapi kau memendam hanya untukmu sendiri. Menyedihkan, cinta bertepuk sebelah tangan ck ...." Jae Han menggeleng-gelengkan kepala, menunjukan raut wajah kasihan tapi bagi Hwa Gi raut wajah itu tak lebih dari sekedar cemoohan.

Lagi-lagi HwA Gi terbelalak. "Hyung .... apa katamu dia hyungmu?" tanggap Hwa Gi tak percaya. Bibirnya kelu ingin berucap. Berandal satu ini tak henti-hentinya membuat jantung Hwa Gi berdetak kacau.

"Ya, Go Shin Woo itu kakakku," jawab Jae Han.

"Ta-tapi kalian tidak mirip dan apa itu playboy berengsek hah?Shin Woo tidak brengsek, kau yang brengsek! beraninya keroyokan menghajar satu orang dan sekarang malah mengancamku apa salahku padamu? apa?" sembur Hwa Gi tanpa ada rasa takut, dagunya terangkat pongah menatang Jae. Han.

"Aku dan Shin Woo memang berbeda aku suka menyerang lawan hingga tumbang sedangkan dia penyayang semua wanita lalu membuang tapi terlepas dari cara kami yang berbeda bukankah rasa brengseknya sama? bukankah mempermainkan hati wanita juga perbuatan bajingan yang hina?" Jae Han mulai emosi.

"Tetap saja kau lebih menyeramkan dari Shin Woo ...." suara Hwa Gi sangat kecil, hampir tak terdengar, dia menunduk, nyalinya mulai menciut namun ucapanya masih bisa ditangkap oleh pendengaran Jae Han.

"Kau belum mengenalku jadi kau belum pantas membandingkanku, apa lagi yang menjadi objek perbandingan adalah Shin Woo namanya tak pantas bersanding dengan namaku!" bisik Jae Han penuh penekanan. Kedua tangannya berada di bahu ringkih Hwa Gi, dia menekan kuat hingga punggung Hwa Gi menabrak tembok.

"Oke, baiklah ... terserah kau mau bilang apa, tapi kembalikan bukuku." Hwa Gi meringis.

"Tidak akan, kau harus jadi budakku di sekolah ini." rematan di bahu Hwa Gi semakin kuat.

"Tidak! aku tidak mau!" bantah si kutu buku layaknya orang hendak menangis.

"Kau tidak berada dalam situasi untuk bisa menolak." gertak Jae Han.

"Jae Han! berhenti, tidak seharusnya kau berbuat onar di hari pertama masuk sekolah!" Pekik seseorang dari anak tangga paling atas, di sana Shin Woo sedang berdiri dengan gagah bak pahlawan seperti di drama, ia muncul untuk menyelamatkan si protagonis tertindas seperti Hwa Gi.

"Kau jangan ikut campur, ini urusanku!" sergah Jae Han tanpa menatap lawan bicaranya lalu dorongan kasar ia tujukan pada bahu Hwa Gi. "Urusan kita belum selesai!" lanjutnya lagi kemudian melangkah pergi dengan buku diary masih ada di tangannya.

Hwa Gi terduduk lesu ke lantai, tungkai kakinya terasa lemas bak jelly, sungguh kedatangan Jae Han di hari pertamanya masuk sekolah, sudah benar-benar menyedot semangat seorang Hwa Gi untuk hari ini. Bagaimana jika dia terus menghantuinya setiap hari dengan ancaman buku harian itu.

"Ashh, ssibal! apa aku harus pindah sekolah?" pekik Hwa Gi tanpa sadar masih ada Shin Woo menatapnya dari pertengahan anak tangga. Shin Woo tersenyum lalu dia turun dari tangga.

"Apa kau baik-baik saja? apa kau terluka?" tanya Shin Woo yang kini sudah berjongkok di depan Hwa Gi.

"Hah?" Hwa Gi berjengit kaget saat tatapannya terkunci ke satu fokus yaitu wajah tampan Shin Woo yang kini tersenyum hangat, kehangatan itu mencairkan ketegangan di hati Hwa Gi dan sepasang bola mata jernih itu seumpama sabitah pada malam hari membuat jantung Hwa Gi semakin berdetak tak beraturan, bibirnya kembali kelu.

"Hei, kau baik-baik saja? di mana yang sakit? Jae Han memukulmu?" raut wajah Shin Woo berubah khawatir, tangannya menepuk-nepuk pelan pipi Hwa Gi yang kini memerah bak kepiting rebus.

Bagaimana Hwa Gi tidak shock ketika bertatapan langsung dengan orang disuka selama bertahun-tahun. "Tidak, A ... aku tidak apa-apa!" sahut Hwa Gi, rupanya tepukan tangan Shin Woo membuatnya kembali ke alam sadar.

Hwa Gi lantas berdiri lalu berlari kencang menjauh dari Shin Woo.

Shin Woo hanya tersenyum memandangi punggung Hwa Gi yang semakin menjauh dan berakhir menghilang di persimpangan koridor.

***

"Dari mana saja? kenapa pulang sangat larut, di mana adikmu? bukankah sudah kukatakan untuk terus mengawasi bocah nakal itu," suara datar terdengar saat Shin Woo baru saja masuk ke dalam rumah.

"Jae Han bukan anak kecil yang harus kuawasi, aku punya urusanku sendiri," sahut Shin Woo kemudian terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Shin Woo melempar tasnya asal lalu menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. "Sial! kenapa anak berandal itu malah pindah ke sekolah yang sama denganku? sudah kukatakan pada appa, aku tidak mau satu sekolah dengannya, tapi appa malah memindahkan bajingan kecil itu ke sekolahku."

Tiga tahun yang lalu, ayah Shin Woo yaitu Go In Wook datang bersama istri keduanya dan juga Jae Han. Ia berkata jika mereka sudah menikah tanpa sepengetahuan Shin Woo. Awalnya Shin Woo merasa bahwa semua berjalan seperti biasanya, sampai akhirnya ia merasakan perubahan sikap dari ayahnya.

Sebagai anak, tentu saja Shin Woo merasa tidak nyaman. Ia tidak ingin orang lain menggantikan posisi ibunya. karena itulah ia dan ibu tirinya tidak pernah bisa akur, begitupun dengan Jae Han, mereka sering bertengkar dan In Wook yang selalu membela Jae Han dan berakhir Shin Woo yang mendapat hukuman. Shin Woo tidak menyukai Jae Han dan ibunya yang merampas perhatian dan kasih sayang ayah darinya.

Sejak dulu Jae Han itu sangat nakal, biang onar dan sering berkelahi. Bahkan mereka sering berkelahi dan berakhir wajah mereka sama-sama babak belur. Shin Woo menganggap Jae Han seperti monster yang merampas apapun yang ia miliki dan sampai sekarang pun hal itu tidak pernah berubah, Jae Han akan tetap menjadi musuh bagi Shin Woo.

Shin Woo bangun dari tidurnya dan berjalan keluar menuju balkon kamarnya. Ia menatap ke langit malam dengan taburan bintang. Di sana ia berharap dapat menemukan sabitah yang akan mengarahkannya pada bintang ibunya. Ia percaya bahwa orang yang telah pergi kepada Tuhan akan menjadi bintang untuk orang-orang yang ditinggalkannya.

Di tempat lain, keadaan Jae Han saat ini sudah setengah sadar karena pengaruh alkohol yang dia minum. Jae Han berada di pinggir jalanan, duduk di atas motornya yang terparkir di bahu jalan. Jae Han menenggak kembali botol soju itu hingga tandas. Matanya mengarah pada langit, ia dapat melihat ada satu bintang paling terang yang terpisah dari kawanannya. Apakah itu adalah sabitah sang petunjuk arah yang dipercayai orang-orang?

Jae Han membuang botol sojunya sembarang dan mulai mengendarai motor besar berwarna hitam miliknya dengan kecepatan tidak terlalu kencang. Meskipun sedikit mabuk, ia masih amat sangat sadar untuk keselamatannya.

Malam ini Jae Han tidaklah pulang ke rumahnya. Ia pulang ke rumah Kang Min Jae, salah satu teman dekatnya. Jae Han terlalu malas untuk bertemu dengan orangtuanya, terlebih dengan kakak tirinya Go Shin Woo.

Sesampai di depan rumah sederhana Min jae, Jae Han menghentikan laju motornya, turun dari motor, berjalan sedikit terhuyung karena penglihatan yang mulai buram, mungkin efek mabuknya semakin bertambah parah.

Dia memencet bel rumah Min jae, berharap seseorang membukakan pintu dan mempersilahkannya untuk masuk, tapi nihil tak ada jawaban dari Min jae lalu Jae Han menggunakan tangannya untuk menggedor pintu rumah itu.

"Min jae! buka pintu! Kang Minjae! aku tahu kau ada di rumah, buka Pintunya."

Selang beberapa lama pintu terbuka menampilkan Min jae yang hanya mengenakan kaos tanpa lengan dan celana pendek rumahan. Wajah mengantuknya diselingi dengan mulut lebar karena menguap, ia menggaruk-garuk kepalanya jengkel karena terbangun akibat keributan yang Jae Han timbulkan.

"Kenapa kau ke sini? pulang sana, kau seperti gelandangan yang tidak memiliki rumah!" usir Min jae pada Jae Han.

Jae Han mengabaikan ucapan Min Jae yang menerobos masuk mendorong tubuh Min jae. "Minggir aku mau masuk, aku ingin tidur!"

"Kau mabuk?" tanya Min jae lagi sambil mengendus endus tubuh Jae Han.

"Aku hanya mabuk sedikit eheee" Jawab Jae Han dan langsung masuk seenaknya, menyingkirkan Min jae yang sedari tadi berdiri di depannya.

Mereka berdua berjalan dengan Minjae mengikuti Jae Han dari belakang, beberapa kali Jae Han hampir menabrak sesuatu karena efek mabuk.

"Ibumu di mana?" tanya Jae Han.

"Aku mau menyapa ibumu" lanjutnya.

"Kau gila! mau menyapa Ibuku dalam keadaan mabuk begini? yang ada kau akan diusir. Ibuku sudah tidur, perlu kau tahu ini sudah pukul satu malam!" cecar Min jae marah.

"Lebih baik kau sekarang langsung masuk kamarku saja, terus cepat tidur!" Min Jae mendorong tubuh Jae Han untuk segera berjalan masuk ke dalam kamarnya. Sampai akhirnya Jae Han ambruk menyentuh tempat tidur dan tak sadarkan diri.

Tbc

Continuă lectura

O să-ți placă și

67K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
109K 18.2K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
115K 9.5K 46
[selesai] Happy ending Kisah baru dimulai. Dipungut lalu dibuang. Lima belas tahun kembali bertemu. Apakah ia mampu membunuh bangsawan yang telah me...
1M 85.5K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...