11-Psikopat 2

70 4 7
                                    

Happy Reading 🌸

Salma menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Kini, ia tengah menunggu ana. Beberapa kali hembusan napas terus keluar. Salma menatap wajah ana. Ia melihat pergerakan pada ana. Lalu salma mulai mendekat.

"Ana?" Panggil salma.

Ana menggerakkan bola matanya ke kiri tepat terdapat salma di sampingnya.

"A-ana di mana?" Tanyanya dengan suara parau.

Salma menggenggam tangan ana. "Rumah sakit. Jangan banyak gerak dulu. Luka di tangan lo belum kering." Ucap salma khawatir.

Ana melirik ke arah tangannya yang di perban. Ia sedikit meringis. Ana menatap salma dengan sendu.

"Kenapa ana bisa di sini?" Tanya nya.

Salma menghembuskan napasnya panjang. "Gue nemuin lo di jalan dengan bersimbah darah. Sebenarnya lo kenapa, ana?" Tanyanya.

Ana meneguk salivanya. Jadi, setelah ia di siksa ia di buang di jalan?
Ana tersenyum membayangkan wajah pria yang menyiksanya. Sungguh, manusia tidak punya hati.

"Ana?" Panggil salma membuyarkan lamunan ana.

Ana menoleh tanpa mengjawab.

"Udah jam 06.45 nih. 15 menit lagi bel. Lo gapapa kan gue tinggal dulu. Nanti pulang sekolah gue balik lagi." Ucap salma yang dibalas anggukan.

Salma pun akhirnya pamit menuju sekolah. Ana kembali menutup kedua matanya.

Cklek

"Ada yang ketinggalan?" Tanya ana saat mendengar pintu kembali di buka tanpa membuka kedua matanya.  

Seorang pria menutup pintunya kembali dan berjalan mendekati brankar. Ia tersenyum dan mengelus wajah ana.

Ana yang merasakan pipinya di elus dengan lembutpun membuka kedua matanya. Ia membulatkan kedua matanya karena kaget.

"K-kak albar... " Gumam ana dengan pelan.

Albar tersenyum lalu mengecup kening ana dengan lembut. Ana merasakan jantungnya seperti berlarian.

"K-kak ngapain disini?" Tanya ana dengan gugup.

Albar menyeringai lalu menekan tangan ana yang di perban. Ana menggigit bibir bawahnya dengan kuat hingga terdapat bercak darah.

Albar yang melihat ana menggigit bibirnya pun terkekeh.

"Kamu menggodaku, ana?" Tanya Albar dengan berbisik pada salah satu daun telinga ana.

Ana menggeleng lalu memalingkan wajahnya agar tidak menatap Albar.

Albar menatap ana dengan tajam. "Kamu menghindariku, ya?" Tanya Albar yang membuat bulu kuduk ana meremang.

Dengan kasar Albar menarik dagu ana membuat tulang rahangnya menimbulkan suara.

"Aku... Merindukanmu... " Ucap Albar dengan berbisik.

"Rindu ingin menyentuhmu." Lanjutnya.

Albar lalu mengeluarkan sesuatu dari saku hoodienya. Ia menatap benda tersebut dengan kagum.

"Aku punya hadiah untukmu, ana." Bisik Albar dengan mendekatkan pisau lipatnya pada lengan ana yang tidak di perban.

Posisi Albar seperti mengkungkung tubuh ana. Albar menyembunyikan pisau lipat tersebut dengan tubuhnya. Jadilah posisi mereka terlihat seperti tengah bercumbu.

Wajah Albar dan ana sangat dekat. Bahkan hanya dalam hitungan beberapa senti saja kedua bibir mereka dapat saling bersatu.

Ana memejamkan matanya dengan kuat. Hingga kejadian pada malam itu kembali berputar.

SELAT GIBRALTARWhere stories live. Discover now