Kuntilanak Bertindak, Cinta Ditolak

Start from the beginning
                                    

"Iya." Andi menatap penuh harap ke kaca mata Tasya yang tengah tertunduk itu. Tasya yang tengah memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan kepada Andi.

"Cih, siapa juga yang mau samanya. Aku yakin, si Tasya itu pasti nolak Andi mentah-mentah. Bahkan, lebih mentah dari apa pun yang mentah," gumam Angel. Ia masih memata-matai Tasya dan Andi dari kejauhan.

"Jadi gimana? Lo terima, 'kan?" tanya Andi.

"Mmm ...." Tasya masih bingung akan jawaban yang akan ia berikan kepada Andi.

Sementara itu, Angel terkekeh. Dia merasa seakan Tasya akan menolak Andi dan langsung pergi tanpa pamit. Menimbulkan sedikit keributan hingga meninggalkan rasa malu pada Andi. Angel merasa firasatnya itu akan terjadi. Kekehan Angel menyusut saat ia melihat kuntilanak yang selalu menganggunya itu tengah berdiri membungkam tepat di belakang Andi. Angel beringsut berdiri.

"Ngapain kuntilanak itu ada di sini? Ntar, kalau ada yang ngelihat dia gimana? Bisa heboh satu kafe ni," gumam Angel setengah panik.

Angel menoleh ke kanan dan ke kiri. Memastikan bahwa tiada satu pun orang-orang yang ada di tempat itu dapat melihat kuntilanak itu. Aman. Angel merasa lega saat ia tidak menemukan tanda-tanda manusia yang dapat melihat makhluk tak kasat mata seperti dirinya dan kuntilanak itu.

"Aaaa ...! Ada kuntilanak!" jerit Tasya. Sontak, para pengunjung kafe itu pun langsung menoleh ke arah Tasya dan Andi. Para pengunjung itu saling berbisik-bisik hingga menimbulkan sedikit kebisingan. Suara bising bagai lebah. Suara tak beraturan.

"Kuntilanak?" Andi menoleh ke belakang. "Aaaa ...! Lo lagi, lo lagi. Kenapa lo ada di sini? Dasar kuntilanak rese!" hardik Andi. Ia merasa muak dengan semua itu.

Seluruh pandangan menatap Andi dan Tasya. Para pengunjung itu tidak dapat melihat kuntilanak yang dimaksud Tasya tadi hingga mereka memilih untuk membungkam. Membiarkan kedua netra dan otak mereka yang bekerja mengolah perkara yang sedang berlangsung itu.

"Lo gak apa-apa, Tas?" tanya Andi sambil membantu Tasya yang kembali berdiri dari keadaan terjongkoknya itu. Namun, usaha itu ditolak oleh Tasya. Tasya berdiri sendiri dengan kaki yang dilangkahkan ke belakang. Ia menggeleng. Lalu, membiarkan jemari lentiknya meraih tas dan juga handphone-nya yang sedang tergeletak di meja itu.

Tasya mengangguk. Wajahnya benar-benar pucat. Mungkin, itu pertama kalinya ia melihat makhluk tak kasat mata.

"Gak apa-apa, Tas. Dia---kuntilanak itu gak akan menyakiti lo, Kok." Andi mencoba menenangkan Tasya. Namun, Tasya masih saja menolak ucapan Andi. Ia tidak percaya akan ucapan Andi.

"Jangan dekati gue!" titah Tasya. "Aku-aku ... gak mau pacaran sama orang yang memelihara kuntilanak seperti lo!" Tasya berlari meninggalkan tempat tersebut. Meninggalkan Andi bersama sisa kerusuhan yang baru terjadi itu.

"Bukan seperti ini alur yang aku harapkan,  tapi gak apa-apa deh. Pokonya sama-sama berujung pada menolakan ungkapan cinta yang diakhiri dengan rasa malu yang teramat dalam. Ulululu ... kasihan banget tuh anak. Apa gue harus membantunya ya?" gumam Angel. Ia masih saja terkekeh dalam perkara yang menimpa salah satu teman manusianya itu.

Andi mengepal erat kedua tangannya. Lalu, ia melupakan kemurkaannya itu pada meja yang ada dihadapannya. Ia begitu marah pada kuntilanak yang telah menghancurkan segala nostalgia Andi. Realita yang Andi harapkan lebur malam itu jua.

"Argh! Lo, pergi lo dari sini. Dasar kuntilanak rese!" murka Andi. Namun, respon dari kuntilanak itu hanya tetap membungkam dan mematung bagai patung yang ada di mall sana.

"Angel, ketawanya berhenti sekarang. Sepertinya, manusia menyebalkan itu harus dibantu. Urat malunya pasti udah putus sehingga ia masih saja bertingkah kayak orang gila kesasar meskipun sudah banyak orang yang sedang melihatnya," gumam Angel. "Tapi, gimana cara gue bantuin dia?"

"Hey, lo anak yang hari itu ya? Kenapa lo bertingkah kayak orang gila? Urat malu lo udah putus?" tanya lelaki sepenghukuman Andi saat itu. Kebetulan, lelaki itu hanya hendak singga sebentar di kafe tersebut dan melihat keributan yang membuatnya merasa sangat terganggu. "Woy, kuntilanak. Tempat lo bukan di sini. Jadi, sebaiknya lo pergi dari sini sekarang!" titah lelaki itu sambil menatap kuntilanak itu tajam. Lantas, kuntilanak itu langsung pergi menghilang begitu saja.

"Kuntilanak rese! Kalau gue lihat lo lagi, akan gue pastikan lo menderita di api neraka!" seru Andi.

"Ssttt ... lo menjerit lagi, gue panggil petugas keamanan ni," ancam lelaki itu sambil merangkul pundak Andi. Lelaki itu melangkahkan kakinya dan hendak pergi meninggalkan tempat yang ramai itu.

"Kalian mau ke mana? Bagaimana dengan kerusakan dan kericuhan yang kau perbuat?" tanya seorang lelaki bertubuh kekar. Ia berkacak pinggang kesal. Mungkin, orang itu adalah pemilik kafe tersebut.

"Maafkan kakak saya, Pak. Mungkin, jiwanya lagi sakit sehingga ia seenaknya melakukan apa pun yang ia suka," jawab Angel yang telah menyamar menjadi anak kecil itu.

"Dia kakakmu?" tanya si pemilik kafe itu.

Sebelum menjawab pertanyaan lelaki itu, sekilas Angel berpaling ke arah Andi. Ia memasang wajah kesal. "I-iya, Pak. Ini kakak saya," bohong Angel sambil tersenyum. Ia juga terkekeh pelan untuk menenangkan suasana yang tengah memanas bagai api kompor gas itu.

Gadis Misterius (PROSES REVISI)Where stories live. Discover now