17

13.8K 532 18
                                    

"Belanjaanya taruh di mana kak?" Sasi memboyong dua kantong plastik besar hasil ia dan kakak iparnya jalan-jalan di supermarket sore tadi.

Langit sudah menggelap, jam juga sudah menunjukkan pukul sebelas lewat tujuh belas menit. Jeannie dan Sasi sengaja pergi untuk membeli kebutuhan bulanan. Mereka pergi di antar sopir dan pulang dengan harapan Genta bisa mampir menjemput mereka untuk pulang ke rumah bersama, namun gagal total.

Jeannie dengan kandungannya yang sudah besar serta adik iparnya yang masih polos terpaksa pulang naik taksi online karena Genta tak kunjung menjemput mereka hingga mall tutup.

Jeannie tersenyum tipis lalu menunjuk bilik dapur, Sasi mengangguk mengerti.

Sepeninggal Sasi, Jeannie melangkah menuju sofa ruang tengah. Ia mendudukkan dirinya serta meluruskan kakinya di seluruh badan sofa.

'Kenapa belum pulang. Ini bahkan sudah lebih dari empat jam aturan lembur kantor.' Gumam Jeannie yang mampu di dengar Sasi dengan sangat baik karena gadis itu sudah berdiri di belakang Jeannie semenjak beberapa saat lalu.

"Apa Kak Genta sering begini?" Ia mendudukan dirinya di single sofa menghadap Jeannie.

Jeannie menggeleng, "Hanya akhir-akhir ini. Kenapa?"

"Tidak." Jawaban Sasi cukup membuat Jeannie diam. Singkat, padat, tidak jelas namun Jeannie enggan bertanya karena ia sendiri pun sadar moodnya sedang jelek.

Kedua wanita itu termenung di posisi masing-masing. Dua minggu berlalu semenjak Sasi di rumah kakaknya, semenjak malam tahun baru itu. Genta di nilai memiliki sifat yang berbeda di mata Sasi.

Genta tak lagi seperti biasanya yang pulamg ke rumah on time, Genta yang selalu memperhatikan keadaan istri dan adiknya. The sweetest Genta has chance.

"Seperti ada yang berbeda." Tanpa sadar Sasi berucap demikian di depan Jeannie yang sedari tadi pun sibuk mencari-cari kemungkinan mengenai Genta.

"Maksudnya?" Tuntut Jeannie. Matanya menatap Sasi.

Sasi menggeleng pelan, ia khawatir dengan kondisi kandungan kakak iparnya. Calon keponakannya, "Tidak apa kok."

Masih sama seperti tadi, tak ada percakapam lagi di antara mereka hingga ponsel Sasi berdering.

Jeannie menatap Sasi menanyakan siapa yang menelepon lewat tatapan mata wanita dewasa itu. "Pacarku kak."

Seulas senyuman terukir di wajah Jeannie, "Angkatlah. Aku akan ke kamar. Selamat malam Sasi."

Setelahnya benar-benar hanya ada Sasi di ruangan tengah tersebut bersama ponselnya yang masih terhubung telepon dengan sang pacar.

Lebih dari dua jam Sasi duduk di sofa tersebut masih dengan telepon yang terhubung, "Tidur sekarang Sas." Ucap seseorang di ujung telepon.

Sasi menggeleng sebelum berucap "Kakak ku belum pulang." Suaranya lemah.

"Sudah berganti hari dan tak kunjung pulang, huh." Ejekan atau pertanyaan?

"Kamu mengejek?"

"Tidak."

"Iya."

"Aku tidak, tapi lelaki dewasa yang selarut ini belum pulang patut dicurigai Sas." Itu benar, bahkan sangat benar.

"Maksudmu kak Genta selingkuh?"

"Fifty-fifty sayang." Ucapan tersebut bersamaan dengan pintu utama rumah tersebut terdengar ketukan.

"Sepertinya kak Genta pulang. Aku matikan ya, selamat malam Enrico." Sasi tidak menunggu jawaban dan langsung mematikannya.

Kaki pendeknya membawa ia berjalan dengan langkah yang dibesar-besarkan menuju pintu utama.

4. ThunderstruckWhere stories live. Discover now