Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

De slayernominee

15K 2.4K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... Mais

Prolog
°1°
°2°
°3°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°16°
°17°
°18°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°24°
°25°
°26°
°27°
°29°
°30°
°31°
°32°
°33°
°34°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°
°The End°

°28°

315 44 3
De slayernominee


.
.
.
.
.

Pria itu mengeratkan pegangannya pada gagang pisau dan memutarnya.

Cough! Darah mengalir di sudut bibir Bakugou.

"YANG MULIA!"

Merasakan pisau akan dihujam lebih dalam lagi, Bakugou dengan cepat menyerang tangan pria itu dengan keras yang membuat pegangan pada pisau terlepas. Dia berhasil menendang jatuh si pelaku sebelum para prajurit sampai padanya. Setelah itu dia membiarkan para penjaga yang mengurus pria itu.

Namun hanya sampai di sana batas kemampuannya. Bakugou kembali batuk darah dan jatuh berlutut dengan sebelah tangan memegangi perutnya yang masih terhujam pisau.

"Yang Mulia!" Beberapa penjaga mengerubunginya untuk bergegas membawanya ke istana.

Darah terus merembes membasahi pakaian dan tangannya, bahkan menetes ke jalan. Prajurit yang memiliki pengalaman melakukan sedikit pertolongan pertama, tapi dia harus tetap segera dirawat. Dalam perjalanan cepat kembali ke istana, Bakugou merasakan pandangannya mengabur dan akhirnya dia pun tak sadarkan diri.

.
.
.

Midoriya sedang mengobrol dengan Kirishima saat seorang penjaga dari kediaman pusat datang menghadap.

"Ada apa?" Tanya Midoriya. Dia mengernyit melihat prajurit itu yang nampak buru-buru dan panik. Membuat perasaannya tak enak.

"Yang Mulia..." prajurit itu mengambil napas dengan terengah. "Yang Mulia diserang di pelabuhan."

Mata Midoriya membulat terkejut. "Apa?"

"Seseorang menusuknya. Yang Mulia kehilangan banyak darah dan kini dalam perawatan medis istana."

Seketika pikiran Midoriya kacau balau. Dia tak bisa menentukan tindakan selain untuk datang ke kediaman pusat segera.

"Kirishima-kun, antar aku ke sana sekarang." Titah Midoriya dengan raut cemas dan serius yang sama sekali tak akan menerima kata penolakan.

Kirishima tidak ada pilihan selain mengangguk setuju, dia sendiri juga berpikir harus segera memeriksa ke pusat.

.
.
.
.
.

"Bagaimana kondisinya?"

"Serangan itu melukai organ dalamnya, tapi untungnya tidak parah. Beliau kehilangan banyak darah dalam perjalanan ke istana, tapi kami masih bisa menanganinya." Ujar pimpinan medis yang menangani Bakugou. "Namun karena luka dan masalah itu Yang Mulia akan perlu waktu untuk siuman."

Alis Midoriya menukik turun dengan cemas, namun dia juga lega setidaknya Bakugou sekarang akan baik-baik saja. "Baiklah, terima kasih banyak untuk bantuanmu, Dokter."

"Saya yakin Beliau akan segera siuman, Yang Mulia adalah pribadi yang kuat."

Midoriya mengangguk tersenyum. Dokter itu pun membungkuk untuk pamit pergi. Kirishima tengah bersama Koshi untuk mengurus pengadilan pria pelaku penyerangan pada putra mahkota, jadi Midoriya masuk ke ruang rawat Bakugou sendirian.

Bakugou terbaring di futon dengan pakaian putih dan berselimut hingga atas perutnya. Midoriya duduk bersimpuh di sampingnya.

Aneh. Biasanya Bakugou selalu berpostur tegap, tegas, dan berwajah datar, dingin, bahkan kesal pada sebuah masalah. Melihatnya kini terbaring lemah dengan wajah dan bibir pucat, terasa sangat aneh.

Midoriya memandang sedih. Tentu dia bersyukur karena Bakugou masih terselamatkan meski telah kehilangan banyak darah, tapi hatinya tetap dipenuhi rasa cemas.

"Istirahatlah, aku akan datang lagi."

"Anda hampir tidak bisa menepati janji itu..." gumam Midoriya.

Gadis itu membayangkan jika tiba-tiba saja dia kehilangan Bakugou. Bagaimana jika berita yang dia dengar adalah nyawanya yang tidak terselamatkan?

Air menggenangi pandangan Midoriya. Dia membenamkan wajah ke dalam kedua telapak tangan begitu air mata jatuh mengaliri pipinya.

Midoriya merasa akan kehilangan segalanya.

.
.
.
.
.

Kirishima menemukan Midoriya tertidur dengan posisi duduk di samping futon Bakugou. Tangan gadis itu memegangi sebelah tangan Bakugou, membuat Kirishima mendengus tersenyum.

Melangkah masuk dan duduk berlutut di sebelah Midoriya, dia menguncang pelan pundak gadis itu. "Midoriya, bangunlah."

Hal itu cukup untuk membangunkan Midoriya yang segera mengerjap mengusap matanya. "Kirishima-kun..."

"Kau belum sehat betul, nanti kau bisa kembali demam kalau tidur dengan duduk seperti ini."

"Ah, maaf... aku tak sengaja tertidur."

"Aku tahu. Kuantar pindah ke ruanganmu untuk istirahat, ya?"

Midoriya menggeleng. "Aku tidak terlalu lelah, tidak apa."

"Baiklah." Kirishima melihat pada Bakugou. "Tenang saja, dia akan bangun lebih cepat dari yang kau kira."

Midoriya mengangguk. "Bagaimana dengan sidangnya?"

"Tentu saja pelaku dijebloskan ke dalam penjara paling ketat di istana. Dia sangat menutup mulut, menolak untuk mengatakan alasannya melakukan penyerangan. Koshi-san bahkan sampai murka dan berniat untuk menjatuhinya hukuman mati, tapi aku menghentikannya dan memintanya menunggu Yang Mulia siuman dalam penentuan hukuman sebenarnya. Akhirnya pelaku itu diputuskan untuk ditahan seumur hidup untuk sementara ini."

"Begitu..."

Hari itu Midoriya berjaga penuh di dalam ruang rawat. Awalnya Kirishima membiarkannya saja sembari ikut menemaninya, tapi saat malam tiba dia melihat gadis itu mulai lemas seolah bisa jatuh tidur kapan saja.

"Midoriya, istirahatlah di ruanganmu, ya? Jangan khawatir, aku yang akan berjaga di sini."

Midoriya melihat ke arah Bakugou. Meski dia cemas, dia tahu pria itu akan baik-baik saja. Setelah beberapa saat diam, dia mengangguk setuju dan membiarkan Kirishima mengantarnya ke ruangannya di pusat.

Kirishima menyiapkan futon dan selimutnya, memastikan Midoriya tidak perlu minum obat atau menerima perawatan lain sebelum akhirnya meninggalkannya untuk tidur.

Selama satu dua jam Midoriya tidak bisa tidur. Kabar yang datang padanya tadi masih terngiang di kepalanya. Teringat sesuatu, dia mengangkat sebelah tangannya. Salah satu jarinya terbalut perban kecil setelah dia sempat terluka oleh pecahan vas. Firasat buruknya tadi memang benar terjadi.

Pikirannya penuh oleh pemikiran berat, namun akhirnya dia dikalahkan oleh rasa lemasnya yang menuntut istirahat dan akhirnya tertidur.

.
.
.
.
.

Esoknya Midoriya diajak untuk menemui pelaku yang ditahan di penjara ketat istana. Siapa tahu orang itu mau membuka mulut jika Midoriya yang bertanya, segala upaya untuk mengetahui motif pelaku wajib dicoba selagi bukan hal berbahaya.

Mulai dari gerbang masuk hingga sepanjang jalan menuju penjara dijaga oleh banyak prajurit. Kemungkinan tahanan bisa kabur sangatlah kecil, bahkan jika bisa pun mereka akan segera kembali tertangkap.

Midoriya melewati penjaga di pintu masuk penjara. Koshi dan Kirishima mengarahkannya pada salah satu sel dengan pelaku kemarin yang mendekam di balik jerujinya. Gadis itu berdiri satu meter di depan sel, menatap pria itu.

Pelaku yang tengah duduk memeluk kedua lututnya itu mengangkat wajah untuk melihat pada orang-orang yang ada di depan selnya. Tatapannya bertemu dengan si calon permaisuri.

"Kenapa kau melakukannya?" Tanya Midoriya. "Kenapa kau menyerang Putra Mahkota?"

Pria itu hanya diam membisu.

"Apa ada alasan kenapa kau tidak mau memberitahu kami?"

Lagi, pria itu diam.

Setelah beberapa pertanyaan lain mereka tetap tidak mendapatkan hasil. Pelaku itu diam seribu bahasa.

Koshi menghela napas. "Tidak berhasil juga."

Kirishima dan Koshi sudah akan meminta Midoriya untuk pergi saat kemudian pelaku itu mengatakan sesuatu.

"Karena kau."

Langkah mereka bertiga terhenti, kembali melihat ke dalam sel.

"Maaf? Kau bilang apa tadi?" Tanya Kirishima.

Pria di dalam sel itu menatap lurus pada Midoriya. "Karena kau."

Manik mata Midoriya melebar, dia terdiam. Pelaku itu mengatakan jika penyerangan pada Bakugou itu karena dirinya?

"Apa maksudmu?" Tanya Koshi.

Pria itu tetap memandang tajam pada Midoriya. "Putra Mahkota akan mati karenamu."

Jantung Midoriya berdegub berat. "Apa–"

"Apa maksudmu, hah?" Kirishima menatap kesal pada pria itu. "Kenapa kau tiba-tiba menuduhnya setelah terus diam kemarin?"

"Sudah kukatakan gadis itu penyebabnya!"

"Kau–"

"Kirishima," potong Koshi. "Pergilah bawa Nona keluar dari sini. Biar aku yang urus di sini."

Kirishima melihat pada Midoriya dan baru menyadari jika raut gadis itu sudah berubah ketakutan. "Ayo, kita pergi dari sini."

Midoriya masih mematung dengan gemetar, sepertinya gadis itu tak mendengarnya. Kirishima memegang kedua pundaknya dari belakang, membuat Midoriya tersentak kaget.

"Ayo pergi." Ujar Kirishima setenang mungkin, akhirnya bisa mengajak Midoriya untuk beranjak dari depan sel.

.
.
.
.
.

Midoriya duduk diam di teras kamarnya. Pandangannya kosong menatap taman tanpa bicara sepatah kata pun sejak dia kembali satu jam lalu.

Kirishima jadi cemas. Perkataan pelaku itu membuat gadis itu syok. Dia sebenarnya juga tidak mengerti kenapa pelaku itu berkata demikian, tapi dia lebih peduli pada Midoriya sekarang ini.

"Jangan pikirkan ucapan tadi." Ujarnya. "Kemungkinan dia hanya ingin menyulut kekacauan di istana."

Midoriya menunduk menatap pangkuannya.

"Bagaimana jika memang benar...?"

"Maaf?"

"Orang yang hampir menyerangku dulu, alasannya adalah kebencian setelah kelompok ilegalnya kububarkan. Setelah gagal membunuhku, bukannya tidak mungkin orang lain yang punya perasaan benci yang sama akan mencoba untuk menyerang Yang Mulia sebagai gantinya."

Kirishima terdiam. Itu mungkin ada benarnya juga, tapi dia belum tahu pasti selama pelaku itu belum mengatakan semuanya.

"Bagaimana jika nantinya Yang Mulia sungguh akan terbunuh karena diriku...?"

Melihat gadis itu gemetar ketakutan, Kirishima berlutut di sampingnya dan dengan lembut mengusap punggungnya. "Jangan khawatir, itu tidak akan terjadi."

.
.
.
.
.

Beberapa hari berlalu. Midoriya nampak kacau. Dia sulit tidur sejak mendengar tuduhan pelaku, membuat kantung hitam menghiasi bawah matanya.

Kirishima cemas, dia mencoba untuk membuat Midoriya istirahat lebih banyak tapi gadis itu menolak. Kalau Sumire tahu Kirishima pasti akan kena marah karena Midoriya tidak boleh kelelahan.

Hari ini Midoriya kembali diam di ruang rawat. Kondisi Bakugou sudah semakin stabil seiring waktu berlalu, tapi Midoriya tetap terhantui oleh perkataan pelaku.

"Apa yang harus kulakukan..."

Midoriya menangkup jemari Bakugou dalam kedua telapak tangannya. Beberapa saat kemudian tiba-tiba dia merasakan gerakan kecil dari salah satu jari pria itu yang berkedut. Gadis itu sontak melihat pada wajah Bakugou.

"Yang Mulia?"

Jemari Bakugou kembali berkedut beberapakali sebelum akhirnya kelopak mata pria itu terbuka perlahan.

Manik crimson sejenak menatap tak fokus dan bingung pada langit-langit, sekitar, dan kemudian menoleh mendapati sosok yang dikenalnya.

"Midoriya..." panggil Bakugou dengan serak.

Midoriya tak bisa membendung perasaannya lagi dan menghambur memeluk Bakugou dengan isak tangis.

Bakugou masih belum sepenuhnya sadar dengan apa yang terjadi, tapi dia balas memeluk gadis itu dengan lemah. "Untuk sekarang jangan memelukku terlalu keras, ya?"

Mendengar itu Midoriya melepas pelukannya dan mengusap mata. "Maaf..."

Bakugou tersenyum kecil. "Bantu aku duduk."

"Eh? Tapi luka Anda..."

"Aku akan baik-baik saja, bantu aku."

"Baik." Midoriya dengan hati-hati membantu pria itu untuk berdiri. Bakugou cukup kuat untuk tetap bangun duduk tanpa harus ditopang.

Bakugou terbatuk pelan dengan memegangi perutnya. Dia ingat jika sebelumnya ditusuk dan kemudian tak sadarkan diri.

"Berapa hari aku di sini?"

"Lima hari..."

"Cukup lama juga." Bakugou melihat pada wajah Midoriya. "Apa yang terjadi padamu?"

Midoriya menunduk. "Saya hanya tidak bisa tidur..."

"Apa kau seharian ada di sini?" Bakugou mengangkat dagu Midoriya. "Matamu juga sembab, seberapa banyak kau menangis?"

Midoriya hanya merapatkan mulutnya dan kembali menunduk sedih.

Bakugou menghela napas pelan, tangannya terangkat mengusap kepala gadis itu. "Terima kasih telah mengkhawatirkanku, aku baik-baik saja."

"Mendengar kabar Anda dalam kondisi gawat... juga melihat Anda terbaring berhari-hari..."

"Yah, itu memang serangan berbahaya. Tapi aku tidak akan mati semudah itu." Bakugou menarik Midoriya ke dalam pelukannya. "Jangan khawatir, aku tidak akan pergi darimu."

Midoriya terdiam. "Bagaimana jika aku yang akan membuat kau pergi dariku...?" Merasakan matanya kembali panas, gadis itu membenamkan wajahnya dalam pelukan dan menangis. "Aku tidak mau... kumohon... aku tidak mau kau pergi..."

.
.
.
.
.

Continue lendo

Você também vai gostar

250K 36.9K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
156K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
509K 5.5K 88
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
199K 9.8K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...