Berbeda dengan wajah suramnya tadi, Zairo segera merubah ekspresi lembutnya kemudian berjalan menghampiri Geva lalu mengambil alih putranya.

"Anak Papa makan dulu, ya."

Geva yang seakan mengerti perintah dengan nada lembut tersebut mengangguk cepat. Zairo keluar menemui pelayan yang sedari awal Zairo tugaskan agar berdiri di luar.

Setelah Geva pergi lengkap dengan lambaian polosnya, Zairo kembali masuk. Kali ini keduanya saling menunjukkan ekspresi masing-masing.

Kaleza dengan ekspresi shocknya, dan Zairo dengan wajah lempeng andalannya.

"Kamu bilang membenciku. Lalu ini apa?"

Pertanyaan Kaleza merujuk pada lukisan serta figura berisi dirinya sebagai Kalisa. Apakah ini alasan besar Zairo yang tidak mengizinkan siapapun masuk ke ruangan ini.

"Keluarlah, anggap hari ini lo tidak liat apa-apa." ujar Zairo dengan cepat menarik Kaleza agar keluar dari sana. Tetapi Kaleza menahan badannya hingga ia hanya bergerak sedikit.

"Lo—"

Zairo tak jadi melanjutkan kalimatnya saat Kaleza menjatuhkan badannya ke lantai dengan posisi berlutut.

"Zai, jangan seperti ini. Jangan menghukum dirimu karena keegoisanku, Zai." racaunya memeluk kaki Zairo dan menumpahkan tangisannya di sana.

"Ck! Lo apa-apaan sih?!" sentak Zairo seraya berusaha melepaskan pelukan Kaleza di bawah sana.

Namun bukannya lepas, Kaleza malah semakin mengeratkan pelukannya. Kepalanya menggeleng kuat, menggambarkan permohonan besar agar Zairo membiarkannya di posisi ini.

"Tidak Zai. Aku pantas ada di posisi ini. Luka dan traumamu adalah aku penyebabnya. Maaf maaf maaf. Tolong maafkan aku, Zai. Setiap hari aku rasanya ingin mati mengingat kesalahan fatalku dulu. Ako bodoh." racauan bercampur tangisan Kaleza itu pada akhirnya membuat Zairo ikut berlutut dilantai menyebabkan pelukan Kaleza otomatis terlepas.

"Tidak perlu ada yang disesali, semuanya sudah terjadi. Kenangan itu memang selalu membawa gue dalam setiap langkah, tetapi tiap lihat Geva gue sadar bahwa putra kita adalah pengganti sosoknya yang belum melihat dunia,"

Ungkapan lembut Zairo kembali membuat tangisan Kaleza pecah. Kesalahannya di masa lalu adalah pukulan telak bagi Kaleza, dia pernah menjadi calon ibu yang begitu kejam bagi anaknya.

"Zai,"

"Pergilah, guw harap ini percakapan kita yang terakhir. Bila tidak berkaitan dengan Geva, maka jangan sekalipun ajak gue ngobrol. Hubungan kita sudah ditutup sejak lo memutuskan memilih pria itu."

Kali ini Kaleza langsung menghentikan tangisannya, ingin sekali memberikan gelengan tapi Kaleza tau semakin ia ingin memaksa maka akan semakin pula Zairo terluka.

Kali ini, Kaleza akan menghargai keputusan Zairo.

Benar, kisah mereka telah tertutup rapat. Tidak ada lagi celah untuk masuk.

Sebelum meninggalkan ruangan rahasia itu, Kaleza menyempatkan memeluk Zairo dan dibalas Zairo tak kalah eratnya. Anggap saja ini pelukan terakhir keduanya karena setelahnya hubungan mereka benar-benar berakhir.

🌿🌿🌿

Yang ditunggu telah tiba, satu persatu keluarga besar kedua mempelai hingga tamu mulai memasuki hotel. Meski terkesan mendadak, nyatanya design pernikahan Kaleza dan Bryan begitu elegan dan mewah. Ciri khas sekali dari keluarga konglomerat Caler.

Tinggal menunggu kedatangan pengantin perempuan maka pernikahan akan terjadi.

"Bu," Delaza yang hari itu memakai gaun hitam glamor datang menghampiri Tamari yang sejak tadi hanya memandangi gedung pernikahan dengan perasaan gamang.

KaleZaМесто, где живут истории. Откройте их для себя