Sudana Bagian 23

Começar do início
                                    

Lalu komandan memeluk anak buahnya tersebut yang baru saja kehilangan istrinya. Setelah itu dia berjalan ke luar rumah sakit didampingi ajudannya yang lain. Yande tetap berada disitu mendampingi Pak Wira.

Jelang sore, Dimas dipanggil oleh Board of Directors ke ruang meeting utama di kantornya. Jarak dari kantornya ke kantor utama tidak begitu jauh, hanya dibatasi lahan parkir dan taman. Dimas bergegas menuju kantor utama, dia jarang sekali mendapat panggilan dari para pembesarnya itu, hanya ada dua kemungkinan dalam kepalanya saat itu, dia melakukan kesalahan atau dia akan mendapat pujian, walau dalam hatinya dia lebih yakin kalo dia telah melakukan kesalahan. Dimas berusaha mengingat ingat apa apa saja yang belakangan ini dia kerjakan.

Sebelum menuju ke gedung utama tempat dia dipanggil, Dimas menyempati untuk mampir ke ruangan Bu Retno, manager HRD-nya, mencari tahu ada apa gerangan yang membuat dia dipanggil oleh para direktur perusahaan. Bu Retno mengatakan bahwa dia tidak tahu apa apa soal Dimas dipanggil kesana, dia sendiri sekarang malah yang menjadi deg-deg-kan. Dimas tertawa dan kemudian meminta untuk didoakan agar lancar.

Pemakaman sore itu berjalan dengan lancar. Banyak yang hadir dan hampir semua merasa terkejut dengan kepergian Bu Wira yang begitu mendadak. Pak Wira berdiri bersama kedua putranya di samping makam istrinya. Menerima ucapan turut berduka cita dari yang hadir pada acara pemakaman.

Setelah semua pelayat pergi, Pak Wira kemudian berjalan ke arah mobil dinasnya, sementara kedua anaknya menaiki mobil pribadinya. Setelah menutupkan pintu mobil untuk Pak Wira, Yande kemudian naik ke mobil yang sama dan duduk dikursi supir.

"Yande, kontak Sudana, minta dia untuk datang nanti malam ke rumah warisan jam 9."

"Siap. Pak."

"Sekarang kita harus kembali dulu ke rumah menemui tamu tamu yang masih berdatangan di rumah. Nanti malam kamu antar saya."

Yande melihat wajah Pak Wira melalui kaca spion didalam mobil. Dia kemudian menyalakan mesin mobil dan mobil dinas itu pun meluncur menuju ke kediaman Pak Wira.

Pak Sudana sampai di rumah, ia tidak masuk ke dalam pavilion, ia langsung masuk ke rumah utama. Dilihatnya tiga anak buah andalannya sedang tertidur dengan nyenyak. Pak Sudana tersenyum, dibiarkannya mereka tidur, mungkin beban berat sudah hilang dan tinggal rasa capek saja yang ada yang membuat mereka tidur dengan nyenyak.

Pak Sudana keluar dari rumah utama, melangkah menuju pavilion, tapi kemudian diurungkannya niat untuk masuk ketika telepon tangannya berbunyi. Diambilnya telepon tangan miliknya, dibukanya. Ada pesan masuk. Pak Sudana membaca pesan tersebut. Dia kemudian berjalan keluar. Orang yang mengantarnya dengan motor masih menunggunya didepan pintu gerbang. Pak Sudana kemudian naik kembali ke motor tersebut. Setelah memberitahu kemana tujuannya, motor tersebut melaju kembali.

Dimas keluar dari ruangan meeting tempat ia bertemu dengan para pembesar kantornya. Ditangannya tergenggam sebuah amplop. Beberapa orang yang berpapasan dengannya menyapanya, Dimas hanya menganggukkan kepalanya. Pikirannya mendadak penuh.

Di parkiran yang memisahkan gedung tempat Dimas bekerja dengan gedung utama, ia melihat Yoga sedang bercanda dengan salah seorang sekretaris kantornya. Dilihatnya sang sekretaris itu memegang megang perut Yoga yang sedang tidak memakai baju karena selesai berolahraga. Hatinya mendadak panas. Sesampainya di ruangannya, Dimas kemudian menutup pintu ruangannya. DImatikannya lampu ruang kantornya itu. Dia kemudian merebahkan dirinya di sofa yang ada disitu. Dimas menarik napas panjang. Dia kemudian memejamkan matanya.

Sekitar pukul 8 malam setelah banyak para tamu yang takziah pulang, Pak Wira kemudian bicara pada kedua anaknya untuk tidak kemana mana, mereka diminta untuk menemani para saudara yang datang dari luar kota.

SUDANAOnde histórias criam vida. Descubra agora