Episode 2

10 1 0
                                    

Baeki termasuk orang yang tidak mau diganggu, apalagi saat dirinya kelelahan akan tugasnya di Sekolah.
Entah kenapa hari ini ia menyempatkan waktunya mengajari seorang gadis bernama Arisa memainkan alat musik.
Baeki juga termasuk orang indigo, dimana ia bisa merasakan aura melalui gelombang benda yang menghasilkan molekul, dan molekul itu mengakibatkan benda sekitar bergetar. Termasuk gitar yang ia pegang. Itu sebabnya ia beralih tempat.

"Sepertinya aku tidak bisa mengajarimu. Kau belajar sendiri saja,"
Baeki menyerahkan gitarnya pada Arisa begitu saja dan enggan memberikan alasan.

"Lalu kenapa kau membawaku kesini? Kalau kamu sendiri tidak mau mengajariku?" tanya Arisa.

"Aku menyelamatkanmu." Kata Baeki.

"Menyelamatkan dari apa? Kau ini aneh, sudahlah aku balik ke ruang musik saja!"
Merasa di permainkan, Arisa  pergi dengan hati kecewa.

"Arisa..." teriak Baeki.
Percuma ia berteriak sama orang yang terlanjur kecewa.
'Bukan urusanku!' Batinnya.
Baeki pun pergi ke tempat dimana temannya berkumpul.
.
.
.
.
Piska mendesah gusar begitu perutnya bunyi. Sungguh ia sangat lapar.
"Harusnya aku tidak marah tadi, pasti sekarang aku sudah kenyang." Ia menggerutu di tengah melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.
Seketika Piska dibuat kaget begitu Sai datang.

"Mau kemana?" Tanya Sai.

"Bu-Bukan urusanmu!" Piska memalingkan muka.

"Kau pasti lapar, ini aku bawakan makanan untukmu. Maaf cuma dua roti sama minuman." ucap Sai sembari menyodorkan plastik berisi makanan.

"Aku bisa sendiri ke ka-"

"Di kantin penuh." Sai menuntun Piska untuk duduk di salah satu bangku yang ada disana, sementara Sai cukup berdiri sambil mengeluarkan roti dan minuman dari dalam plastik.

"Terimakasih." Ucap Piska yang tak bisa menahan senyumnya.

"Senyummu lebih aku suka daripada kau berpura-pura tidak lapar,"
Entah itu sindiran atau pujian, Sai hanya mengungkapkan sesuai apa yang ia rasakan.

"Kau mengejekku?" Piska memasang tampang cemberut sambil memasukkan secuil roti berselai coklat ke mulutnya.

Sai tersenyum.
Ia sedikit berjongkok dan wajahnya sangat dekat dengan muka Piska hingga gadis itu tegang sesaat.

"Lapar sih boleh, asal jangan berantakan." kata Sai sembari mengelap selai coklat yang menempel di area bibir gadis tersebut.

Sontak tubuh Piska menegang akan tindakan Sai yang tidak bisa ia prediksikan.

'Teng...teng...teng...'

Bunyi bel tiga kali memaksakan mereka menyelesaikan waktu jajanannya.

"Mau ke kelas bareng?" ajak Sai.

"Kau jalan duluan saja, aku dibelakangmu." balas Piska.

"Ok."

_______________________________

Piska Rachmatul Amora nama lengkapnya. Bersurai hitam legam dan terdapat pony disisi kanan yang dibiarkan menjuntai. Ia baru saja menginjak usia 17 tahun bulan kemarin. Di semester akhir ini ia sudah menyiapkan segalanya untuk mencari Universitas terbaik.
Memiliki kulit putih, terdapat tahi lalat berukuran kecil di dekat sudut mata kiri. Dan memiliki senyuman yang manis.

Gadis yang doyan makan ini terlahir dari pasangan yang sama-sama terjun ke dunia politik. Sang ayah sebagai Jaksa tinggi. Sementara sang ibundanya menjabat sebagai menteri perlindungan wanita.

Hidup di zaman sekarang yang masih banyak kriminalitas membuat Piska sering kali kesepian lantaran kedua orangtuanya terlalu sering menghabiskan dunianya diluar.

City ConguestKde žijí příběhy. Začni objevovat