Aku ngenteni tekamu...

Tembang itu lagi, membuat Chika yang tadinya duduk langsung spontan berdiri, membuat Shani sedikit kaget karena sikap tiba-tiba Chika. Kepala Chika menoleh ke arah jendela, tirainya sedikit tersibak, lalu pandangannya turun ke lantai, Chika memicingkan matanya, dia berjalan tergesa-gesa menuju ke jendela.

"Heh!! Kamu mau kemana?!" Shani mengikuti langkah panjang Chika, hingga keduanya berhenti di dekat jendel, berdiri bersebelahan dengan pandangan mereka yang mengarah ke lantai, dimana ada jejak kaki penuh tanah yang basah. Tercetak jelas di lantai keramik berwarna gading itu.

Tok!

Tok!

Jderrrrr!!

Suara ketukan pintu terdengar, bersamaan dengan guntur yang menggelar di luar sana. Suasana mendadak sunyi, hanya bunyi gemericik air hujan dan sesekali suara jangkrik berkumandang. Shani langsung memegang lengan Chika saat adiknya itu perlahan berjalan menuju pintu, dan Shani mengekorinya di belakang.

Dug!

Dug!

Bug!

Suara langkah kaki kini terdengar dari balik pintu, jantung Shani sudah seperti mau meledak, dia menahan nafas dan mencengkram lengan Chika dengan erat. Sementara Chika tampak lebih tenang, tangannya terulur dan meraih gagang pintu yang mendadak menjadi sedingin es. Shani menelan ludahnya. Chika perlahan menarik gagang pintu itu, bunyi decitan terdengar lebih keras dari biasanya. Pintu terbuka sepenuhnya, kepala Chika terjulur di susul Shani.

Hening.

Sepi.

Tidak ada siapa-siapa di luar perpustakaan.

Prang!

Pyar!

Bunyi seperti piring pecah terdengar dari dapur, Chika langsung melesat keluar dengan langkah kakinya yang panjang, menuruni tangga hingga menimbulkan bunyi gemeredak yang mengganggu telinga.

"Dek?!! Hey!!!" Shani mengikuti Chika dari belakang, sambil menggerutu tidak jelas.

Chika menghentikan langkahnya, beberapa piring dan gelas berjatuhan, lalu pandangannya beralih ke sudut ruangan dekat wastafel, matanya terbelalak lebar saat melihat Surti tengah di cekik oleh sosok perempuan berbadan ular.

"Astaghfirullah... Ya Allah!!" Shani menjerit kaget, perempuan berbadan ular itu mendesis dan menoleh ke arah Shani dan Chika.

Amungreksa dan Arimbi muncul di saat yang tepat, membuat perempuan berbadan ular itu langsung hilang dari pandangan Chika dan Shani. Chika tidak tinggal diam, dia langsung duduk bersila lalu memejamkan matanya, dengan konsentrasi penuh perlahan sukmanya terpisah dengan raganya. Sedangkan Shani mulai menetralkan rumah dengan bantuan Amungreksa, serta memasang ulang pagar gaib di sekeliling rumah.

Di Dunia Furter.

Derap langkah kaki Chika terdengar menggema di sepanjang lorong yang tak berujung. Dia mengejar sosok perempuan berbadan ular itu. Cahaya dari lentera gaib menyorot ke badan ular yang besar dan panjang, berwarna hitam kemerahan dan berlendir.

Chika menghentikan langkahnya, mengambil tasbih dari kantong celana tidurnya, memantrai tasbih itu dengan lafadz ayat kursi, lalu melemparkannya ke arah perempuan berbadan ular itu. Seketika jeruji besi berwarna emas muncul dan mengurung sosok lelembut itu. Chika tersenyum, lalu membuka tangannya yang tadi terkepal, tasbih itu berada di telapak tangannya.

Brang!!

Brang!!

Suara berisik itu sungguh memekakkan telinga, namun Chika acuh dan mulai berjalan menghampiri sosok perempuan berbadan ular yang kini telah terkurung. Sosok itu mendesis, lalu lidah panjangnya keluar dari mulut, matanya berwarna merah terang dengan titik hitam di tengahnya.

"Culno aku!!" pekik perempuan berbadan ular itu dengan suara yang melengking.

(Lepaskan aku!!)

Chika semakin mendekat ke arah kepala makhluk itu, lalu tangannya terulur, jarinya menempel di kening makhluk itu, tepat di atas benda berpendar yang seperti tertanam di kening makhluk tersebut. Chika mencukil benda berpendar berwarna merah kehitaman itu, membuat makhluk itu meraung dan melengking hingga memekakkan telinga.

"Ampun... Ampun Den Ayu... Ampun....!!!"

Chika berhasil mencukil benda itu, yang ternyata adalah mustika ular. Chika membawa mustika ular itu, dengan sekejap dan hanya 1 kedipan mata, kini dia sudah berada di pinggir pantai. Suara deburan ombak menyambutnya, juga semilir angin yang menerpa wajah cantiknya.

"Kamu sudah tidak akan terikat lagi dengan manusia maupun energi negatif. Kamu sudah bebas, namun harus mengabdi pada Kanjeng Ratu." ucap Chika, lalu melepaskan mustika ular itu dan melarungnya ke pantai.

Ombak besar yang menggulung terlihat lebih dahsyat dari biasanya. Dari dalam air yang bergemeredak perlahan muncul sesosok perempuan dengan pakaian khas jawa. Chika tersenyum, lalu membungkuk hormat pada sosok itu.

"Kamu membawakan aku prajurit lagi." ucap sosok perempuan itu, yang berjalan di atas air.

"Dia akan menjadi bawahanku. Den Ayu tidak perlu khawatir, dia akan abadi berada di samudra ini.." sambungnya.

Chika mengangguk.

"Matur sembah nuwun Nyi Blorong.."

Sosok yang ternyata adalah Nyi Blorong itu mengangguk, lalu hilang begitu saja di hadapan Chika.







Di dunia nyata, di pusat kota Jogjakarta, di sebuah perumahan elit, perempuan paruh baya dengan sanggul yang khas dan juga kebaya itu meregang nyawa dengan tubuh hangus terbakar. Gadis berambut panjang yang mengintip di balik pintu hanya menatapnya dengan sorot mata yang kosong.

TBC.

WENGIUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum