Between Jersey & Macaron (END...

Od jhounebam

205 37 144

Abelle Estania, adalah seseorang yang berjuang demi menggapai mimpinya untuk masuk DBL. Bukan orang lain yang... Více

Notes
Visual
Bab 2 Kesan Pertama dari Sup
Bab 3 Persaingan Sengit
Bab 4 Macaron Pelangi
Bab 5 Tim Tak Terduga
Bab 6 Wajah Sekolah
Bab 7 Rahasia Manis
Bab 8 Lemparan Bebas
Bab 9 Hampir Redup
Bab 10 Jus Stroberi
Bab 11 Kecewa yang Tersembunyi
Bab 12 Ini Bukan Keberuntungan
Bab 13 Untuk yang Terakhir, Sungguh
Bab 14 Ini Tak Mudah
Bab 15 Pertandingan Dimulai
Bab 16 Kenyataan yang Tak Diinginkan
Bab 17 Ketakutan Menjalar
Bab 18 Saatnya Mengakhiri Semua Ini
Bab 19 Sedikit Lagi
Bab 20 Hari Pembalasan
Bab 21 Terlalu Singkat
Bab 22 Alasan untuk Sebuah Senyum
Bab 23 Menjalankan Mimpi
Bab 24 Taman Malam
Bab 25 Ujung Gua yang Sempit
Bab 26 Biarkan Aku Pergi
Bonus Chapter
Notes <3

Bab 1 Kejutan di Depan Rumah

29 2 8
Od jhounebam

Matahari perlahan mulai turun ke barat, menimbulkan semburat jingga yang indah di langit. Area sekolah sepi karena murid-murid sudah pulang dari tadi, menyisakan beberapa orang yang berambisi untuk merebut kemenangan di pertandingan sparing dua minggu lagi. Latihan basket telah selesai beberapa menit lalu, dan anggota tim berencana untuk pulang.

Tapi sebelum pulang, berjalan ke kantin adalah hal yang harus dilakukan Abelle. Ia sangat kelelahan sehingga perutnya lapar sebelum waktunya. Ia memilih untuk membeli sebungkus kentang goreng dengan bubuk penyedap yang maha dahsyat gurihnya. Abelle menikmati cemilannya dengan tenang sebelum teman-temannya mencegatnya di pintu kantin.

"Kamu makan apaan, Belle?"

"Bagi dikit, dong!"

Celine dan Keisha tampak tergiur mendengar bunyi "kriuk" dari kentang goreng di mulut Abelle.

"Nggak dulu, Kei, Cel. Aku laper banget, latihan hari ini kayaknya lebih berat dari biasanya." Jawaban Abelle membuat kedua temannya cemberut.

"Ya udah, besok aku traktir."

Keisha dan Celine langsung sumringah. Celine merangkul Abelle semangat sambil mengucapkan terima kasih, tapi itu membuat satu kentangnya jatuh.

"Ck, Celine! Kentangnya jatoh, kan!" Kini gantian Abelle yang memandang Celine dengan alis tertekuk. Celine minta maaf sambil terkikik geli.

Mereka bertiga berjalan keluar lapangan menuju pos satpam. Lahan parkir terlihat kosong, hanya ada beberapa mobil dan motor. Itu pun di bagian tempat parkir para guru. Saat ingin berpamitan, Abelle mendengar ada suara mesin mobil yang datang masuk ke gerbang sekolahnya. Suara mesinnya halus dan berjalan dengan mulus di lahan parkir yang terdapat satu-dua lobang kecil di atas nya.

"Lexus? Sejak kapan ada mobil—" Omongan Keisha terhenti saat Abelle buru-buru menghabiskan kentang gorengnya.

Abelle kaget bukan main. Ibunya datang menjemputnya. Selama ini Abelle selalu pulang dengan naik bus, tapi kenapa sekarang ia justru dijemput? Ia cepat-cepat membuang bungkusan plastik di tempat sampah dan mengelap tangan di celananya.

"Abelle! Sayang!" Mita, ibunya Abelle, melambai dari dalam mobil dengan ceria. Kaca mobil diturunkannya setengah sehingga terlihat jelas ibu Abelle yang sedang memakai kacamata hitam.

"Abelle, itu mama mu?" Keisha bertanya heboh. Ia mengomentari betapa kerennya gaya yang dimiliki Mita. Kulitnya masih mulus seolah tidak ada minyak sedikitpun meski hari sudah sore.

"Kayaknya baru pertama kal—"

"Aku duluan!" Abelle buru-buru masuk, memilih duduk di belakang. Udara dari pendingin langsung merebak di kulitnya yang berkeringat.

"Abelle, kamu buang apa tadi?" Mita melepas kacamatanya, melempar pandangan memeriksa lewat kaca spion. Nada suaranya tak seceria tadi.

"Buang sampah," jawab Abelle tak niat. Ia melipat tangannya di dada.

"Mama tahu, kamu kambuh lagi. Mama udah bilang, jaga pola makanmu! Katanya mau jadi atlet basket?" Abelle membiarkan perkataan ibunya dengan melihat pemandangan di luar jendela yang lebih menarik.

"Abelle." Mita memanggil anaknya dengan tegas.

"Kenapa Mama selalu ngelarang apa yang aku suka? Aku suka jajanan kaki lima karena emang enak, murah lagi. Tadi aku juga latian berat dan laper duluan, emangnya nggak boleh aku ganjel perut?"

Tepat saat perkataan Abelle selesai, Mita mengerem mendadak sehingga membuat badan sedikit terhuyung ke depan. Ada pejalan kaki yang menyebrang tidak menengok kanan kiri. Mita membunyikan klakson nyaring dengan emosi. Klakson pengendara lain terdengar bersahutan. Tinggal di negara serba seenaknya saja memang tidak mudah.

"Abelle, ini demi kebaikanmu juga. Mama nggak ngelarang kamu nggak makan sama sekali jajanan kaki lima, tapi kalo berlebihan kan juga nggak bagus." Mita kembali fokus menyetir.

"Tapi tadi itu cuma kentang goreng, Ma."

"Mama yakin nggak cuma hari ini kamu jajan kaki lima."

Abelle menggeram kesal. Ia mengepalkan tangan sampai merah.

"Aku kenal semua pedagang di kantin. Aku juga sering tanya ke mereka dan dagangan mereka nggak pakai pengawet berbahaya. Kalau emang makanannya nggak bersih, aku sama temen yang lain pasti sudah sakit dari kemaren." Perempuan dengan kunciran kuning itu tak mau kalah menyahut. Mendengar itu Mita langsung melotot tak percaya.

"Abelle! Nggak boleh kamu ngomong kayak gitu. Emangnya kamu mau sakit lagi? Tipes kayak dulu pas kamu SMP? Mama pusing banget ngurusin kam—"

"Iya, Ma, iya. Kenapa Mama selalu bahas itu? Itu sudah lama sekali, Ma." Abelle menggaruk rambutnya kasar tanda kesal.

"Mama cuma pengen kamu sehat-sehat, Abelle." Suara Mita melembut. Suasana jalanan yang ramai tak membuatnya menaikkan nada suara lagi.

Abelle memutar bola matanya, menghembuskan napas keras.

"Mama cuma bisa berusaha yang terbaik untukmu, Sayang. Ini demi mimpimu juga." Satu kata menusuk hati Abelle yang kecil. "Mimpi".

Selama ini ia sudah berlatih keras demi diakui di komunitas basket terkenal, DBL. Ia yakin ia memiliki potensi dan bakat dalam olahraga itu. Jika dilihat-lihat, dirinya pun tak segemuk teman-temannya yang lain yang tidak ikut ekstrakurikuler olahraga. Abelle hanya berbadan besar, tapi kadang Mita melihatnya sebagai definisi dari kelebihan berat badan.

"Abelle, Mama paling tahu kamu. Mama tahu kamu suka main basket dan kuliner. Tapi tolong, mulai sekarang jaga pola makanmu. Kamu lebih layak makan makanan sehat daripada jajanan kaki lima yang nggak ada gizinya" Mita menjelaskan lagi.

Kini perkataannya membuat Abelle termenung. Kuliner juga bagian dari kebahagiaannya. Ia selalu mendapat energi lebih setelah makan apa yang ia suka. Tapi ... terlalu susah untuk melepaskan warung-warung langganannya.

"Mama sendiri yang bilang, kita udah nggak kayak dulu lagi. Sekarang kita bisa dapetin apa yang dulu kita nggak bisa beli. Mama juga yang ngasih aku uang jajan lebih, tapi sekarang Mama ngomong seolah lagi kekurangan—" Mita memotong cepat omongan anaknya yang membahas masa lalu.

"Ya, kita sekarang bisa menikmati hidup. Mobil ini juga hasil dari perjuangan Mama. Makanya Mama pengen yang terbaik demi Abelle."

Dari tadi yang terbaik, yang terbaik. Apa maksudnya? Keadaan mereka sekarang sudah berbeda dari dulu. Sekarang Mita sudah mampu membeli apa yang ia mau, dan bahkan memberikan uang jajan lebih pada anak semata wayangnya. Tapi kenapa pembicaraannya ini memberi sinyal seakan uang jajan Abelle akan ditarik?

Abelle menggelengkan kepala, tidak mungkin ibunya barusan bangkrut karena penjualan properti yang menurun. Abelle tahu betul posisi ibunya sekarang. Mita juga memiliki mental kerja keras yang kuat, bahkan kadang Abelle beranggapan bahwa ibunya itu gila kerja. Tidak semudah itu perusahaan besar yang dikelola Mita bangkrut tiba-tiba.

"Makanya Mama rekrut chef pribadi buat kamu."

Keheningan menyembur di antara mereka berdua.

Abelle kaget bukan main mendengar kata itu.

"Chef ... Maksudnya?"

"Oh, dia udah sampe."

Abelle menengok cepat. Ternyata ia sudah sampai di rumah. Perdebatan panjang dengan ibunya barusan membuat perjalanan tidak terasa. Kedua mata Abelle melihat vespa hijau muda terparkir di depan rumahnya. Pemilik motor itu langsung sadar saat mobil mewah muncul di depannya. Pria itu memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia sudah sampai lima belas menit yang lalu dan menunggu sambil bermain ponsel di depan rumah Abelle.

"Chef sudah dateng, ya. Maaf jadi nunggu lama," ucap Mita sambil memberi salam, "masukkin aja motornya ke dalem, sekalian saya masukkin mobil," lanjutnya kemudian menyuruh Abelle membuka pintu gerbang.

Chef itu terpana dengan gerbang rumah Abelle setinggi empat meter itu. Gerbang kayu itu tertutup rapat dan hanya ada celah kecil untuk membuka kunci, sehingga ia tidak bisa mengintip isi rumahnya. Saat chef itu masuk, ia lebih kaget lagi. Ia berjalan pelan sambil memperhatikan detail halaman rumah. Taman depan dengan warna-warni bunga cantik membuatnya semakin terpana.

Baru depannya aja udah mewah, apalagi di dalem, batinnya.

"Parkir aja motornya di sini, chef." Mita berusaha membuat chef itu tidak sungkan.

Sementara, Abelle dari tadi memperhatikan orang asing itu. Mama benar-benar serius dengan ucapannya. Abelle mengira ia baru akan bertemu chef pribadinya seminggu atau dua minggu setelah omongan tadi terjadi. Tapi nyatanya, beberapa menit setelahnya ia langsung melihat seorang laki-laki berbaju chef putih dengan rambut hitam legam dan membawa tas ransel. Dengan tas ransel di punggung ia terlihat seperti anak SMA, tapi wajahnya menunjukkan aura dewasa yang kuat.

"Selamat datang Chef Ryan di rumah kami. Perkenalkan, ini Abelle, anak saya." Mita memperkenalkan keduanya dengan ceria. Tak lupa sambil menepuk-nepuk pundak anaknya agar tidak canggung.

"Salam kenal, saya Ryan Qin. Mohon kerjasamanya," sapa chef yang bernama Ryan itu memberi salam sambil sedikit membungkuk.

Abelle gelagapan melihatnya, kemudian ia langsung ikut membungkuk dan menjabat tangannya, "Ha, halo Chef Ryan, saya Abelle."

"Panggil aja Kak Ryan, kita nggak beda jauh, kok," tambah Ryan dengan senyuman.

"Iya, kalian cuma beda dua tahun, lho. Nah, Chef Ryan bakal ada di sini dari siang kamu pulang sekolah sampe jam 7 malem, jadi Mama juga ngasih kunci rumah. Oke, semoga habis ini kalian makin akrab, ya." Nada ibunya sangat berbeda ketika sedang ceria dan sedang berceramah panjang. Rasanya nada ringan itu terasa asing di telinga Abelle.

"Saya mohon bantuannya. Saya percayakan semuanya pada chef. Tolong buatin banyak makanan sehat untuk calon atlet ini," timpal Mita seraya tertawa dan merangkul Abelle. Abelle hanya bisa memutar bola matanya saat ibunya berusaha menutupi lengan anaknya karena ia masih memakai jersey basket.

"Lain kali pakai baju yang pantes selama dia di sini," bisik Mita tepat di depan telinga anaknya.

"Baik, Tante, saya udah siapkan semua menu terbaik saya," balas Ryan dengan mengacungkan jempol.

"Sudah, ya, Mama mau lanjut kerja di kamar. Silakan kalian ngobrol atau apa terserah." Mita undur diri dari percakapan dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan hawa canggung di antara Abelle dan Ryan.

Isi kepala Abelle kosong dan tidak bisa memunculkan ide topik percakapan lain. Yang ada di pikirannya hanyalah kekhawatirannya mengenai uang jajannya yang terancam akan ditarik ibunya. 

<><><>

Wow woww, gimana pendapat kalian tentang chapter 1 ini? Siapa yang mau ada chef pribadi di rumahnya juga?😳 Jangan lupa vote dan komennya, thanks! ><

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

5.8M 327K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
582K 22.6K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
226M 6.9M 92
When billionaire bad boy Eros meets shy, nerdy Jade, he doesn't recognize her from his past. Will they be able to look past their secrets and fall in...
1.6M 117K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...