Untouchable Lady [END]

De Chocho_latte71

623K 67.1K 1.1K

Serena kira kecelakaan yang dia alami akan mengantarkan jiwanya ke akhirat, tapi kenyataannya dia malah terda... Mai multe

1. Kecelakaan
2. Transmigrasi
3. Raga Baru
4. Keluarga Kampret
5. Victor
6. Pasar
7. Pergi Memasak
8. Bakso dan Sate
9. Victor Pengganggu!!
10. Sejarah Sihir
11. Berdirinya Akademi Earthix
12. Xavier
13. Makan Malam Bersama
14. Ulang Tahun Elizabeth
15. Pesta Debutante
16. Putra Mahkota
17. Dasar Bapak Tsundere!!
18. Masuk Akademi?
19. Mahkluk Purba
20. Berangkat
21. Sihir Alam
22. Kepala Akademi
23. Teman Sekamar
24. Hama
25. Hari Pertama
26. Saintess
27. Pangeran Zion
28. Elizabeth vs Freya
29. Identitas Serena?
30. Elizabeth dan Rafael
31. Siapa Rafael?
32. Pembunuhan
33. Mencari Bukti
34. Demon
35. Madam Carola
36. Rahasia
37. Harrison Ambrosius
38. Pemberontakan Mahkluk Purba
39. Keadaan Kacau
40. Ritual Darah
41. Dewa Althia
42. Rencana Pembalasan
43. Jiwa Rafael
44. Menyerang Harrison
45. Darrel?!
46. Terbunuhnya Darrel
48. Lily Putih
49. Keluarga
50. Akhir
Epilog
CERITA BARU

47. I Love You

7.1K 799 79
De Chocho_latte71

2400 kata
Happy reading 💖

*****

"SIALAN!"

Harrison berteriak murka mengetahui Darrel mati terbunuh. Alasan kemarahan yang sebenarnya bukan pasal kematian putranya tapi karena hilangnya bidak catur terkuat yang dimiliki. Jika seperti ini harapan Harrison hanya pada makhluk purba. Harrison bisa saja mudah mengalahkan mereka tapi tidak dengan Elizabeth. Keberadaan Elizabeth menyulitkan keadaan Harrison. Jika dia tidak berhasil membunuh Elizabeth maka dia yang akan terbunuh.

"Aku akan membunuhmu!!"

Harrison berlari ke arah Rafael. Rafael yang menyadari arah tujuan laki laki itu segera menyingkir menjauh. Dia tidak bisa membahayakan teman temannya yang berada di sampingnya. Bagaimana pun mereka tidak terlibat dalam kematian Darrel.

"Kemari! Kita lihat siapa yang akan mati?!" Balas Rafael.

Dia bergerak ke arah tanah lapang yang luas untuk mempermudah pergerakan dan juga mencegah akibat pertarungan mereka tidak mengenai teman nya. Dia tidak mau melihat kematian teman nya yang lain.

Harrison berdiri didepan Rafael, manik mata hitam pekatnya menatap tajam. Urat urat tangan menonjol berwarna hitam dengan kuku kuku yang memancang bak kuku serigala.

"Kau hanya manusia lemah. Jangan merasa angkuh dihadapanku HAHAHA," cibir Harrison tertawa keras diakhirnya.

"Harusnya kau yang jangan angkuh, Harrison! Kau hanya demon. Makhluk paling hina yang pernah diciptakan oleh Dewa. Bahkan tempatmu saja di Tartarus, tempat terendah yang ada di dunia," balas Rafael.

"Sialan! Jaga mulutmu sebelum aku robek."

Emosi Harrison tak terbendung lagi mendengar kata hinaan yang terlontar padanya. Dengan kilat ia menyerang Rafael menggunakan tangan kosong. Ia mengarahkan pukulan tangan nya pada wajah Rafael yang langsung dihalau oleh tangan Rafael sendiri. Rafael ikut bergerak menyerang Harrison, menendang perut laki laki itu mundur.

Harrison memegang perutnya lalu terkekeh sinis. "Tendanganmu lumayan juga, tapi apa kau yakin dengan kekuatanmu itu kau bisa mengalahkan ku? Walaupun aku demon, tapi dalam bangsaku aku yang terkuat," ungkapnya.

"Aku tidak perduli. Mau terkuat pun kamu hanya seorang demon. Takdirmu tetap akan dibawah manusia."

"Brengsek!" Umpat Harrison tak terima.

Dalam telapak tangan muncul api berwarna merah kehitaman. Api hitam milik demon, api yang bisa menghanguskan sesuatu bahkan manusia dalam hitungan detik. Bibirnya menyeringai licik lalu terkekeh pelan. "Kau akan mati!"

Harrison melemparkan api hitam ke arah Rafael. Api tersebut meluncur cepat seperti kilatan petir. Dengan seketika api itu hampir mengenai tubuh Rafael, jika laki laki itu tidak segera menyingkir menjauh. Alhasil api tersebut malah mengenai pohon yang menjulang tinggi dibelakangnya yang menimbulkan ledakan.

Duarr

Suara detuman ledakan memekakkan telinga. Satu pohon besar tinggi tumbang akibat sihir api hitam milik Harrison. Api menjalar membakar pohon tersebut dengan cepat menjadi abu berwarna hitam.

Rafael menoleh ke belakang, raut wajahnya sedikit panik. Jika saja dia telat sedetik mungkin dirinya sekarang sudah menjadi abu. "Hampir aja," keluhnya.

Kembali menatap tajam Harrison yang menggeram marah. Rafael menyabut pedang yang berada pada samping badan nya, ia sampai melupakan pedang yang sudah ia bawa dan persiapkan untuk pertempuran ini.

Menatap sebentar pedang ditangannya, tanpa ba-bi-bu Rafael langsung berlari ke arah Harrison dengan pedang yang terarah ke depan. Siap menusuk siapapun yang menghalanginya. Tujuan nya pada dada musuhnya, tepat dibagian jantung. Kelemahan Harrison pasti sama dengan kelemahan Darrel, bagaimanapun mereka sepasang ayah dan anak bangsa demon. Itu yang Rafael pikirkan saat ini.

Setelah sampai di dekat Harrison, laki laki itu langsung saja mengarahkan ujung pedang nya dengan cepat. Tinggal sedikit lagi Rafael berhasil menancapkan pedangnya pada dada Harrison jika tidak ada benda yang menghalangi secara tiba tiba.

Sringg

Sebilah pedang lain menghalau ujung pedang milik Rafael yang berjarak 5cm dari dada Harrison.

"Kau pikir hanya kau saja yang mempunyai pedang? Lihatlah! Bukankah sekarang seimbang?!" Seru Harrison mengangkat sebuah pedang berwarna hitam mengkilap. Ia tersenyum ponggah.

Entah darimana Harrison mendapatkan pedang tersebut, tiba tiba saja sudah berada di genggamannya. Tidak ada yang menyadari pergerakan kilat Harrison termasuk Rafael.

Harrison berbalik menyerang menggunakan pedang hitam nya. Lagi lagi sangat kilat, Rafael sendiri tidak bisa memprediksi arah sasaran pedang. Matanya bergerak ke kiri kanan lincah mengamati pergerakan Harrison, sembari tanganya yang sibuk mengayunkan pedang miliknya.

Kiri! Yah dia sekarang tau arahnya dari kiri. Dia hanya harus bergerak ke kanan untuk menghindar. Rafael bergerak ke samping ketika melihat arah pedang yang tetap mengarah ke kiri. Laki laki itu tersenyum penuh percaya diri. Rasa percaya dirinya hinggap pada jiwanya untuk beberapa detik.

Senyumnya seketika lenyap saat merasakan benda tajam yang menggores pipinya dengan cepat.

Ternyata tipuan. Harrison sengaja mengarahkan ke arah kiri, setelah Rafael fokus pada arah tersebut maka secara tiba tiba laki laki itu akan mengubah arah sasaran nya menjadi ke kanan.

"Anjing!" Umpat Rafael. Tangannya mengusap darah yang mengalir dari sayatan di pipi nya.

Wajah tampan yang ia banggakan dan ia jaga untuk Elizabeth seorang sekarang tergores. Harga diri sebagai laki laki tampan menjadi ternodai. Bagaimana jika Elizabeth setelah ini tidak mau memandang dirinya. Yah walaupun sebelumnya sih juga enggan. Tapi kan....

"Wajahku," keluh Rafael lesu. Saat matanya menatap Harrison yang mengejeknya seketika amarah dalam dirinya membara bak api yang disiram minyak. Tidak mau menunda nunda lagi ia berbalik membalas Harrison. Darah harus dibalas darah walau setetes saja yang keluar.

Suara denting gesekan antar pedang terdengar nyaring. Baik Rafael ataupun Harrison saling mengadu ketangkasan berpedang yang dimiliki.. Keringat yang membasahi tubuh tidak mempengaruhi semangat mereka. Justru itu menambah semangat mereka yang membara untuk saling mengalahkan.

Elizabeth berdiri tak jauh dari mereka. Memperhatikan bak penonton tak berguna yang menonton pertunjukan. Gadis itu heran. Kenapa kedua laki laki semangat sekali? Harusnya kan dirinya yang sekarang berhadapan dengan Harrison, bukan malah menjadi penonton seperti ini.

Gadis itu berdecak kesal. Ia tidak bisa diam seperti ini terus. Tujuan dia kemari untuk membunuh Harrison.

Berjalan pelan mendekati keduanya tanpa menimbulkan suara tapak kaki. Memperhatikan sebentar, jika keadaan Rafael terpojok dia akan bergabung. Selain itu dia harus mengamati pergerakan Harrison sekaligus mencari kelemahan lainnya.

Dalam genggaman tangannya sudah ada pedang es yang sangat tajam. Rafael terlihat kelelahan dan semakin terpojok. Laki laki itu mendapatkan luka goresan yang cukup banyak, Elizabeth merinding. "Apa tidak sakit?" Pikirnya.

Matanya melotot ketika melihat pedang Harrison yang mengarah pada leher Rafael. Dengan segera dia berlari dengan cepat. Lalu sebelum pedang tersebut mengenai Rafael, Elizabeth segera menghalau dengan pedang es nya.

Elizabeth menyentak pedang milik Harrison. Dia mendorong Harrison ke belakang dengan sihir angin nya, lalu mengikat Harrison pada batang pohon dengan sulur tanaman. Setidaknya untuk beberapa saat Harrison tidak bisa menyerang mereka.

Elizabeth beralih menoleh ke arah Rafael yang menatapnya lekat. "Kamu baik baik saja?" Tanyanya.

"Apa yang kamu lakukan? Pergi sekarang, Elizabeth!" Bukannya menjawab pertanyaan Elizabeth, Rafael malah bertanya balik dan menyuruhnya menyingkir.

Harusnya Rafael berterimakasih pada Elizabeth, karena dirinyalah Rafael masih bisa hidup. Mood Elizabeth langsung memburuk. Dia merajuk memalingkan wajah enggan menatap Rafael.

"Tidak. Aku akan membantumu. Tidak adil jika hanya kamu yang melawannya sendiri. Jadi mari kita serang dia bersama," ajak Elizabeth malu malu. Gadis itu beralih menatap Harrison yang sudah berhasil terlepas dari ikatan sulur yang membelenggu badannya.

"Sudah jangan banyak protes!" Elizabeth berbicara lebih dulu ketika melihat mulut Rafael yang terbuka ingin mengucapkan bantahan. Kenapa laki laki senang sekali membantah ucapan perempuan?! Elizabeth tidak mengerti isi otak mereka.

Gadis itu melangkah mendekat ke arah Harrison yang terduduk lemas di atas tanah, meninggalkan Rafael yang dilanda rasa cemas. Laki laki itu memandang punggung mungil Elizabeth. Gadis mungil yang sangat ia cintai.

"Kamu berhasil membuatku khawatir setiap saat," desis Rafael.

Rafael ikut mendekati Elizabeth yang mulai bertarung dengan Harrison. Lihatlah gadisnya sangat sexy dengan keringat yang mengalir di lehernya! Tekad untuk membunuh Harrison semakin membara. Setelah semua selesai ia akan membawa Elizabeth untuk menikah dengan nya. Yah benar! Rencananya yang sangat bagus.

Ketiganya bertarung dengan sengit. Rafael dan Elizabeth menggabungkan kekuatanya untuk menyerang Harrison dari segala sisi. Mengepung Harrison untuk membatasi pergerakan nya.

Sedangkan Harrison sendiri menggeram marah. Dia mengutuk keduanya yang berhasil memojokkan nya. Dia tidak mungkin mengalahkan keduanya secara bersamaan, harus ada salah satu diantara mereka yang dipukul mundur. Mata tajam bak elang mengamati kekuatan mereka saat ini.

Tersenyum licik memikirkan rencana yang ia buat. Mengubah arah pedang ke Elizabeth lalu menghindari setiap serangan pedang milik Rafael. Kakinya melangkah ke depan membuat posisi Elizabeth semakin mundur. Matanya melirik ke belakang lalu terkekeh. Mereka terjebak dengan rencananya.

Memastikan waktu yang tepat, Harrison tiba tiba berbalik dan menggoreskan ujung pedangnya pada tubuh Rafael. Luka memanjang dari dada sampai perut terlihat saat baju nya yang ikut robek. Walaupun luka nya tidak terlalu dalam tetap saja itu sangat menyakitkan.

"ARGHH," jerit Rafael.

Laki laki itu mundur ke belakang, kepalanya menunduk menatap luka yang terbentang panjang. Bibirnya meringis menahan perih.

"Kamu baik baik saja, Rafael?" Teriak Elizabeth panik. Baru ingin melangkah mendekati Rafael, didepan matanya pas ada ujung pedang yang menghalangi pandangan nya.

Harrison menyeringai. Tak memberikan kesempatan untuk Elizabeth kabur, laki laki itu berbalik kembali menyerang gadis itu. Dengan begini ancaman nya menjadi berkurang.

Elizabeth tersentak. Batinnya mengumpati laki laki itu. Tak mau dikalahkan dengan mudah, ia menyentak setiap serangan pedang Harrison. Nafasnya yang mulai ngos-ngosan memecah konsentrasi nya. Apalagi keadaan Rafael yang duduk menahan sakit pada lukanya membuat gadis itu dilanda khawatir dan cemas.

"Mau kemana kau? Lihatlah dia!" Harrison menunjuk Rafael dengan lirikan mata. "Sebentar lagi giliranmu," imbuhnya.

Fokusnya terpecah belah antara Harrison dan Rafael. Pikirannya bercabang, ingin meminta bantuan yang lain tapi mereka juga sedang berjuang melawan hewan purba yang sulit dikalahkan. Saat ini semuanya sibuk bertahan untuk dirinya sendiri mempertaruhkan nyawanya.

'Otak ku tidak bisa berpikir cepat,' batin Elizabeth mengeluh frustasi.

Pedang es digenggamnya hilang mencair. Elizabeth sampai melupakan jika ada sihir. Harusnya dia melawan Harrison menggunakan sihir, dengan begitu tenaganya tidak akan terkuras banyak. Kenapa dia tidak berpikir seperti itu sejak awal?! Ingin mengutuk kebodohanya yang hadir di keadaan genting seperti ini.

Telapak tangan mungilnya muncul api biru yang berkibar-kibar tertiup angin. Elizabeth melemparkan api itu ke arah Harrison, dimana Harrison sendiripun melakukan serangan api hitamnya juga.

Api biru milik pemilik sihir alam dan api hitam milik demon bertabrakan menimbulkan ledakan. Baik Elizabeth ataupun Harrison mundur menghindar. Matanya saling menatap tajam.

Ledakan terus terdengar setiap sihir api mereka bertabrakan. Pohon pohon disekeliling terbakar, menambah suasana terlihat mengerikan.

"Menyerahlah! Lalu kembali dengan utuh ke Tartarus daripada kau kembali hanya menyisakan roh saja," tukas Elizabeth menyarankan.

"Aku tidak akan pernah kembali. Tujuannya saat ini menguasai dunia manusia."

"Itu tidak akan pernah terjadi!"

Mereka kembali menggunakan pedang sebagai alat pertarungan. Luka luka memanjang tergores dilengan Elizabeth. Gadis itu meringis menahan perih. Tangannya gemetar setiap mengayunkan pedang. Tenaga dan juga mana nya semakin berkurang.

Mundur beberapa langkah, merunduk menyangga berat badan menggunakan pedang. Elizabeth menggeram marah mengetahui kekuatan Dewi Alam nya tidak bisa digunakan saat ini. Apa masih ada segel lain nya dalam jiwanya? Atau jangan jangan kekuatan nya tidak bisa dipakai sembarangan?

Lengah. Saking sibuknya pikirannya, Elizabeth tidak menyadari Harrison yang tiba tiba berpindah dibelakang nya. Tangan laki laki mengangkat pedang hitam nya, bersiap menusuk jantung Elizabeth dari punggung.

Rafael melototkan nya matanya, melihat apa yang mungkin akan terjadi sebentar lagi. Dengan tertatih tatih dia berdiri dan berlari sekuat tenaganya. Dalam pikirannya hanya ada keselamatan dari gadis yang dia cintai.

Rafael berdiri di belakang Elizabeth, badannya membentang melindungi badan gadis itu dari tusukan pedang. Alhasil pedang yang awalnya tertuju ke arah Elizabeth kini malah menghunus dada Rafael. Darah mengalir deras membasahi pakaian.

"ARHHHHH." Jerit Rafael sangat keras.

Elizabeth berbalik badan, seketika membelak. "RAFAEL!!" Serunya panik.

Matanya berkilat tajam menatap Harrison. Sulur sulur tanaman muncul dari balik tanah melilit badan Harrison dengan erat, bak ular yang sedang melilit seekor katak.

Beralih menatap Rafael yang terduduk di atas tanah memegangi dadanya yang masih terdapat pedang yang menancap. Matanya memejam dengan gigi yang menggigit bibir.

"Kenapa kau melakukan hal gila ini, Rafael?!" Bentak Elizabeth. Gadis itu marah dengan yang dilakukan Rafael.

"A-ku sudah pernah melihatmu mati dan aku tidak mau melihatnya untuk kedua kali," jawab Rafael terbata-bata dengan nafas tersengal.

"Tapi tidak dengan kamu mengorbankan nyawanya sendiri. Bisa saja kau membuat tembok es seperti sebelumnya," bantah Elizabeth.

"Walaupun aku melakukan hal tersebut tetap saja nantinya aku akan mati. Apa kamu ingat perkataan waktu itu?"

Elizabeth menaikkan satu alisnya bingung. "Waktu kapan?" Tanyanya.

"Saat di perpustakaan, waktu aku yang memberi tahumu tentang rahasiaku. Saat itu aku bilang jika aku memberi tau orang itu tentang rahasiaku maka aku akan kehilangan nya. Dan yang aku maksud dengan orang paling berharga dalam hidupku adalah kamu, Serena."

"Kamu alasan aku berada disini. Kamu alasan aku membuat perjanjian dengan Dewa Kehidupan. Kamu alasan aku melakukan semua hal ini, Serena."

Elizabeth tercengang. Ia melupakan hal itu, dia juga tidak menyadari maksud perkataan Rafael. Jika akibatnya seperti ini, dia tidak akan meminta Rafael untuk menceritakan. Rasa penyesalan menghantui jiwanya.

"Walau begitu aku tidak menyesal. Justru aku bahagia, setidaknya untuk beberapa bulan aku masih bisa melihatmu secara langsung. Aku masih bisa merasakan kebahagiaan setiap berada disampingmu. Masih bisa memandang wajah cantikmu, mata bersinarmu, dan juga tingkah lucu dirimu ketika marah," jelas Rafael terkekeh pelan, menyembunyikan segudang rasa sakit pada dadanya.

Tangan kanan nya meraih pipi chubby Elizabeth. Sangat halus. Rafael bisa merasakan begitu halus dan hangat kulit wajah gadis itu. Wajah putih dengan rona merah di pipinya karena terpaan sinar matahari menambah kesan lucu bagi Rafael. Matanya menatap kagum kecantikan dari gadis dihadapannya ini.

Rafael bersyukur diberi kesempatan untuk mencintai gadis sesempurna ini. Ingin rasanya dia selalu berada didekat Elizabeth, memeluk tubuh mungil gadis itu dalam dekapannya, menikmati setiap irama jantung yang berdetak kencang, dan jika bisa ia ingin menikah lalu hidup bersama.

"Jangan pernah merasa bersalah, Elizabeth. Ini semua sudah takdirku," ujar Rafael ketika melihat tatapan mata Elizabeth penuh dengan rasa bersalah terhadapnya.

"Berjanjilah padaku untuk hidup bahagia setelah ini." Jari kelingkingnya terulur ke depan. Kepalanya menganguk memberi isyarat untuk Elizabeth untuk menautkan jari kelingkingnya.

Dengan berat hati Elizabeth menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking besar Rafael. "Aku berjanji. Tapi kau juga harus berjanji untuk bertahan sebentar lagi," pintanya. Suara bergetar menahan isak tangis.

Rafael tidak menjawab permintaan Elizabeth, laki laki itu hanya membalas dengan senyum lebarnya. Nafasnya semakin pelan. Menahan rasa sakit ketika jiwanya seolah dipaksa ditarik pergi dari raganya.

"I love you, Serena."

Kalimat terakhir yang diucapkan sebelum menutup matanya dengan damai. Gerakan naik turun di dadanya sudah tidak terlihat lagi. Rafael dengan jiwa Leon pergi untuk selamanya dan tidak akan bereinkarnasi lagi.

Tidak ada air mata yang mengalir keluar di mata Elizabeth. Diam tanpa ekspresi menatap tubuh Rafael yang terbujur tanpa nyawa. Ditariknya pedang di dada Rafael dengan sekali tarikan. Hatinya berdenyut nyeri. Andai waktu bisa diputar, ia akan mencegah hal ini terjadi.

Elizabeth sedih tapi entah mengapa perasaan marah lebih mendominasi jiwanya. Gadis itu sangat marah pada takdir. Takdirnya benar benar konyol! Kenapa harus Rafael? Kenapa?! Elizabeth ingin sekali menyalahkan takdir yang dibuat oleh Dewa Kehidupan.

Kepalanya menunduk dengan mata yang terpejam. Tangannya terkepal erat menggenggam tangan dingin milik Rafael yang semakin menyayat hatinya. Nafasnya menderu cepat seiring dengan bertambahnya emosi dalam jiwanya.

Elizabeth tidak bisa menahan amarahnya. "AAAAAAAAAAA." Ia berteriak dengan keras, suara menggema hingga membuat tanah tanah bergetar.

****

Cintaku tidak direstui author
-Leon muka sedih

Ga jadi kawin😝 Ga jadi kawin😝
-author tertawa jahat

Tenang tenang Chocho ga sejahat ini kok✋

Continuă lectura

O să-ți placă și

1.8M 141K 102
Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Thalia mengalami kecelakaa...
275K 22.3K 48
⚠️SLOW UPDATE ⚠️ Kisah menyegarkan seorang gadis cantik, pemberani dan pintar bersama peri yang akan memandunya di setiap cerita. Mereka berdua akan...
3.2M 310K 87
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya.
707K 42.3K 68
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...