17. BADAI YANG MENERJANG

Începe de la început
                                    

Andrea seraya mencengkeram kepalanya sendiri. "Anjing! Migrain gue bisa kambuh kalau terus-terusan kaya' gini."

Selama beberapa saat Andrea memijat kening dan puncak kepalanya. Selain tak ingin sakit kepalanya kambuh, ia juga ingin menghalau sosok Gembul yang sedari tadi terbayang di kepalanya.

***

Gembul duduk di antara dua orang di kursi belakang. Tak ada lagi pria plontos kekar di mobil ini. Hanya seorang sopir, dan dua pria biasa di samping kanan kirinya. Memang sedikit aneh dan terkesan minim pengawasan. Namun Gembul berasumsi, hal tersebut karena memang bukan ia target utama orang-orang yang menyekapnya kali ini.

Sepanjang perjalanan, Gembul tak bicara apa-apa. Suasana mobil terasa begitu sunyi, apalagi saat memasuki tol yang akan membawanya keluar dari kota ini.

"Dulu gue pernah ketemu lo dan temen lo di salah satu bar."

Gembul menoleh pria di sampingnya. Selama tiga puluh menit perjalanan, ini lah kali pertama ia mendengar suara manusia di mobil ini.

"Kita ngobrolin wiski," sambung pria itu. "Nggak nyangka kita ketemu lagi dengan cerita yang berbeda."

"Otak gue nggak bisa nginget banyak. Gue nggak inget lo sedikit pun."

Pria di samping Gembul itu tertawa. "Nggak apa-apa. Kali aja nanti temen lo inget gue kalau udah ketemu."

Tombak adalah satu-satunya orang yang melintas di benak Gembul. Tak salah lagi, orang-orang itu menyekapnya untuk mencari tahu di mana Tombak berada. Gembul memaksa otaknya berpikir cepat agar bisa lolos dari sini. Dengan gerakan tak terbaca, ia mencondongkan tubuh ke depan dan menggigit keras daun telinga kiri pria yang menyetir.

Keadaan di dalam mobil berubah riuh. Si pengemudi kesakitan dan kehilangan haluan, sedangkan dua pria di samping kanan kiri Gembul sekuat tenaga menghentikannya dengan menarik dan memukulinya. Laju mobil itu semakin tak terarah hingga membuat sebuah mobil menghantamnya dengan keras dari belakang. Di antara keempat penumpang, hanya tubuh Gembul yang terdorong ke depan hingga memecahkan kaca depan mobil. Tak butuh waktu tiga detik, mobil yang menyekap Gembul itu berhenti karena menabrak pembatas tol setelah sempat berputar penuh dua kali.

Jalanan tol itu berubah mencekam. Asap abu-abu mulai muncul dan mengepul di sekitar kap depan dan belakang mobil sedan itu. Beberapa mobil lain di sekitar kejadian turut memelan dan berhenti. Di tengah ambang batas kesadarannya, Gembul yang sebagian tubuhnya berada di atas kap mobil, berusaha bergerak keluar dari sana sepenuhnya.

Dengan tertatih, Gembul melompati pagar pembatas tol. Teriakan orang-orang dan dua pria plontos yang nampak berlari dari kejauhan tak membuatnya berhenti. Dengan langkah terseok, Gembul menerobos tanah kosong yang rimbun karena tanaman dan pohon-pohon yang menjulang tinggi.

***

"Hati-hati. Telepon rumah kalau terjadi apa-apa."

"Memangnya apa yang akan terjadi?"

Tombak menghela napas dan membuang muka. Ia menahan diri sekuat tenaga untuk tak memicu pertikaian kecil dengan Aira di depan restoran sepupunya.

Aira tersenyum, lalu mengecup pipi sang suami. "Kamu juga hati-hati," ucapnya.

Seperti tak ingin melepas istrinya begitu saja, Tombak meraih wajah Aira dan mencium bibir perempuan itu lembut.

"Maaf, ya?" ucap Aira setelah Tombak melepaskan bibirnya. "Karena kemarin-kemarin sudah buat kamu susah."

Tombak menggeleng. "Jangan dibahas lagi. Aku malah semakin merasa bersalah."

Tatapan Aira berubah sendu.

BERTEDUHUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum