|✔| Kedua

De aksara_salara

244K 26.2K 3.1K

Ketika anak pertama merasa memiliki beban karena selalu di tuntut untuk menjadi yang terbaik, anak bungsu men... Mais

Lembar 1
Lembar 2
Lembar 3
Lembar 4
Lembar 5
Lembar 6
Lembar 7
Lembar 8
Lembar 10
Lembar 11
Lembar 12
Lembar 13
Lembar 14
Lembar 15
Lembar 16
Lembar 17
Lembar 18
Lembar 19
Lembar 20
Lembar 21
Lembar 22
Lembar 23 [END]
Lembar 24; Kenangan Semu

Lembar 9

9.5K 1.2K 165
De aksara_salara

Suara pekikan histeris dari Jenggala membuat Sahmura menarik Daksa dengan paksa. Membawa adiknya keluar dari ruangan Jenggala. Di dalam, Jenggala sedang berusaha di tenangkan oleh sang mama. Sedangkan papanya mencari dokter.

"Lihat! Ini hasil dari perbuatan lo!" Telunjuk Sahmura menekan dada Daksa. Memojokkan anak itu ke dinding.

Tatapan Daksa kosong. Wajah ketakutan Jenggala masih ia ingat dengan jelas. Bahkan Jenggala tak segan melempar barang-barang ke arahnya. Daksa belum pernah menyaksikan titik terlemah dari seorang Jenggala.

"Secara fisik, lo bukan pembunuh. Tapi secara mental, lo itu pembunuh, Daksa!" ucap Sahmura lagi.

Air mata Daksa menetes tanpa disadari. Beradu dengan isakan Sahmura. Sahmura merasa sakit kala mengingat kondisi mental Jenggala yang tidak baik-baik saja. Mental anak itu sudah kacau, semenjak kakek meninggal.

Belum lagi Jenggala harus mendapat tekanan dari keluarganya sendiri. Sungguh, Sahmura merasa marah pada dirinya sendiri saat ini. Marah, karena merasa tidak bisa melakukan apa-apa.

"G-gue cuma takut, Bang. Takut Jenggala merebut semuanya dari gue." gumam Daksa. Namun Sahmura masih menangkap suara anak itu dengan jelas.

"Ini salah satu sifat yang paling gue benci dari lo. Lo egois, selalu mau menang sendiri. Gue, dan Jenggala itu kakak lo. Anak-anak Mama dan Papa juga. Kami berhak mendapat kasih sayang yang sama. Lo egois, Daksa."

"Gue tau! Gue memang egois! Itu semua karena gue takut Mama dan Papa nggak sayang gue lagi!"

"Konyol! Setiap orang tua punya kasih sayang untuk anak-anak nya. Pemikiran lo terlalu bodoh!"

"Stop! Coba gue tanya, sebelum Jenggala dateng ke rumah, siapa yang paling keras menentang? Siapa yang berantem sama Papa, hanya karena nggak setuju adiknya pulang ke rumah? Gue?"

Sahmura telak bungkam. Ia dan Daksa memang tidak ada bedanya. Sama-sama takut kehadiran Jenggala akan merenggut semuanya. Mereka sudah biasa hidup tanpa Jenggala selama sepuluh tahun ini.

Jadi ketika papa mengatakan akan membawa pulang Jenggala, Sahmura ketakutan. Benar-benar takut jika kasih sayang mama dan papa akan terbagi. Ia belum siap.

Sampai dua tahun tinggal bersama Jenggala, Sahmura begitu banyak merasakan perbedaan. Bukan tentang sikap mama atau papanya, tapi tentang bagaimana Jenggala menjaga jarak dari mereka.

Jenggala tak suka memulai pembicaraan terlebih dahulu. Anak itu akan diam, bila tidak ada yang memintanya untuk bersuara. Jenggala juga tak suka mencari perhatian pada mama dan papanya. Anak itu mandiri dengan berusaha sendiri. Melakukan semuanya sendirian.

Sampai akhirnya, Sahmura luluh. Dan mulai menerima kehadiran Jenggala, walau pun belum bisa memperbaiki hubungan mereka. Dan disaat ia mencoba untuk belajar, Daksa justru menghancurkan semuanya.

"Nggak bisa jawab, kan, lo? Lo sama gue itu sama aja, Bang. Jangan sok jadi pahlawan kesiangan buat Jenggala."

"Diem lo brengsek!"

Selepas mengatakan itu, Sahmura berjalan masuk ke dalam ruangan. Di dalam, seorang dokter tengah memeriksa keadaan Jenggala. Yang membuat hatinya terasa perih adalah, bagaimana saat Jenggala hanya mampu terdiam sembari menatap kosong ke atas.

Di samping, mamanya menangis. Iya, untuk pertama kalinya ia melihat mama menangis untuk Jenggala.

"Tuan Nuraga, bisa kita bicara di ruangan saya?" kata dokter tersebut pada Nuraga.

Tak banyak kata, Nuraga hanya mengangguk kemudian mengikuti langkah sang dokter. Hingga di ruangan ini hanya tersisa Sahmura, Dayita dan Jenggala yang masih belum merubah posisinya.

Dayita mendekat. Dengan perasaan ragu, tangannya mengusap kening Jenggala. Lelehan air matanya tak ingin berhenti walau pun Dayita berusaha terlihat baik-baik saja.

"Jangan merasa kasihan sama aku, Ma. Aku nggak butuh rasa kasihan dari Mama." Tiba-tiba Jenggala berceletuk. Suaranya serak dan lirih. Kedua mata anak itu juga membengkak.

Bukan karena ucapan putranya yang menyakitkan, Dayita menangis semakin keras karena marah pada dirinya sendiri. Kemana saja ia selama dua belas tahun ini?

"Sayang, sembuh yuk? Sembuh buat Mama. Ijinin Mama menebus semuanya. Mama janji, akan selalu berdiri di samping kamu mulai sekarang."

"Percuma, Ma, yang sudah pecah tidak akan mungkin menjadi utuh."

"Jenggala ... maaf, maafkan Mama." Dayita hendak meraih tangan Jenggala, namun anak itu buru-buru menjauhkan tangannya. Hati Dayita berdesir. Jadi seperti ini rasanya penolakan?

Sedangkan Sahmura hanya mampu bungkam dengan mengepalkan tangannya erat-erat. Berusaha menahan agar air matanya tidak meluncur deras.

"Mimpi aku hilang. Tangan aku nggak akan pernah kembali normal, dan aku udah nggak bisa ikut taekwondo lagi. Padahal ini mimpi Kakek. Sekarang, aku bukan hanya mengecewakan Sena dan Tama, tapi aku juga mengecawakan Kakek." ucap Jenggala. Sudut matanya meneteskan air.

"Kamu bisa sembuh. Ayo sayang, sembuh sama-sama." Dayita menyahut.

"Mama sama Abang keluar aja, aku mau tidur. Capek, aku mau istirahat."

"La," Sahmura membuka suara. Semua kalimatnya tertahan di tenggorokan, hingga hanya bisa mengeluarkan satu kata saja.

"Maaf. Tapi semakin menatap kalian, semakin aku hancur."

Ucapan Jenggala membuat Sahmura meruntuhkan pertahanannya. Dirinya ingin mendekat, ingin memeluk tubuh itu erat, namun mama sudah menariknya menjauh.

Dayita membawa Sahmura keluar. Kini mereka terduduk di kursi tunggu depan ruangan. Sosok Nuraga dan Daksa ada di sana. Berdiri cukup jauh dari mereka.

"Kita gagal, Ma. Kita sudah membuat sesuatu yang sudah retak, hancur berantakan. Mustahil untuk menyatukan pecahan itu kembali." kata Sahmura yang bersembunyi dalam pelukan Dayita.

Tak ada kata yang Dayita ucapkan. Karena semuanya sudah melebur menjadi tangisan. Yang bisa wanita itu lakukan hanya mengusap punggung si sulung, berusaha memberi kekuatan.

Nuraga berjalan pergi dari sana dengan langkah tenang. Hingga ketiga orang lainnya tidak menyadari kepergian Nuraga.

Lelaki itu memilih menenangkan diri di taman. Memandang hamparan langit biru yang membentang jauh di atas sana. Pikirannya berkecamuk oleh banyak hal, salah satunya tentang Jenggala. Belum lagi penjelasan dokter tadi, mematahkan hatinya.

"Jenggala membutuhkan psikiater untuk membantunya sembuh, Tuan."

"Kondisi mental Jenggala harus mendapat penanganan segera. Jika tidak ingin menyesal, maka rangkul Jenggala mulai saat ini."

"Penderita hanya butuh pengertian dari orang-orang di sekitar. Jangan sakiti perasannya dan memberikan tekanan yang terlalu berat."

"Penderita juga cenderung akan melukai dirinya sendiri. Tolong jauhkan benda-benda tajam dari Jenggala mulai saat ini, Tuan."

Nuraga menjambak rambutnya sendiri. Suara-suara dokter tadi terus berdengung tak mau berhenti. Seperti kaset rusak yang terus berputar menampilkan adegan yang paling tidak ingin ia lihat.

Lagi, Nuraga menatap hamparan langit di atas sana. Bayangan wajah seorang wanita tiba-tiba hadir di kepala.

"Mas, kamu kakak satu-satunya yang saya punya. Mulai sekarang, saya percayakan Jenggala kepada kamu. Tolong jaga, dan sayangi dia seperti kamu menyayangi Sahmura dan Daksa."

Nuraga menyesal. Menyesal karena telah berbuat sejauh ini. Padahal mendiang adiknya sudah menitipkan Jenggala padanya.

"Maafkan Mas, Na ...,"

Halo, Halo, kalian apa kabar?
Semoga kalian sehat selalu, ya.

Hati-hati, ya, aku selalu bikin plot twist yang tak terduga ehehe.

Maaf, segini dulu, sampai ketemu dilain waktu.

(Aku masih demam Jungwon red hair😔)





Dunia khayalan,
23 April 2022

Continue lendo

Você também vai gostar

ARGALA De 𝑵𝑨𝑻𝑨✨

Ficção Adolescente

6.7M 284K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
SAGARALUNA De Syfa Acha

Ficção Adolescente

3M 146K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
2.5M 136K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
10.6M 674K 43
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...