“Kau sudah pulang,” jawabnya lalu turun dari mobil.

Sebelum menutup pintu, Namjoon mendengar cicitan dari Jihye. “Tidak mau bertemu Jungkook Oppa, Ahjussi ... mau pulang saja,” ujar gadis itu dengan air mata yang telah mendesak di pelupuk.

Namjoon menghela napas. “Tugasku bukan untuk mendengar rengekanmu, Gadis Nakal. Cepat turun atau aku akan menyuruh Pak Bos menyeretmu,” putus Namjoon, lantas menutup pintu mobil agak kencang.

Jihye menelan saliva susah payah. Tangan gemetarnya melepas sabuk pengaman, kemudian turun dari mobil dengan perasaan gelisah.

Berjalan lambat di belakang Namjoon, Jihye hanya dapat menunduk dengan tangan saling meremas tali bahu pada tas ransel sembari memikirkan hukuman apa yang akan ia dapat setelah ia bertemu tatap dengan pria yang sedang ia hindari hari ini.

“Kau masih mau berdiri di sana?” Jihye mengerjap sadar. Tungkainya melangkah cepat dan memasuki elevator untuk menyusul Namjoon yang sudah masuk setengah menit yang lalu. “Aku akan tutup mulut tentang apa yang aku lihat dan aku dengar hari ini. Tapi masalah kemarin ... aku akan tetap menjawab jujur jika bos bertanya.”

Pintu elevator terbuka bersamaan dengan pipi Jihye yang menggembung takut. Ia terus berjalan di belakang Namjoon, kepalanya pun masih menunduk untuk menutupi kegelisahan di wajahnya.

Saat jari panjang pria Kim itu menekan beberapa angka, disusul pintu besi apartemen yang terbuka, Jihye merasa jantungnya akan lari sebentar lagi.

Ia melepas sepatunya dan membiarkan kaus kakinya tetap menyelimuti telapak kaki yang tiba-tiba dingin. Seiring dengan itu, langkahnya sudah mencapai pada ruang santai yang sangat luas.

Di sofa cokelat tua itu, Jungkook terduduk dengan gagah. Satu kaki diletakkan di atas paha kirinya, dan satu tangan kiri telentang di leher sofa sedang tangan kanannya mengapit rokok yang tersisa setengah.

“Duduk.” Suara dingin itu ditujukan untuk Jihye yang mulai memilin ujung rok sekolahnya. “Jeon Jihye!” Gadis itu menggigit bibir dalamnya karena takut sebelun duduk di sebelah Jungkook.

“Apakah benar kemarin kau menolak pulang dengan Namjoon?” Jihye mengangguk, namun pandangannya tertuju pada jemari kakinya yang terlapis oleh kain putih.

Jungkook menyesap rokoknya, lalu mendongak untuk menyebarkan asap. “Namjoon, ke mana dia pergi kemarin?”

Namjoon melirik gadis yang tengah memainkan jemari itu. “Ke mal, Bos.”

“Dengan siapa?”

“Seorang lelaki, tapi saya tidak menahu soal identitasnya.”

Jungkook mengangguk santai. Kakinya yang dilipat kini turun dan menghentakkan pantofelnya di atas lantai kayu apartemennya.

“Jam berapa gadisku pulang?” tanyanya sembari melepas jas kerja yang menyesakkan.

Op—”

“Aku tidak bicara denganmu,” potong Jungkook dingin. “Jam berapa Jihye pulang, Namjoon?”

“Sembilan, Bos.”

Jungkook mematikan bara api dari rokoknya ke atas asbak. “Pulanglah, Namjoon. Besok lagi—setiap menjemputnya, bawa dia kemari.”

Namjoon mengangguk. “Baik, Bos.” Pria Kim itu lekas membungkuk. “Kalau begitu ... saya permisi.”

Sepeninggal Namjoon dari apartemen dan menyisakan dua orang lawan jenis di ruang santai tersebut, Jungkook sontak melepas kancing kemejanya tak sabaran.

Matanya menatap tajam pada sosok gadis yang masih saja menunduk. Rahangnya yang tegas tak ia lupakan begitu saja.

“Masuk kamar!” Suara sentakan Jungkook membuat Jihye mengerjap. Bersamaan dengan itu, air matanya menetes dan turun membasahi punggung tangan yang ia letakkan di atas pahanya.

Jihye mendongak. “Oppa ....”

“Masuk kamar!” bentak Jungkook mengulangi kalimatnya. Usai kemeja berhasil ia tanggalkan, Jungkook melipat kedua lengan kekarnya di depan dada sambil berdiri di hadapan gadis itu. “Masuk kamar atau—”

Kalimatnya lekas tertahan sebab Jihye mendadak berdiri dan berjalan meninggalkannya. Gadis itu buru-buru memasuki kamar yang berada di lantai dua.

Usai menutup pintu, Jihye melempar tas ranselnya ke atas ranjang dan tidur telungkup di sana. Ia menyimpan wajah du antara lengannya yang terlipat. Jihye menangis; takut karena Jungkook berubah mengerikan jika sedang marah.

Saat pintu kamar terbuka, disusul suara derap langkah kaki yang mendekat, Jihye sontak mengulum bibir untuk menahan suara isak tangisnya.

“Berdiri. Hadap aku!” Jihye menggeleng dan tetap mempertahankan posisi tidurnya. Pria itu sejenak berjalan mendekati pintu kaca balkon dan menutup tirainya hingga kamar itu menjadi gelap.

Tiga menit tidak ada pergerakan dari gadisnya, Jungkook kemudian melepas ikat pinggang berbahan kulit yang melilit pinggulnya.

“Aku hitung sampai tiga. Satu ...” Jihye mengepalkan tangan takut manakala suara yang ditimbulkan dari ikat pinggang yang dilepas itu menyambangi rungunya. “... dua—”

Jihye bangkit dari tidurnya. Bukannya berdiri, gadis itu terduduk di bibir ranjang dengan terpaksa. Kepalanya tetap saja menunduk dan tidak berani menatap wajah pria yang tengah berdiri dengan rahang mengeras.

“Mendongak, Ji.” Suara dingin itu lagi-lagi membuat nyali Jihye ciut. Hingga semenit tidak ada pergerakan, Jungkook dengan kasar menarik dagu gadis itu dan menahannya.

“Berhenti menangis!” Jihye mengulum bibir lagi. Kedua tangannya menyeka air mata dan memberanikan diri untuk menilik manik tajam sang kekasih. “Buka celanaku!”

Setelah tangan Jungkook tak lagi memegangi pipinya, Jihye segera meloloskan kancing celana kain Jungkook. Gadis itu menggigit bibir saat tangannya bergerak untuk menurunkan celana itu hingga terlepas dari kaki Jungkook.

“Lepas seragammu.”

O-Oppa ....”

Hembusan napas dongkol menggema di dalam kamarnya. “Lepas!” Jihye lekas melepas seragamnya hingga menyisakan bra dan celana dalam yang menutupi asetnya.

“Siapkan air hangat.” Gadis itu mengerjap skeptis. Dipandanginya pria dewasa yang kini duduk di bibir ranjang. Tatapan yang tadinya tajam berubah hangat ketika suara lembut itu terdengar. “Tidak dengar aku?” Jihye mengangguk cepat dan melangkah menuju kamar mandi.

Gadis itu sedikit bernapas lega karena tidak ada hukuman macam-macam yang Jungkook berikan seperti sebelum-sebelumnya.

Ia menyiapkan air hangat di atas bathup, kemudian menuangkan sabun cair kesukaan Jungkook—dan juga menjadi kesukaannya sejak dua bulan bersama—hingga menciptakan gelembung busa di dalam sana.

Bersenandung kecil dengan perasaan yang sedikit demi sedikit berubah tenang. Agaknya Jihye kembali diuji dengan degup jantung kencang saat pintu kamar mandi terbuka dan ...

“Menungging di dalam bathup.” Jihye menelan ludah susah payah. Melepas celana dalam serta bra yang menutupi miliknya, Jihye lekas menuruti permintaan Jungkook. “Pegangan yang erat karena hukumanmu akan lebih sakit dari biasanya.” []

———

Pokoknya aku tidak menerima segala macam bentuk komentar yang mengarah pada 'tidak suka' dengan cerita ini.

Boleh lah kalo komennya 'next'—tapi gausah pake 'thor'. :)

AFFAIRKde žijí příběhy. Začni objevovat