(28) TRIO DETEKTIF: MISTERI K...

Door wintee97

1.5K 324 51

Jupe juga bingung, ada seorang anak seumuran dengannya yang begitu mirip dan persis seperti dia. Bahkan para... Meer

Pesan Alfred Hitchcock
Bab 1 (Recok Tanpa Alasan)
Bab 2 (Diculik!!!)
Bab 3 (Kekeliruan Yang Gawat)
Bab 4 (Membuntuti Jejak Para Penjahat)
Bab 5 (Lolos!)
Bab 6 (Jupiter Menemukan Petunjuk)
Bab 7 (Kawan atau Lawan?)
Bab 8 (Di Tempat Djanga)
Bab 9 (Pantang Menyerah)
Bab 11 (Pelarian yg Cerdik)
Bab 12 (Kehilangan Jejak)
Bab 13 (Bertatap Muka!)
Bab 14 (Ian dan Jupiter)
Bab 15 (Musuh Menghadapi Masalah Aneh)
Bab 16 (Tindakan Berbahaya)
Bab 17 (Pete Melancarkan Tuduhan)
Bab 18 (Lawan Yang Tak Disangka)
Bab 19 (Akan Berhasilkah Lawan?)
Bab 20 (Rencana Untuk Meloloskan Diri)
END (Alfred Hitchcock Menawarkan Judul)

Bab 10 (Jupiter Kalah cepat)

58 17 1
Door wintee97


KEESOKAN paginya Jupiter sarapan dengan sikap enggan, ia tidak begitu merasa lapar. "Wah, wah! Kau sakit, Nak?" tanya Bibi Mathilda dengan suaranya yang menggelegar. "Tidak, Bi," jawab Jupiter, lalu mendesah.

Ia kurang tidur malam sebelumnya, dan pagi-pagi sekali sudah bangun lagi. Selama beberapa waktu ia masih berbaring di tempat tidur, sambil bertanya-tanya dalam hati apakah perasaan Pete sekali ini mungkin benar. Jupiter menemukan sebuah buku di perpustakaan yang seluruh isinya mengenai Nanda. Buku itu dipinjamnya, dan kemudian dibacanya sampai larut malam di kantor Trio Detektif. Tapi ternyata isinya tidak mengandung hal-hal penting di luar nama-nama orang dan tempat yang sudah dikatakan oleh MacKenzie dan Ndula.

"Bagaimana dengan daging panggang? Kau mau kue wafel?" kata Bibi Mathilda menawarkan dengan sikap prihatin, ketika Jupiter akhirnya selesai juga makan bubur yang ada dalam piringnya.

"Ya, kalau sepotong wafel, bolehlah," kata Jupiter. "Dan sedikit daging panggang. Empat atau lima potong saja."

"Lama-lama bisa kurus kering anak itu," kata Paman Titus mengomentari. Jupiter masih tetap yakin bahwa Ian Carew dengan cara tidak langsung hendak mengatakan di mana ia bersembunyi. Tapi Ian terlalu berhati- hati, atau Jupiter yang tidak bisa menangkap maksud tersembunyi dalam pesan Ian. Sekali ini Jupe terpaksa mengaku bahwa ia menghadapi jalan buntu. Dan yang lebih gawat lagi, ketika sarapannya sudah hampir habis, ia masih belum tahu langkah apa yang harus diambil selanjutnya!

Saat itu telepon berdering. Jupiter yang sedang mengunyah-ngunyah potongan daging panggang yang terakhir, sama sekali tidak bereaksi. Ia sedang termenung, memikirkan kegagalannya.

"Untukmu, Jupiter," kata Bibi Mathilda. "Bob!"

Dengan sikap lesu, Jupiter mengambil gagang telepon yang disodorkan bibinya. "Ya, Bob?"

"Kau berhasil menemukannya, Satu! Kenapa kau tidak menelepon kami?" "Apa?" Mata Jupiter terkejap-kejap. "Apa yang kutemukan?" "Jawabannya, tentu saja! Di mana Ian bersembunyi!"

"Jangan main-main, Bob," sergah Jupiter. "Aku tidak kepingin bercanda pagi ini. Kita terpaksa mendatangi MacKenzie dan Ndula lagi, untuk mencoba mencari jalan lain. Barangkali-" "Maksudmu, kau tidak melihatnya?" Suara Bob bernada heran. "Melihatnya? Melihat apa? Di mana?"

"Dalam buku yang kaupinjam dari perpustakaan kemarin malam."

"Kau ini ngomong tentang apa? Tidak ada hal-hal baru di dalam buku itu. Segenap isinya sudah kuteliti." "Kalau begitu kau kurang cermat! Kami ada di sini, di markas. Cepat!" "Tunggu, Bob-"

Tapi Bob sudah memutuskan hubungan. Potongan kue wafel terakhir ditelannya cepat-cepat, lalu ia bergegas keluar rumah dan pergi ke seberang, masuk ke pangkalan barang bekas. Kedatangannya di kantor

Trio Detektif lewat tingkap di lantai disambut oleh Pete dan Bob dengan cengiran yang menjengkelkan.

"Detektif harus selalu awas matanya," kata Pete dengan lagak serius. "Kau sungguh-sungguh tidak melihatnya, Satu?" tanya Bob sambil terkekeh senang.

"Itu kalau memang ada sesuatu yang perlu dilihat," kata Jupiter dengan suara menggumam.

"Katakan padanya, Bob," desak Pete.

"Yah," kata Bob, "kau tidak ada di sini ketika kami datang tadi. Sementara kami menunggu, Pete melihat bahwa di meja ada buku yang kaupinjam kemarin malam. Kami lantas membaca bagian yang mengenai Djanga-dan kami menemukannya!"

"Menemukan apa?" tanya Jupiter. "Langsung saja kaukatakan, Bob, jangan berputar-putar lagi!"

Bob mengambil buku itu lalu mulai membaca. "Bagi Djanga, tokoh terakhir dari kepala-kepala suku Nanda yang perkasa, timbul harapan besar ketika pasukan-pasukannya yang hebat menumpas suatu pasukan Inggris yang dipimpin oleh komandan yang tidak bermutu dan terdiri dari enam ratus tentara serta seribu prajurit pribumi di Imbala, atau Bukit Singa Merah. Dengan kemenangannya itu gerakan maju bangsa Eropa di Nanda terhambat selama paling sedikit tiga tahun."

Bob berhenti membaca. Ia dan Pete memandang Jupiter sambil tersenyum gembira. Tapi pemimpin mereka membalas tatapan mereka dengan mata terkejap-kejap.

"Lalu?" katanya dengan sikap menunggu. "Kita kan sudah tahu mengenai Imbala-"

"Aduh, Jupe!" seru Bob. "Bukit Singa Merah! Itu kan arti kata Imbala! Masak kau tidak ingat? Singa Merah! Red Lion Ranch, Jupe! Hotel kuno terkenal itu, yang dulu merupakan tempat para bintang film dari Hollywood menginap jika mereka ingin berlibur dengan tenang!"

Sesaat Jupiter kelihatan seperti bingung. Tapi kemudian ia tertawa keras-keras. Ditepuknya punggung Bob.

"Kau berhasil, Bob!" serunya dengan gembira.

"Red Lion Ranch! Sekarang memang sudah tidak begitu dikenal orang lagi, tapi tempat itu masih tetap tenang dan eksklusif. Tempat yang memang cocok bagi Sir Roger, jika ingin berlibur bersama anaknya! Ya, aku sama sekali tidak menangkap arti kata Imbala yang ada dalam buku itu!"

"Keliru itu kan manusiawi," kata Pete dengan gaya sambil lalu, tapi langsung terbahak-bahak bersama Bob. Akhirnya Jupiter terpaksa ikut tertawa.

"Ya deh, ya deh," kata Jupiter. "Sekarang kita telepon MacKenzie dan Ndula!"

Tapi pesawat telepon di kamar kedua warga Nanda itu tidak diangkat- angkat, ketika Jupe menelepon ke sana. "Barangkali sedang sarapan di bawah," kata Jupe. "Kita datangi saja mereka ke sana."

"Lebih baik kita naik bis," kata Bob. "Mungkin nanti kita diajak naik mobil mereka ke Red Lion, lalu harus kita apakan sepeda-sepeda kita?" "Betul juga katamu itu," kata Pete.

Jupiter mengangguk saja. Dua puluh menit kemudian mereka turun dari bis di halte dekat Hotel Miramar. Mereka mendatangi meja penerimaan tamu, dan mengatakan bahwa mereka ingin berjumpa dengan Mr.

MacKenzie dan Mr. Ndula. Pegawai hotel yang didatangi menelepon ke kamar kedua warga Nanda itu, dan diberi tahu agar menyuruh anak-anak datang ke situ.

"Ada kabar baru tentang Ian?" tanya Jupiter, begitu mereka bertiga memasuki kamar.

"Tidak, tapi perkembangan keadaan di Nanda menunjukkan gejala-gejala memburuk," kata MacKenzie. "Dan Sir Roger sangat mengharapkan agar kami berhasil menemukan Ian."

"Kurasa kami mungkin bisa membantu Anda melaksanakan tugas itu," kata Jupiter dengan nada puas, lalu diceritakannya apa yang berhasil mereka temukan.

"Bukit Singa Merah! Aduh, ya, tentu saja!" seru Ndula. "Memang itulah arti kata Imbala! Kalian hebat, Anak-anak. Rasanya kalian benar. Sir

Roger terlalu bingung, sehingga tidak menangkap apa yang hendak diberitahukan oleh Ian padanya!"

"Kan sudah kukatakan, mereka ini anak-anak pintar." Wajah MacKenzie berseri-seri. "Kita ke mobil sekarang!"

Semuanya pergi ke pelataran parkir, menuju Cadillac besar yang ditaruh di situ. Dengan segera mereka berangkat. Bob menunjukkan jalan pada MacKenzie yang menyetir, melintas kota dan menuju daerah pinggiran sebelah utara, di kaki bukit-bukit. Hotel kuno yang bernama Red Lion Ranch hampir tidak kelihatan dari jalan raya. Hotel itu terdiri dari bangunan utama bertingkat tiga dan segerombol bangunan kecil dengan dinding plesteran berwarna kuning serta rumah-rumah berkerangka kayu dan berdinding putih. Letaknya di balik pagar perdu oleander dan kembang sepatu yang tinggi. MacKenzie memarkir mobil, lalu mereka masuk beramai-ramai ke bangunan utama.

Pegawai hotel berpakaian stelan hitam yang bertugas di meja penerimaan tamu menoleh ke arah mereka sambil tersenyum sopan. Tapi begitu melihat mereka, senyumannya langsung lenyap.

"Mr. Ember!" serunya.

Sebuah pintu yang terdapat di sebelah belakang meja penerimaan tamu terbuka, dan muncul seorang pria kurus pendek dengan jas model sport berkotak-kotak dan celana panjang santai berwarna coklat. Begitu melihat Jupiter, ia langsung melotot.

"Kau kembali juga akhirnya! Sekarang bayar sewa kamarmu dengan segera, Anak muda!" "Jadi Ian Carew memang pernah ada di sini!" kata Jupiter bergairah. "Anda manajer di sini?" tanya MacKenzie kepada laki-laki pendek itu.

"Ya, saya manajernya," sergah orang yang ditanya sambil terus menatap Jupiter dengan mata melotot. "Aku tidak tahu apa maumu sebenarnya, Anak muda, tapi jika kau tidak segera membayar sewa kamarmu aku terpaksa menghubungi polisi!"

"Itu takkan perlu," kata Ndula dengan suara tenang. "Kami akan membereskannya. Anak muda ini bukan Ian Carew."

"Bukan?" Manajer itu menatap mereka dengan bingung bercampur curiga. "Anda kira saya tidak bisa melihat-" "Remaja ini memang mirip Ian," kata MacKenzie, "tapi percayalah, dia bukan Ian." Lalu dijelaskannya siapa Jupiter.

"Mungkin Anda melihat foto saya terpampang di koran kemarin," kata Jupiter menambahkan, untuk menegaskan siapa dia.

Tapi manajer itu menggeleng.

"Seminggu ini kami sangat sibuk, karena ada konferensi di sini. Aku sama sekali tidak sempat membaca surat kabar." Jupiter ditatapnya lagi lama-lama, dilihatnya pakaian remaja itu yang serba longgar. "Memang," katanya kemudian sambil mengernyitkan hidung, "aku belum pernah melihat Ian Carew berpakaian dengan begitu... yah, santai! Tapi jika kau bukan Ian, apa sebabnya kalian menawarkan diri untuk membayar sewa kamarnya?"

"Saya dan Mr. Ndula ini utusan Sir Roger Carew," kata MacKenzie menjelaskan. "Ini tanda pengenal kami, silakan periksa ke misi perdagangan negeri kami di Los Angeles. Nah, sekarang jika Anda katakan berapa utang Ian di sini, kami akan membayarnya."

Pegawai hotel yang mengenakan stelan hitam-hitam menyodorkan selembar rekening kepada Ndula yang langsung membayar, sementara manajer tadi meneliti tanda pengenal kedua warga Nanda itu. Ia menggeleng-geleng. "Membingungkan," katanya.

"Saya bisa mengerti, dan saya sebetulnya ingin bisa memberikan penjelasan lebih lanjut," kata MacKenzie, "tapi urusannya sangat peka, dan juga sangat mendesak. Jika Ian tidak ada di sini, maka kami harus dengan segera mencarinya. Sudikah Anda menceritakan apa saja yang terjadi di sini sejak ia datang?"

"Bagaimana ya-" Manajer itu nampak agak sangsi. Tapi kemudian ia mengangguk. "Baiklah. Ia tiba di sini sekitar seminggu yang lalu. Saya tentu saja mengenalinya, karena sebelum ini ia pernah menginap di sini bersama ayahnya. Ia mengatakan, ayahnya akan menyusul dalam waktu beberapa hari lagi. Dengan sendirinya kami memberikan layanan sebaik mungkin. Tapi beberapa hari kemudian, dua orang pria muncul mencari

dia. Mereka juga mengatakan bahwa mereka suruhan Sir Roger. Ian kelihatannya mereka kenal baik, dan mereka menanyakan nomor kamarnya. Tapi kami tidak pernah memberikan informasi yang demikian, tanpa terlebih dulu memberitahu tamu kami. Karenanya saya lantas menanyakan nama kedua orang itu, lalu menelepon Tuan Carew di kamarnya. Ia meminta saya agar kedua orang itu dipersilakan langsung datang."

"Anda bisa mengatakan ciri-ciri mereka?" tanya Jupiter dengan cepat. "Itu agak sulit, karena kejadiannya sudah empat hari yang lalu. Tapi satu di antaranya bertubuh gempal dan berambut keriting berwarna coklat, sedangkan yang satu lagi lebih tinggi dan kurus sementara rambutnya coklat tua. Kalau nama-nama mereka, saya tidak ingat lagi." MacKenzie dan Ndula melirik ke arah Jupiter yang langsung mengangguk. Nampaknya kedua penculik itulah yang datang mencari Ian! "Lalu apa yang terjadi setelah mereka naik ke atas?" tanya MacKenzie. "Suatu hal yang aneh, meski saat itu saya sama sekali tidak berpikiran apa-apa mengenainya. Segera setelah kedua orang yang datang itu naik, saya melihat Ian Carew meninggalkan hotel lewat pintu depan. Lalu sekitar lima menit kemudian kedua orang tadi turun lagi dan bergegas keluar."

"Dan itu terakhir kalinya Anda melihat Ian?" tanya Ndula.

"Betul! Sejak itu dia tidak pernah muncul lagi, sementara utangnya di sini belum dibayar!" "Kalau begitu kita kehilangan jejak lagi," kata Ndula dengan nada getir. "Aduh, padahal aku tadi sudah merasa yakin bahwa kita berhasil menemukannya," keluh Bob. Jupiter merenung sejenak. "Bolehkah kami melihat kamarnya?" tanyanya kemudian.

Manajer hotel itu menoleh sekilas ke arah tempat penyimpanan kunci- kunci kamar.

"Boleh saja, karena kelihatannya saat ini sedang kosong." Ia meraih, mengambil sebuah kunci. "Kamar dua puluh sembilan, lantai dua, di sisi depan. Kalian bisa naik lift di sebelah kanan, atau lewat tangga di samping lift."

Sambil berjalan menuju lift bersama yang lain-lainnya, MacKenzie menggelengkan kepala dengan sikap sangsi.

"Untuk apa melihat kamar itu, Jupiter? Ian kan tidak ada di situ. Kini kita paling-paling hanya bisa mengharapkan bahwa ia akan menghubungi kami lagi."

"Ian kelihatannya merasa curiga terhadap kedua orang yang hendak mendatanginya itu," kata Jupiter sambil menekan tombol lift, "sebab kalau tidak, ia takkan buru-buru lari dari sini. Mestinya ia mengenali bahwa mereka adalah orang-orang yang sebelumnya sudah mencoba menculiknya, di Los Angeles. Dan rupanya ia kembali berhasil meloloskan diri-mungkin sebelum kedua laki-laki itu sampai di kamarnya."

"Lalu, apa gunanya semua hal itu bagi kita?" tanya Ndula.

"Ian berharap bahwa pesannya akan menyebabkan Sir Roger menyusul ke hotel ini," kata Jupiter menjelaskan. "Lalu ketika kemudian ia terpaksa lari lagi, ia pasti menghendaki bahwa orang-orang yang datang untuk menolongnya pergi menyusul! Karenanya kuharapkan bahwa ia meninggalkan semacam pesan di kamarnya, yang mengatakan ke mana ia hendak pergi menyembunyikan diri."

Mereka masuk ke lift yang saat itu datang. Jupiter menekan tombol lantai dua.

"Kalau ia memang meninggalkan pesan, maka itu pasti ditaruhnya dalam kamar itu," katanya lagi.

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

187K 10.3K 50
Laki-laki yang memiliki kerecehan yang bisa membuat orang-orang disekitarnya tertawa. Namun, tingkat kehumorisannya sangatlah tinggi. Laki-laki yang...
900 143 9
Gimana rasanya dikutuk menjadi seonggok tai oleh nenek sihir? Gimana rasanya tinggal di kerajaan yang hanya ada warna pink? Gimana rasanya jadi princ...
2.3K 445 19
Saya bukan hendak menakut-nakuti. Tapi saya merasa berkewajiban memberi tahu, dalam buku ini nanti ada hantu. SUMBER : Nurul Huda Kariem MR.
61.4K 4.1K 32
diceritakan seorang gadis yang bernama flora, dia sedikit tomboy dan manja kepada orang" terdekatnya dan juga posesif dan freya dia Cool,posesif dia...