"Bold."/"Bold italic." : animatronik yang berbicara/di dalam pikiran
"Normal."/"Normal italic." : manusia yang berbicara/di dalam pikiran
=o^o=
Hari itu mereka berdua pergi ke rumahnya untuk memperbaiki langit-langit rumahnya yang bolong.
Terkadang Michael meringis mengingat ekspresi Mark ketika Mark pertama kali melihat lubang tersebut; tercengang dan melongo, tak dapat berkata-kata selama beberapa saat. Michael hanya tertawa kikuk begitu Mark memandang dirinya dengan cepat dan meminta penjelasan lebih lanjut (namun ujung-ujungnya Michael menjawab itu ulah maling).
Butuh beberapa jam memperbaiki setidaknya nyaris seluruh bagian lubang menganga di langit-langit, mengingat mereka berdua hanya tahu dasar dari memperbaiki sesuatu menggunakan perkakas. Kemudian mereka memutuskan berhenti sejenak.
Saat ini Michael menuang soda dingin ke dua gelas—dia sisakan untuk Ennard atau animatronik itu akan merajuk hingga berhari-hari dan itu sangat menyebalkan—lantaran cuaca lumayan gerah. Mark datang ke ruang tamu beberapa detik kemudian dan duduk di sofa sembari membuang napas berat.
"Rumahmu sepi sekali," Mark berkata pelan, mengambil gelas soda di atas meja.
Michael menggendikkan pundak. "Hanya ada aku di sini."
"Bukankah kau memiliki adik perempuan? Di mana dia?"
Pandangan Michael menurun. "Elizabeth ..."
Telah mati. Dia melihatnya sendiri ketika cakar mesin itu menarik tubuh kecil adiknya.
"... mungkin dibawa oleh ibuku." Michael menyelesaikan perkataannya dengan dengkusan kecil, walau dia menggigit pipi bagian dalamnya setelah itu. "Lalu ... kau tahu apa yang terjadi pada Evan."
Tidak ada yang bersuara hingga bermenit-menit.
Tentu saja, tragedi itu meninggalkan luka mendalam pada Michael, memori yang takkan pernah bisa terhapus bahkan oleh mereka berdua. Michael selalu menyalahkan diri sendiri, dia benci telah melakukan itu pada si bungsu.
Namun, seperti biasa, penyesalan datang di waktu terakhir.
Michael melihat Mark menatap ke dalam isi gelas dengan tatapan yang tak bisa diartikan begitu jelas. Mungkin Mark memikirkan kembali masa lalu, seperti dirinya saat ini. Akhir dari keempat berandalan yang sering membuat masalah ditutup dengan kasus mengenaskan. Bagaimana bisa seorang remaja berpikiran seperti itu, lantaran ia telah memiliki kesadaran akan mana hal yang baik dan buruk?
Michael dibutakan oleh rasa cemburu yang dipendam. Amarah yang terluapkan memperburuk keadaan. Dia dihantui tangisan tiap malam.
"Omong-omong."
Mark memutuskan berbicara.
"Aku masih tak percaya seseorang mencoba menerobos masuk dan terjatuh dari langit-langit." Mark mengerutkan dahinya pada Michael, membuat Michael menghela dan tersenyum kikuk. "Lalu kau tidak mendengar itu sama sekali."
"Karena aku bekerja saat itu," Michael menjawab.
"Pada tengah malam?"
"Ya."
"Kerja apa?"
"Kepo."
Ujung mata Mark berkedut kesal mendengar jawaban santai dari Michael, tapi Michael tidak terlalu peduli. "Kau suka merahasiakan banyak hal sekarang. Dari penutup matamu hingga ini."
Michael memutar matanya bosan mendengar itu. "Kau tetap pemaksa seperti dulu," Michael membalas. "Aku takkan heran pacar barumu akan mencampakkanmu dalam seminggu jika kau terus memaksa. Atau jika aku memberitahu dia kalau pacarnya terkadang menggoda mantannya."
Mark melotot nyalang ke arah Michael, pipinya merona. "Aku tidak—menggodamu—"
"Aku tidak pernah mengatakan kalau itu adalah diriku, kau yang mengatakannya sendiri. Kau sadar kau adalah playboy dan pastinya memiliki banyak mantan, bukan?" Michael memandang Mark dengan alisnya tertarik ke atas, rautnya nampak tak berkesan sama sekali melihat Mark menggertakkan gigi.
"Sudahlah," Mark berkata jengkel, Michael mendengkus kecil. "Omong-omong, aku melihat pintu kamar Evan terbuka. Apa yang kau lakukan di sana jika penghuninya saja tidak ada?"
Mata Michael membola, tanpa babibu lagi dia langsung meninggalkan Mark dan berlari kecil ke arah kamar adiknya—pintunya memang terbuka. Michael tercekat; tidak ada siapa-siapa. Apakah Ennard masuk ke tempat ini? Michael melangkah ke dalam dengan pelan, kemudian bahunya merosot ke bawah dan dia mengerang sakit akan kenangan lama yang menyerang memorialnya. Michael menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan. Dia berusaha melupakan semua hal kelam yang telah terjadi di masa lalu.
"Afton."
Michael terkesiap, segera memandang ke atas—mata robotik Ennard yang menyala dapat terlihat dari balik penutup saluran udara yang setengah terbuka. "Apa yang—bersembunyilah!" Michael berkata, menahan tekanan suaranya agar tidak terdengar. "Mark bisa saja melihatmu!"
"Oh."
"Yang benar saja." Michael ingin mendumel mendengar balasan super singkat dan tidak peduli itu. Kemudian Michael terhenyak sampai beberapa detik. "Apa kau masuk kamar ini tadi?"
"Tidak."
"Jangan berbohong." Michael menyipitkan matanya pada Ennard. "Hanya ada aku, kau, dan Mark di sini."
"Lalu kenapa kau bertanya?"
Michael mengerang kesal. "Kenapa kau masuk kemari tanpa ijinku?" dia balik bertanya dan menggeram marah.
Ennard terdiam hingga satu menit, Michael menunggu dengan—tidak—sabar. "Aku penasaran."
Si sulung Afton itu memijit pangkal hidungnya dengan lelah, dia membuang napas lelah dan melipat kedua tangan depan di depan dada. "Jangan masuk sembarangan," tukas Michael dengan suara pelan, dia menautkan kedua alisnya satu sama lain dan merapatkan garis bibir.
Sekali lagi Michael menghela lelah, lantas membuang muka dari Ennard dan melangkah keluar dari kamar Evan, kembali menuju ke tempat Mark berada. Mark ternyata berdiri di ujung lorong ruang tamu, memandang ke arah dirinya melangkah saat ini. Michael mengusap rambut cokelatnya hingga berantakan, dia bingung akan menjawab pertanyaan Mark dengan jawaban seperti apa.
"Apa yang terjadi?" Mark mulai bertanya. "Aku sepertinya mendengar kau berbicara ..."
"Kebiasaan baruku, bicara sendiri." Michael memotong perkataan Mark dengan alasan asal-asalan. "Tidak terjadi apa-apa. Sepertinya hanya angin yang membuat pintunya terbuka, aku lupa tidak menutup jendela."
Mark membulatkan mulutnya. "Oh." Mark mengangguk mengerti. "Omong-omong, sepertinya harus kita lanjutkan besok, aku masih ada pekerjaan."
Michael meringis. "Tentu, pulanglah, nanti aku akan menyusul. Terima kasih untuk bantuannya hari ini, Mark," ujar Michael sembari tersenyum senang, Mark balik membalas senyumannya dan menepuk kepalanya lagi beberapa kali—Michael masih mencoba menghindar tapi Mark keras kepala.
"Sampai jumpa nanti, Mike."
Mengangguk sebagai balasan dari pamitan Mark, Michael melambaikan tangan kecil pada lelaki itu sebentar dari arah pintu hingga Mark menghilang di gang yang berbeda. Pas setelah Mark benar-benar pergi, Michael langsung menutup pintu dan menyandarkan punggung ke pintu—selama beberapa saat merasa tenang lantaran dia kini sendirian.
Kemudian gebrakan keras mengejutkan Michael dari rasa leganya.
Michael segera bangkit dan menuju ke sumber suara yang mengagetkan dirinya—dia panik sesuatu terjadi. Lalu secara perlahan dia menyadari bahwa suara itu berasal dari ruangan yang langit-langitnya baru saja dia perbaiki dengan Mark.
"Ennard!?"
Ennard.
Ennard berdiri di spot yang sama ketika dia menemukan reruntuhan langit-langit itu di lantai.
Dan dia mendongak ke atas; berlubang lagi.
"Ennard!" Michael berseru marah. "Kenapa kau merusaknya lagi?! Apa yang kau pikirkan—astaga kami baru saja memperbaikinya! What the fuck is wrong with you?!"
Animatronik itu menatapnya tanpa menurunkan dagu sama sekali, dan sikap angkuh itu makin menyulut kekesalan Michael. Ennard mendengkus, "Aku tak menyukainya, orang itu menyebalkan."
"Mark tidak—itu tak menjawab pertanyaanku sama sekali!"
"Aku takkan merubah jawabanku."
"Ennard!"
Ennard tak memedulikan protesan Michael dan sumpah serapah lain yang Michael tujukan padanya.