Harmony ; family relationship

Par cherriessade

38.2K 3K 330

(COMPLETED) [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bukan cerita tentang kisah percintaan atau penghianatan, bukan juga mi... Plus

prolog
one
two
three
four
five
six
seven
eight
nine
ten
eleven
twelve
thirteen
fourteen
fifteen
sixteen
seventeen
eighteen
nineteen
twenty
twenty one
twenty two
twenty three
twenty four
twenty five
twenty six
twenty seven
twenty eight
twenty nine
thirty
thirty one
thirty two
thirty three
thirty four
thirty five
thirty seven
thirty eight
thirty nine
fourty
fourty one
fourty two (END)
Promote

thirty six

417 39 4
Par cherriessade

JANGAN LUPA VOTE SEBELUM MEMBACA

HAPPY READING

***

DARI kejauhan, Bara memandang seorang perempuan yang baru saja ia temui kemarin.

Perempuan itu menyadari keberadaannya, segera dia pergi menjauh dari pandangan Bara.

"Alin!!"

Perempuan itu tidak berhenti meski Bara terus menerus memanggilnya dari belakang sampai kemudian Bara berhasil menyusul langkahnya dan meraih pergelangan tangannya.

"Lepasin, Kak! Gue nggak mau Agatha salah paham!" Alin menghempas tangan Bara hingga pegangannya terlepas.

"Gue?" Bara mengernyit ketika Alin mengubah gaya bicaranya.

"Jangan bilang lo gini gara-gara kemarin?"

Alin merotasikan bolamatanya, lalu hendak pergi dari sana. Namun, lagi-lagi Bara mencekal lengannya walau tidak kuat.

"Apaan sih?!"

"Maaf,"

Alin menaikan sebelah alisnya, "buat apaan?"

"Maaf telat nyadarin kalo lo saudara gue"

"Gue bukan saudara lo, anggap aja gitu." Alin hendak kembali ingin pergi hingga ucapan Bara menghentikkan langkahnya.

"Kok lo tega sih sama Mommy?"

Perempuan itu berbalik, "Mommy? Siapa? Gue nggak punya tuh. Punyanya Mama"

"Alinza!"

Perempuan itu melirik belakang Bara, lalu menunjuk dengan dagunya, "tuh urusin Agatha, dia cemburu kayaknya."

Sontak Bara menoleh ke-belakang melihat keberadaan Agatha. Tahu bahwa Bara mendapati kehadirannya, Agatha segera pergi dari sana.

Bara kembali menoleh pada Alin yang telah menjauh. Berdecak, hal yang dia lakukan.

Sial! Siapa yang harus dia kejar?

Merasa terlalu lama membuang waktu untuk berpikir, pada akhirnya dia mengejar Alin.

***

Alin berdecak kesal. Dia baru saja lolos dari Bara yang terus mengejar-ngejarnya selama istirahat. Itu membuatnya dipandang buruk oleh beberapa siswa.

Seharusnya Bara dapat berpikir kalau dia sudah memiliki pacar. Melihat bagaimana Bara yang terus menerus mendekatinya membuat orang-orang yang tidak tahu kebenarannya akan salah paham. Dan pada akhirnya dia lah yang akan dicap buruk disini.

Ini masuk waktunya istirahat kedua. Untuk menghindari Bara, dia perlu untuk tidak berkeliaran. Tidak kekantin, ke taman sekolah, atau dikelas sekalipun.

Dia hanya memilih tempat sepi yang kemungkinan Bara tidak dapat menemukannya. Dia duduk santai dibelakang kelas sepuluh.

Tidak ada pemandangan indah selain pagar pembatas sekolah dan pohon didepannya.

Sejenak Alin mendongak keatas melihat seseorang yang sedang bersantai diatas sana. Tetapi dia memilih tidak peduli selagi orang itu tidak mengganggunya.

Memejamkan matanya sejenak, dia sedikit kaget saat suara teriakan terdengar.

"Woy, Gam! Buruan elah cabut, laper nih. Pengennya makan di McD, males dikantin ga lepel." teriak seseorang laki-laki pada temannya yang bersantai diatas pohon.

"Songong!" Satunya lagi menggeplak kepala lelaki itu.

Lalu keduanya berhenti melangkah ketika menyadari keberadaan Alin yang memperhatikan mereka dari sana.

"Alin? Tumben lo nongkinya disini? Biasanya ditaman belakang sekolah yang sepi itu deh?" Daren terheran.

Iya, tapi tidak diwaktu sekarang. Bara pasti mencarinya disana saat ini.

Dia bertemu tatap dengan Beltran yang memandangnya....um canggung?

Bukk.

Suara itu berasal dari Gama yang terjun melompat dari atas pohon. Lalu Daren merangkul Gama.

"Yok, cepet!"

"Lin, kita duluan ya kalo gitu" Daren tersenyum tengilnya sambil melambai pada Alin, merangkul kedua temannya itu dan membawanya mendekati tembok pagar untuk membolos.

Tiba-tiba Beltran melepaskan rangkulan Daren dari bahunya, "um... dompet gue ketinggalan. Kalian duluan aja gue nyusul ntar"

"Tumben? Malah biasanya lo sengaja ninggalin dompet lo biar dibayarin?" Daren mengernyit curiga.

Beltran berpikir keras mencari alasan yang tepat. "Iya soalnya..... soalnya gue lagi pengen traktir kalian hehehe"

"Beneran? kesambet apaan lo?! atau lo sakit ya?" Daren heran, lalu menyentuh dahi Beltran, "nggak panas tapi"

"Ck, mau apa kagak?! Kalo mau duluan gue nyusul nanti. Mau ambil dompet dulu"

"Ambil aja sono cepet, gue sama Gama bisa nungguin. Lagian nggak nyampe setengah jam juga kan cuma buat ngambil dompet"

"Mau ditraktir apa kagak?!" Beltran melotot.

"Iya, iya! Kita duluan" Daren menarik Gama, namun sebelum itu dia sempat berbalik menatap Beltran curiga.

"Ada yang nggak beres sama lo? Jangan bilang lo mau–"

"Satuuu..." Beltran mulai menghitung dengan suara lantang.

"IYA, IYA." Daren langsung terburu-buru, "Elah Gam, cepetan goblok!"

Setelah memastikan teman-temannya keluar dari sekolah lewat pagar belakang. Beltran segerae menoleh ketempat terakhir kali Alin duduk, namun tidak menemukan siapapun lagi disana.

Dia berdecak. Padahal dia berbohong soal dompetnya untuk berbicara pada Alin. Beltran menyugar rambutnya agak frustrasi sedikit, lalu mencari Alin barangkali belum jauh.

Dia berlari sampai dibelokan melihat Alin yang belum terlalu jauh. Berlari untuk menyusul perempuan itu.

"Tunggu!" Beltran meraih pergelangan tangan membuat perempuan itu berhenti.

"Apa lagi?"

"Gue mau bicara"

"Yaudah bicara aja"

"Nggak disini"

Alin menghembus nafasnya, dia tahu apa yang ingin Beltran bicarakan. Pada dasarnya Bara dan Beltran itu tidak jauh berbeda.

"Kalo soal kemarin, lupain aja. Kalian salah orang!"

Beltran menggeleng tegas. "Nggak mungkin! Lo jelas orangnya!"

"Gue nggak pernah nganggep kalian keluarga. Kalian itu cuma orang asing, jadi stop ganggu hidup gue. Mulai sekarang bersikap aja seperti kita nggak pernah saling kenal."

***

"Jadi...kalian bersaudara?" Agatha tidak percaya.

Bara menghela nafas lalu menganggukkan kepalanya. Beruntungnya Bara bisa memiliki perempuan yang mau berpikir dan bersikap dewasa. Pengertian dan juga mau mendengar penjelasannya tanpa egois yang hanya berpegang teguh pada penglihatannya.

Adelle Agatha Valerie, Bara benar-benar beruntung memiliki dia.

"Sulit dipercaya" gumam perempuan itu masih agak syok. Pasalnya selama bertahun-tahun berteman dekat dengan Alin, baru kali ini dia dihantam fakta mengejutkan tentang sahabatnya.

"So, apa kalian sekarang udah tinggal bareng?"

Bara menggeleng pahit. "Dia masih belum bisa menerima kenyataan"

Agatha terdiam sejenak, lalu mengusap bahu Bara untuk menyemangatinya. "Semua itu perlu waktu, Alin nggak mungkin langsung bisa menerima fakta itu kecuali pola pemikirannya sudah dewasa. Tapi dia itu masih labil, dia pasti berpikir yang enggak-enggak tentang keluarga kalian saat ini. Aku tahu persis dia, aku udah berteman sama dia sejak SMP. Dia enggak seperti yang kalian lihat aslinya."

"-dia itu rapuh dari dalam. Aku kagum sama dia karena dia memiliki fisik yang kuat. Hatinya juga kuat bisa menekan rasa sakit yang begitu besar. Mungkin jika orang lain yang ada diposisi dia, mungkin mereka sudah hancur. Tapi dia tidak" Agatha menjeda.

"Dikehidupan seorang anak, mereka sangat membutuhkan kasih sayang orang tua. Apalagi dimasa pertumbuhan remaja, kasih sayang orang tua itu sangat diperlukan untuk membatasi pergaulan anaknya. Tapi bahkan dari kecil, Alin jarang banget dapetin itu. Dia hanya tinggal berdua sama Mamanya dan setiap hari Mamanya selalu kerja dari pagi sampai malem. Bahkan sering Mamanya pergi keluar kota untuk pekerjaan dan ninggalin dia sendirian. Setidaknya Mamanya pernah ngasih kabar sama dia, nanyain kabarnya, tapi ini sama sekali nggak pernah. Dan dia kuat dengan semua ini, itu keren sih menurut aku. "

" Kak Bara tenang aja, nanti aku bantuin ngomong pelan-pelan sama dia." sambung Agatha.

***

" Alinza?! "

Perempuan yang dipanggil namanya itu menoleh saat suara terdengar akrab memanggilnya.

" Iya? "

" Gue mau bicara, boleh kan? "

Alin mengernyit, "kok lo izin sih? ngomong ya ngomong aja. Lagian kok tumben izin? demam lo?"

"Yaudah ikut kalo gitu" Agatha menarik lengannya tiba-tiba dan membawanya ketempat lumayan sepi. Sebenarnya ini sudah jam pulang sekolah, Alin juga tadi hendak pulang lebih dulu sebelum Alin memanggilnya.

"Duduk, Lin" ujar Agatha ketika Alinza hanya berdiri memandangnya dengan picingan matanya.

"Lo udah tau?" Perempuan itu mengangkat sebelah alisnya.

Agatha menghela nafasnya, lalu menepuk tempat duduk disebelahnya. "Duduk dulu"

Mau tak mau Alin menurut meski dia teramat yakin Agatha sudah mengetahui faktanya.

Agatha memegang tangannya, "pulang sama Kak Bara ya?" pintanya tiba-tiba.

Alin mengernyit, "lo ajakin gue kesini cuma mau bilang gitu doang?"

"Enggak, belum."

"Nggak ah, gue nggak mau balik sama dia."

"Kak Bara udah nunggu lho"

"Bodo sih,"

"–gue yakin lo udah tahu, gak usah disembunyiin lah." sambung Alin

Agatha menghela nafasnya, "iya gue udah tahu. Kak Bara udah ngasih tahu. Tapi Lin, pernah nggak sih lo mikirin gimana jadi keluarga Kak Bara yang nggak lo akuin sebagai keluarga kandung lo? Mereka pasti kecewa."

"Ya, terserah mereka lah, hak mereka kok."

"Lin, plis jangan gini"

"Gini gimana maksud lo? Mereka ngebuang gue, Gat! Gue nggak mungkin mau nerima mereka lagi."

"Kak Bara emang nggak pernah cerita apapun soal bagaimana lo terpisah dari keluarga lo, tapi gue yakin mereka nggak pernah ngebuang lo"

"Lo tahu apa sih, Gat?! Jangan ikut campur sama kehidupan gue. Gue nggak izinin!"

"Gue nggak niat begitu. Gue cuma mau meluruskan pandangan lo sama keluarga lo"

"Keluarga gue cuma Mama Rana."

"Dan Angel?" sambung Agatha. Bara sempat memberitahu sebelumnya.

Alin terkejut, lalu mendengus. "Bara ngasih tau lo?"

"Mama lo selama ini bohongin lo soal sibuk ngurusin pekerjaan, tapi ternyata selama ini dia malah pergi ngurusin keluarga aslinya. Itu berarti, lo bukan apa-apa bagi dia. Dia nggak sayang lo"

"Jangan kelewat batas, Gat. Gue lagi peringatin lo" geram Alin tak terima ketika Agatha berbicara sembarangan tentang Rana.

Agatha menyadari kesalahannya. Tidak ada yang tahu perasaan manusia selain penciptanya. Tidak seharusnya Agatha berkata buruk tentang hal yang hanya bisa dirasakan sendiri oleh Rana.

"Maaf," ucapan itu lolos dari bibirnya bersamaan dengan dia yang menundukan kepala merasa bersalah.

Alin hanya memandangnya dingin. Tidak mau membuang waktu, gadis itu memilih pergi dari sana, meninggalkan Agatha sendirian.

***

"Sayang, udah pulang?" Suara Mama menyambut ketika memasuki rumah.

Perempuan itu hanya mengangguk lesu, lalu berjalan menaiki tangga menuju kekamarnya.

"Alin, kamu....nggak ada niat untuk kembali sama orang tuamu?" ujar Rana membuat langkah Alin terhenti, spontan berbalik menghadap Rana. Menaikan sebelah alisnya.

"Mama nggak bermaksud menjauhkan kamu daripada Mama. Tapi kan mereka keluarga kandungmu, mereka pasti sedih kalo kamu nggak bisa menerima mereka begini"

Alin hanya diam sambil menatap kosong, "entahlah."

"aku...masih butuh waktu."


***

Perlahan-lahan Queen mengerti Alin memang membutuhkan lebih banyak waktu. Sembari menunggu waktu yang tepat, Queen telah menyiapkan sebuah kamar dibantu oleh Bryan dan membelikan segala keperluan untuk Alinza.

Seperti sekarang ini, sibuk mengelilingi mall untuk membelikan beberapa gaun dan pakaian perempuan untuk ia letakkan dilemari kamar Alin.

Meski entah Alin menerima mereka atau tidak sebagai keluarga kandungnya, tetapi mereka harus bisa membawa Alin pulang kerumah. Setidaknya walau sekali. Walaupun jika Alin memilih untuk tinggal bersama Leysi dan keluarganya, maka bisa saja Alin menginap dirumah mereka sesekali pada waktu libur.

Queen berjalan keluar mall, menuju parkir tempat mobilnya berada. Tepat beberapa meter dari tempat dia berdiri, dia dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang menunggunya disana.

Queen tanpa sadar menjatuhkan beberapa paperbag ditangannya. Bergerak untuk melangkah mundur kebelakang dengan perlahan.

Seseorang pria yang bersandar santai pada mobilnya, menyadari kehadirannya. Lantas dia berdiri tegak, mengeluarkan smirk khas. Melambai kecil kearah Queen.

"Hallo...." suaranya pelan. "Long time no see"

***

TBC


btw karakter alin emang gini ya, biar ada mirip miripnya sama Bryan Queen.

Published August 9th, 2021.

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

1.5M 123K 155
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...
1.7M 68.5K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
25.1K 1K 55
Bisakah seorang gadis konglomerat menjalin cinta dengan preman pasar yang sudah mempunyai dua orang anak? ___________________________________________...