Rain 1

928 54 6
                                    

Matahari sudah terbenam, langit sudah menggelap dan hujan turun dengan derasnya. Saat itu, Dirga masih memakai seragam SD-nya dan duduk di ruang tunggu. Sekolah sudah sepi, hanya tersisa Dirga dan satpam. Dia sudah mencoba untuk menghubungi ibunya tapi sudah setengah jam sejak terakhir ibunya menutup telepon, dia masih belum sampai.

Dirga menatap aliran hujan yang turun membasahi tanah. Ia terus melirik ke arah gerbang berharap seseorang datang menghampirinya. Tapi hasilnya adalah nihil. Ia menundukkan kepalanya dan menautkan kedua tangannya sampai kuku jarinya memutih.

"Kenapa ibu lama sekali? aku takut..." gumamnya berusaha menahan air matanya.

Udara dingin menusuk kulitnya membuat Dirga mengigil. Tiba-tiba suara langkah kaki membuatnya segera menoleh ke sumber suara. Mama. Dirga beranjak dari kusirnya dan langsung berlari ke arah ibunya dengan cepat. Tapi ibunya hanya menatapnya dengan tajam.

"Kamu memang anak pembawa masalah!" Dirga hanya terdiam mendengar semua makian dari ibunya. Ia menatap dalam mata ibunya. Mata yang menunjukkan kegetiran, raut khawatir dan kecemasan yang tampak bergelayut jelas di sana. Ada riak gelombang berdebur yang tidak bisa dipahaminya begitu saja.

Mereka berjalan di bawah naungan payung sambil menyusuri jalan yang dipenuhi tetesan air hujan. Air mata Dirga sudah membanjiri pipinya.Sedikit perasaan lega karena dia menumpahkan seluruh tangisannya yang sejak tadi dia tahan. Dirga menangis bukan karena dia dimarahi oleh Ibunya, tapi dia bahagia karena bisa bertemu dengan Ibunya lagi.


Padahal ini belum musim hujan tapi hujan seakan datang tanpa dipanggil. Dirga yang masih berbaring di kasurnya melihat ke luar jendela. Matahari enggan menampakkan cahayanya. Suara gemuruh dan rintikan hujan membuatnya teringat saat dia duduk di bangku SD dulu. Hanya memori itulah yang diingatnya tentang hujan.

"DIRGA!! Cepetan bangun, udah ditungguin Laoshi Yanjie di ruang 304." teriak Bejo yang baru memasukki kamar Dirga.

"Lima menit lagi Mas, lagi hujan ... enaknya tidur." Dirga masih memejamkan matanya.

"Kalau kamu tidak bangun juga, nanti mas ikut bobok di sampingmu Loh!"

"Woah!" Mata Dirga langsung melebar, "Beneran Mas? Yauda, sini cepetan biar Dirga peluk juga."

"DIRGAA! Udah ya bercandanya, semua udah pada ngumpul." ujar Bejo langsung meninggalkan Dirga.

**

Mereka berlima sudah berkumpul di ruang 304. Sesaat kemudian pintu kamar terbuka dan menampakkan sosok pria tampan dan satu pria paruh baya. Mereka adalah Lao shi Yanjie dan Pak Zam.

"Hari ini kita akan mengadakan kuis fisika, dimana akan dibagi menjadi 2grup. Grup yang kalah akan mendapat hukuman." Kata Yanjie dengan nada santai.

"Hukuman apa Lao shi?" Desyca bertanya dan pandangan yang lainnya juga tertuju pada Lao shi Yanjie.

"Hukumannya, mereka harus membersihkan ruangan ini, kemudian memasak untuk makan malam kami dan tentunya menghibur kami."

Dirga dan ketiga cowok lainnya terlihat santai berkebalikan dengan Desyca yang kelihatan panik.
"Kalau gitu aku mau dong se-grup sama Desyca." Rei melihat ke arah Desyca sambil senyum-senyum menggoda.

"Sayangnya kamu akan se-grup dengan Bejo dan Juna sedangkan Desyca akan satu grup dengan Dirga." Jelas Pak Zam.

"APA?!" jawab Desyca dan Dirga dalam waktu yang bersamaan.

"Aku tidak mau segrup sama si sipit kamfret ini!" Desyca berdiri dari tempat duduknya dan menunjuk ke arah Dirga.

"Kamu pikir aku mau segrup sama cewe setengah jadi kayak kamu!" balas Dirga membela diri.

"Apa maksudmu cewe setengah jadi?" Desyca melotot padanya.

"SUDAH CUKUP!"
Suara Laoshi membuat mereka langsung terdiam. Bejo yang melihat kelakuan dua adik kelasnya itu hanya senyum terkekeh.

"Jika kalian menjawab dengan benar maka kalian memperoleh satu poin," Semua mendengarkan penjelasan Lao shi Yanjie dengan perhatian penuh.

"Ayo kita mulai saja kuisnya." Yanjie melirik ke arah Pak zam mengisyaratkannya untuk memulai kuisnya.

"Baik, soal pertama: Sebuah pesawat bergerak dengan kecepatan 350km/jam. Angin menerpa pesawat tersebut dari arah depan dengan kecepatan 35km/jam sementara tingkat kepadatan udara sekitar 0,7 atmosfer. Pesawat tersebut berisikan 120 orang penumpang, 1 pilot, 2 kopilot seta 12 orang pramugari dengan berat badan rata-rata 60kg. Sepertiga darpenumpang pesawat adalah anak-anak dengan berat tubuh kurang dari 30kg." Semua sibuk menulis pertanyaannya.
"Pertanyaannya adalah ... berapa umur penumpang yang duduk di paling belakang?"

"APA!?" Serempak mereka semua berteriak kebingunan. Dirga mendengus kesal sedangkan yang lainnya mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan yang bin ajaib itu. Demi peri oreo yang mengusir vampir bergigi tajam, Albert Einstein saja tidak mampu menjawab soal itu.

"Hahaha ... santai, soal itu cuma basa-basi doang supaya kalian gak tegang," Pak Zam mengibaskan tangannya sambil menertawakan pertanyaan konyolnya sendiri. "Baiklah, ayo kita mulai serius,"

"Ya elah Pak, daritadi kita udah serius keles ... Lihat kita bahkan udah nulis soalnya," jawab Desyca nyolot.

"Baik, baik maafin Bapak. Ayo kita lanjut," Mereka kembali fokus dan bersiap-siap untuk menjawab pertanyaan.

"Mengapa ada cincin di planet Sartunus?"

"Karena Tuhan menyukai Saturnus makanya Tuhan memberikannya cincin." Jawab Desyca dengan cepat.
Bejo, Rei dan pak Zam tertawa mendengar jawabannya. Dirga hanya melototi Desyca dengan tatapan harimau yang siap menerkam mangsa.

"Maaf pak, aku hanya bercanda," sambung Desyca dengan senyum mengembang kemudian menjelaskan lagi dengan serius. "Sebenarnya belum ada spekulasi yang pasti bagaimana cincin Saturnus terbentuk tapi menurut para ilmuwan adanya partikel-partikel di cincin yang merupakan sisa-sisa dari bulan yang meledak ketika tertabrak komet atau asteroid."

"Jawabanmu saya terima..." jawab Pak Zam langsung menuliskan poin di papan tulis. "Woah, sekarang Desyca udah banyak berkembang ya," Bejo mengacak-acak rambut Desyca diiringi dengan Rei yang tersenyum manis padanya.

"Calon pekerja NASA." Balas Desyca dengan bangga.

Kuis berlangsung selama satu jam lebih dan akhirnya diperoleh skor dengan team Dedi a.k.a Desyca & Dirga 30 poin sedangkan team Bejurei a.k.a Bejo, Juna & Reihan 31 poin.
"Gara-gara kamu kita jadi kalah!" hardik Dirga dengan tatapan tajam.
"Ini juga bukan salah aku! Aku juga udah berusaha, emangnya lo pikir gue mau kena hukuman apalagi sama elo!"

"Tenanglah dek Desyca dan dek Dirga," Bejo memcoba merelaikan mereka berdua.

"Sesuai dengan kesepakatan maka yang kalah harus ngerbersihin ruangan ini," Pak Zam pun mendekati mereka agar mereka berhenti bertengkar. "Kalian bisa mulai membuang sampah yang ada disana." Ia menunjuk tong sampah yang berada di dekat pintu.

Mau tidak mau Desyca pun berjalan ke arah tong sampah dan mulutnya ternganga, "Ya ampun, bisa-bisanya mereka memakan kripik kentang sebanyak ini tanpa membagiku?"
Ia bertambah kesal saat mendapati Dirga yang masih duduk santai dan tidak berniat membantunya. Akhirnya dia pun memegang kantong sampah dan beranjak keluar dari kamar.

"Ya ampun, untung saja sampahnya hanya sedikit. Kalau banyak, udah kulempar ini ke mukanya." Gumam Desyca sembari berjalan di koridor hotel.

Tempat pembuangan sampah berada di luar hotel. Baru selangkah Desyca menginjakkan kakinya di gerbang hotel, rintik-rintik hujan sudah mulai berjatuhan.

"Astaga, aku tidak butuh hujan dramatis ini." Desyca menghembuskan napas dengan berat. Tanpa menunggu lama, dia langsung berlari terpengah-pengah ke tempat pembuangan sampah meskipun dia harus dihujamin rintikan hujan yang semakin banyak.

Desyca pun berhasil sampai dan segera membuang sampahnya. Sesaat dia berbalik, dia sontak terperanjat karena muncul dua sosok wanita yang memegangi payung merah dan kuning.

The IlluminateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang