Tetangga Menyebalkan 🔚

Unch_Kiyowo által

87.6K 13.1K 2.2K

Bertetangga dengan Taeyong, harus menyetok persediaan sabar banyak-banyak. pasalnya pemuda itu sering mengada... Több

satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
.............
dua puluh satu
dua puluh dua
Promosi Doang Hehe ....
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
dua puluh enam
dua puluh tujuh
dua puluh delapan
dua puluh sembilan
tiga puluh
tiga puluh satu
B Side (28)
tiga puluh dua
tiga puluh tiga
tiga puluh empat
tiga puluh lima
tiga puluh enam
tiga puluh tujuh
tiga puluh delapan
tiga puluh sembilan
empat puluh
empat puluh satu
empat puluh dua
empat puluh tiga
empat puluh empat
empat puluh lima
empat puluh enam
empat puluh tujuh
empat puluh delapan
empat puluh sembilan
lima puluh
lima puluh satu
Lima puluh dua
lima puluh tiga
lima puluh empat
lima puluh lima
lima puluh enam
57: Dua Tahun dengan Luka
58
59
60
61
62
63
The Final Chapter
Special soulmate at home

lima belas

1.6K 255 26
Unch_Kiyowo által

Histeris dari penggemarnya yang berjibun di luar lapangan, tidak mempengaruhi Taeyong yang berjalan ringan menghampiri pinggiran lapangan. Duduk selonjor, mengatur respirasi, merehatkan badan.

Surainya yang pekat basah keringat, ia sibak menciptakan bahaya bagi jantung, paru-paru bahkan kewarasan; nyaris menyebabkan tragedi kejang-kejang masal.

Taeyong menutup mata dan telinga untuk efek yang ia sebarkan tanpa disengaja, fokusnya justru memaku pada satu titik kecil di jendela lantai empat. Memperhatikannya sedari tadi dengan sekotak susu di tangan.

Lipatan di keningnya menjadi tiga saat selintas pertanyaan hinggap.

Kenapa tetangganya itu memperhatikan Taeyong segitunya? Apa ada yang salah dengan dirinya?

Tiba-tiba bahunya memberat. Saat Taeyong melirik ke samping kirinya adalah tangan Jaehyun tengah nangkring, yang ternyata mengikuti jejak Taeyong dan membiarkan lainnya melanjutkan permainan.

"Aku tahu sekarang alasan kau tidak fokus." Jaehyun ikut menjatuhkan pandangannya searah dengan Taeyong.

Taeyong berdecak. Ia mengubah posisi menekuk lutut dan meletakkan kedua siku di tempurungnya, saling mengaitkan jari. Pandangannya lurus pada kegesitan kaki  kawan-kawannya dan pantulan bola basket.

Walau tak lagi menatap jendela, pikirannya masih menetap di sana.

"Kau butuh saran."

"Untuk alasan apa aku butuh saranmu?"

"Yong." Jaehyun makin merapatkan rangkulannya. "Kau makin pendiam setelah permainan truth or dare."

"Memang begini sifatku."

"Nope. Kau tahu benar akulah satu-satunya yang mengenalmu luar dalam. Kau banyak pikiran." Jaehyun menekan kalimatnya yang terakhir sambil menepuk sekali bahu Taeyong.

Tidak cukup Taeyong membantah, karena ucapan Jaehyun benar adanya. "Apa yang membuatmu berpikiran aku banyak pikiran?"

"Dita."

Satu nama yang disebutkan Jaehyun, berhasil menarik pemilik marga Lee itu guna menaruh semua atensi kepadanya.

Jaehyun tersenyum kemenangan. "Tidak usah kaget begitu. Kau mungkin bisa menyembunyikan kegalauanmu dari yang lain, tapi tidak di depan Jung Jaehyun."

Taeyong mendengkus. "Kau banyak bicara omong kosong."

"Kau salah, justru aku mengungkapkan kebenaran." Jaehyun bersikukuh. Tak ketinggalan kerlingan nakal yang diabaikan Taeyong dalam dengusan mengejek.

"Dengar, Yong. Kau tidak akan memikirkan sesuatu yang tidak membuatmu tertarik dan kau tertarik pada Dita. Diam-diam mengamatinya sejak di restoran minggu lalu dan di pesta terakhir. Aku tahu kau sedang ragu mendekatinya."

Jaehyun memperhatikan bagaimana Taeyong menekan pipi dalam dengan ujung lidahnya. Begitulah saat ia gusar, Taeyong bakal memainkan lidah atau bibir. Satu dekade tumbuh dalam balutan popok bersama, hingga mereka satu visi misi dalam satu geng, sudah lebih dari cukup untuk Jaehyun paham psikologis Taeyong lewat gerak-geriknya saja.

"Jika boleh kuberi saran sebagai orang yang pernah merebut mobil-mobilanmu sewaktu kecil, jangan coba-coba tertarik pada Dita, jika kau hanya penasaran saja. Masalahmu sedang menunggu untuk diselesaikan. Terutama tentang Seulgi. Kau tidak boleh seenaknya membawa gadis polos seperti Dita masuk ke dalam masalahmu. Kecuali, kau berani berdamai dengan hatimu."

Bukan lagi pergerakan gesit di lapangan, melainkan Jaehyun fokusnya. Lantas Taeyong balas menepuk bahu Jaehyun.

Bagaimanapun repotnya ia menyembunyikan segala resah di balik sikap dinginnya, Jaehyun tidak gampang ditipu. Ialah orang pertama dan satu-satunya yang bakal tahu, sahabatnya. Bahkan, lebih mengerti perasaan Taeyong ketimbang dirinya sendiri.

Taeyong pun tak butuh penyangkalan. Ia tersenyum tipis. "Kimchi jjigae? Aku yang traktir."

"Yeoksi, kau bakal curhat kali ini."

"Yong-ah." Dua kepala itu seketika mendongak untuk menemukan Seulgi dan sebotol minuman isotonik dingin teracung. "Untukmu."

Jaehyun tahu betul Seulgi tidak sekedar memberikan Taeyong minuman saja. Jadi, dia buru-buru bangkit setelah memberi tepukan terakhir di bahu Taeyong. Berlari ke tengah lapangan, berseru. "Doy, oper!"

"Thanks," ucap Taeyong menerima pemberian Seulgi. Langsung ditenggak, hingga bersisa setengah.

"Kau tidak keberatan berbicara denganku?"

"Keberatan jika menyangkut Jimin."

Raut Seulgi meriak keruh. "Yong, kita harus bicara."

"Bicara apalagi. Kau sudah memilih kembali pada Jimin. Untuk apa bicara."

"Yong. Aku terluka kau bersikap tidak peduli begini."

Saat bangkit, Taeyong menekan lututnya. Sempurna menghadap Seulgi dengan tampilan wajah paling tidak ramah sedunia. "Kau pikir aku tidak terluka?"

Tidak sekalipun Taeyong bersikap begitu dingin kepadanya, baru kali ini sejauh keakraban yang terjalin sejak dirinya, Taeyong dan Jaehyun tumbuh besar bersama. Tidak menyisakan sedikitpun pendar kasih sayang pada mata favoritnya itu dan itu menyesakkan Seulgi.

"Tidak masalah kau mempermainkan perasaanku. Menghancurkan hatiku berkali-kali. Aku bisa mengalah. Tapi tidak dengan kau mengabaikan laranganku, terus-terusan plin-plan dan kembali pada Jimin yang selau menawarkan rasa sakit, aku tidak sanggup mengalah lagi."

"Yong." Kantung mata Seulgi memerah, menahan desakan kesedihan. Menggapai tangan Taeyong dan tidak tergenggam, membuat matanya berair. Taeyong menghindari sentuhannya dengan mundur selangkah.

Sekalipun marah, Taeyong tidak pernah sebelumnya menolak sentuhan Seulgi. Hanya kali ini saja kesalahan yang diciptakannya tidak dapat ditoleransi Taeyong dan itu cukup mengguncang perasaan Seulgi. Salahnya memang fatal.

"Tapi aku mencintai Jimin kau tahu itu." Lapis bibirnya bergetar saat Seulgi mengumumkan kejujuran hatinya.

Bertolak pinggang, Taeyong membuang napas kasar, berpikir dapat melonggarkan dada, nyatanya setiap tarikan lebih sakit dari bayangan.

"Berapa kali harus kubilang agar otak bebalmu itu waras, Jimin cuma mempermainkanmu! Kalau kau tetap keras kepala begini, usahaku melindungimu sekarang serasa tidak berguna. Padahal kau tahu itu demi kebaikanmu."

Jebol sudah lapis pertahanan Seulgi. Anak sungai bermuara perlahan di pipi. Hidungnya membersit kemerahan. Ia terlihat kacau sekali.

"Mengertilah, Yong. Sebelumnya kalian berteman baik, apa karena aku, kau begitu memusuhinya? Berhentilah membenci Jimin dan mulailah berhubungan baik."

Sadar salah kaprah Seulgi berkata seperti itu, karena puncak marah Taeyong baru saja dimulai.

Senyum miring bukan jenis senyum yang bagus untuk dilihat, tapi Seulgi terpaksa melihat Taeyong memamerkannya. Itu sama saja menyakitinya.

"Mengerti? Dia meninggalkanmu saat kau sedang sekarat. Bagaimana aku bisa mengerti!"

Otot lehernya sampai menyembul tegang. Serta rahang yang mengeras mempertegas Taeyong sangat marah. Reaksinya mengundang kesiap dari isi lapangan dan separuh penonton yang melingkarinya. Geng Taeyong melupakan bola basket yang bergulir lemah ke luar garis putih, pun jingkrak-jingkrak redam terdistraksi cekcok Taeyong dan Seulgi.

Semua memandang ketegangan itu, selain geng Taeyong, penonton dibalut pertanyaan mengapa yang cuma bisa dibagi teman di sampingnya yang nihil jawaban.

Seulgi belum sembuh dari syoknya akibat ledakan amarah pemuda itu, sudah disuguhi sesi kejutan lain dengan kepergiannya.

"Taeyong! Yong-ah!" Seulgi memanggilnya frustrasi, tapi hati yang baru saja pergi itu telah remuk dan mati rasa. Melebihi kehancuran Seulgi yang terpuruk di lantai semen lapangan.

"Apa mereka berantem?" Di bingkai jendela lantai empat, Denise bertanya kepada Dita yang geming. Berdua mereka tidak melewatkan momen mengejutkan itu setiap detiknya, juga dalam balutan pertanyaan mengapa yang sama yang menghantui tiap kepala penonton awam di bawah sana.

"Hubungan mereka kenapa rumit, ya," komentar Denise selanjutnya.

Dita menggeleng. "Enggak tahu." Ia tidak tahu apa-apa tentang Taeyong, pun masalah-masalah yang dipikulnya, peduli saja tidak. Tapi Dita selalu turut merasakan sedih acap kali pemandangan menguras emosi seperti tadi muncul tepat di depan matanya. Hatinya yang sangat lembut memang mudah terbawa suasana.

__________

Olvasás folytatása

You'll Also Like

22.6K 2.5K 38
bercerita tentang 2 idol dari agensi yang berbeda beda yang memulai kisah cinta mereka secara rahasia di kalangan publik. . "dit,maafkan aku tapi kit...
7.6K 937 29
Lee Chaeryeong Tak Pernah Membayangkan Bagaimana Bisa Hidupnya Bisa Berubah Drastis saat bertemu dengan Seorang Pria Yang bahkan Beda Satu Tahun Lebi...
6.3K 1K 19
Ini Adalah Kisah Di Dalam Sebuah Hubungan Yang Tengah Kamu Dan Dia Jalani.. Layaknya Hot Chocolate Yang Terasa Manis Atau Ice Americano Yang Terasa P...
74.9K 11.6K 16
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...