'Pasti menyenangkan,' gumam Abel pada dirinya sendiri.

"Enak ya jdi cewek-cewek di wattpad ... kenalan, pdkt, jadian, terus nggak lama habisnya nikah, happy ending, deh." Abel merentangkan kedua tangannya di atas kasur. Membanggakan jika suatu saat nanti ia bisa memiki kisah seperti di wattpad kebanyakan. Pasti itu akan menjadi sebuah cerita yang spektakuler.

"Jangankan pacaran, cowok yang digebet aja belum punya." Abel memainkan kedua kakinya ke udara, menendang-nendang kesal lantaran iri dengan cewek di wattpad.

"Ish! Apaan, sih, itu kan cuman fiksi, nggak nyata. Nggak akan ada sejarahnya cerita cinta Abel kayak di wattpad."

Dari pada terus berkhayal yang tidak-tidak, lebih baik abel bangkit dari tidurnya, dan keluar menuju kamar Banu.

Sebenernya, pertanyaan ini sudah mengganggunya sejak beberapa hari yang lalu. Apakah Abang sepupunya itu masuk ke geng motor juga? Mengingat kejadian beberapa minggu lalu yang menyelamatkannya dari acungan pisau seseorang. Mengingat itu membuat Abel kesal sendiri, bisa-bisanya tuh cowok main acungkan pisau seenak jidat gitu, kalau wajah Abel lecet gimana?

"Bang Banuuu, udah tidur belum?" tanya Abel dari luar pintu. Sesekali ia mengetuk pintu bercat coklat tersebut. Abel hanya bersandar dipintu tersebut saat terdengar suara grasak-grusuk dari dalam kamar Banu.

"Ngapasin, sih, Bang? Buka dong! Ada yang mau Abel tanyain, nih."

"Bentar, Bel, kamar gue berantakan," teriak Banu dari dalam kamar, Abel terkekeh pelan.

"Buka aja, Bang. Biar Abel bantu bersihin."

"Nggak usah. Bentar lagi beres, kok."

"Oke, deh."

Tak lama setelah itu pintu tersebut terbuka, menampilkan sosok berantakan seorang Banu Aksara yang hanya memakai celana selutut dan kaos oblong berwarna hitam polos. Abel geleng-geleng kepala dan masuk ke dalam kamar Banu saat sang empu sudah mempersilakannya.

"Mau tanya apa, sih, Bel? Penting banget kayaknya." Banu memilih tuk duduk di pinggiran meja belajar, sedangkan Abel duduk di bibir kasur cowok tersebut. Abel berpikir sejenak, merangkai kata yang pas biar nggak terbelit-belit.

"Abang masuk geng motor?"

Hening. Banu menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa emangnya? Mau masuk geng motor juga, Bel?"

"Enggaklah, yakali." Abel tertawa pelan. Menciptakan dua lubang di bagian kiri dan kanan pipinya yang terlihat sangat manis.

"Abel cuman mau tanya. Abang anak geng motor, ya? Geng Abang yang di rumah waktu itu, kan? Terus cowok yang bodong Abel pake pisau itu siapa? Komplotan Abang juga? Kalau iya, berarti Abang punya senjata juga, kan? Abel mau lihat dong, please ...." cewek dengan rambut digerai itu menyatukan kedua tangannya di depan dada-terlihat sangat memelas, sekaligus imut. Membuat Banu seketika ingin menuruti permintaan cewek tersebut saat ini juga, tapi ia tahan.

"Tapi, kamu janji ya, Bel, jangan kasih tau siapa-siapa." Abel mengangguk dengan semangat. "Gue emang anak geng motor seperti yang lo pikirkan. Tapi, gue nggak megang senjata, semuanya ada di markas."

Abel mengangguk-angguk dua kali. "Tawuran? Abang pernah ikut tawuran nggak?" Dan entah kenapa saat ini Abel merasa sangat bersemangat. Ia sedikit tertarik dengan dunia seperti Banu geluti saat ini.

ATLANTAS || ENDOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz