04 | Aku Sendirian, Jangan Pergi

773 35 2
                                    

Pembuat onar. Julukan itu selalu terselip jika orang-orang menyebut nama Egi. Yang mereka tahu, Egi adalah sosok dingin yang bisa mematahkan tangan siapa pun jika lancang mengganggu ketenangannya. Mungkin memang benar, tapi sebenarnya kalau ditelisik lebih dalam, Egi tidak hanya sekadar berandalan sekolah yang gemar balapan bersama teman-teman belangsaknya. Cowok itu justru paling pendiam di antara mereka, pikirannya cenderung lebih dewasa sampai bila ada sesuatu, suaranya akan dianggap penting. Agak kasar bila disebut ketua geng, karena mereka hanya segerombol siswa yang sering menghabiskan waktu di situasi yang sama.

Menggoda Adel, membuatnya turn on agar hasratnya terpenuhi sepertinya sangat menjijikkan di mata gadis itu. Egi maklum, sebab Adel memang tabu akan hal itu. Mungkin Adel hanya menganggapnya cowok cabul pecandu porno yang penasaran bagaimana rasanya bila benar-benar dilakukan? Tapi sesungguhnya, Egi jauh dari itu.

Meski tak banyak yang tahu bahkan mungkin tak ada, Egi justru lebih paham soal seks. Kenapa dia melakukan itu, dengan siapa, dan karena nafsu sesaat atau bukan, Egi jelas tak akan memulai bila tak ada alasan yang jelas. Malah, dibanding teman-temannya yang suka bersiul dan grepe-grepe sana-sini, Egilah yang jelas lebih berpengalaman. Dengan mantan sebelumnya lebih tepatnya, di mana pikiran mereka terbuka, sama-sama menganggap bahwa making out hanya sekadar hal yang dilakukan bila memang kedua pihak menginginkan, bukan atas paksaan atau penasaran.

Salahkan Egi saja bila ada yang menganggap dia kurang ajar. Karena begitulah hidupnya. Itu cara dia memandang hubungan. Kalau mau, dia bisa saja mengabaikan Adel, membiarkan para cowok mengganggu gadis itu lagi dan ia bisa bersenang-senang dengan beberapa cewek yang memujanya sejak lama. Namun pikiran semacam itu sudah terbuang dari otaknya.

Menyukai Adel yang trauma akan apa pun berbau seks, body shaming dan rentetannya, perlahan mengubah sedikit prinsip Egi. Dia sempat kagum, dan mengikuti cara Adel yang meyakini bahwa hubungan seks sebelum menikah adalah hal kotor, sesuatu yang melewati batas. Maka Egi menahan diri, tapi lama kelamaan, akhirnya dia lepas juga. Egi kehilangan kontrol dan nyaris merusak cewek yang bertahan paling lama dengannya semenjak ia mengenal relationship.

Jelas Egi menyesali hal itu. Ditambah sikap Adel yang kian kasar tiap ia ingin mendekat, rasanya usaha yang dia lakukan agar mereka balikan hanya berbalik melukai dirinya sendiri.

Kadang Egi bingung. Apa Adel pantas ia kejar sampai sebegininya? Kenapa rasa sayangnya tak kunjung hilang bahkan setelah Adel terang-terangan memilih Ashar berkali-kali daripada dia?

Tapi kali ini, Egi belum menyerah.

Semenjak mereka putus, belum ada waktu di mana mereka bicara berdua, benar-benar berdua. Dan itu yang sedang Egi usahakan sekarang. Tepat setelah Adel mengumpat dan memarahinya dengan suara lantang, Egi berbalik. Mengambil langkah lebar untuk menyusul cewek itu kemudian menarik tangannya cepat.

"Akh!" Sial, kenapa sih hal sekecil ini saja dia tidak bisa menahan kekuatannya? Egi benci sikap kasarnya yang selalu keluar tiap ia harusnya bersikap lembut pada Adel.

"Kita harus ngomong, Del. Gak boleh begini terus! Aku nggak mau hubungan kita berakhir saling musuhan kayak gini," mohon Egi mati-matian menekan egonya. Tidak semestinya dia merendah hanya untuk perempuan, tapi kali ini, ia melakukannya. Karena Adel.

"Egi, lepas! Sakit tau nggak?" Adel berontak ribut. Napasnya tersengal. Ia sedang tak bisa berhadapan dengan cowok ini. Tidak ketika matanya sudah memanas, siap mengeluarkan air mata yang mati-matian ia tahan demi gengsi.

"Enggak sebelum kita bicarain soal masalah kemarin."

"Oke, fine! Kamu mau ngomong apa?" Biarkan sajalah. Terserah Egi bilang apa, Adel hanya perlu mendengarkan kemudian pergi dari sini. Huh, harusnya kini ia tengah bercanda dan sibuk tertawa dengan Ashar. Bukannya sibuk menahan emosi tiap menatap muka Egi.

[END] Balikan BangsatOnde histórias criam vida. Descubra agora