22. Penelusuran

3.1K 535 82
                                    

Setelah mengantar Fianer pulang, Rafan kembali ke markas lagi. Teman-temannya sudah menunggu di sana. Berkumpul di lantai bawah, duduk berpencar. Mereka sedang ngobrol entah apa. Lalu mendadak diam saat dia datang.

"Kenapa?" tanya Rafan.

"Cewek lo keren banget." kata Pram.

Rafan tidak menanggapi. "Mana tu anak?"

"Di atas, sama Sam." jawab Kris. Rafan langsung berbalik berniat ke atas. Namun panggilan dari Kris membuatnya berbalik lagi. "Kenapa lo nggak ajak dia gabung sama kita?"

Rafan menatap Kris datar. Lalu kembali berbalik meninggalkan teman-temannya yang bergumam berisik di belakang. Masa bodoh mereka bilang apa. Rafan tidak peduli. Jika tidak terpaksa, dia lebih suka mengisolir kehidupan sisi gelapnya ini dari keluarganya. Dia tidak ingin mereka tahu apa yang di lakukannya di sini. Selain dia tidak ingin di batasi, dia juga tidak ingin keluarganya dalam bahaya karena dirinya.

Rafan menaiki tangga dua-dua. Hingga akhirnya dia sampai di atas dan melihat Sam duduk di sofa usang dengan Riki yang terikat di sampingnya. Bisa dia lihat Riki sedang diintimidasi Sam.

"Thanks udah jagain."kata Rafan. Dia memberi isyarat pada Sam kalau dia akan menggantikannya. Namun Sam tidak bergeming sama sekali.

"Cewek lo udah balik?" tanya Sam. Nada penasaran itu cukup terasa. Hingga membuat Rafan menghela napas panjang.

"Udah," Rafan berusaha sabar.

"Ke sini lagi kapan?"

Rafan memutar bola matanya jengah. Dia meminta Sam keluar karena dia ada urusan dengan Riki. Mau tidak mau Sam turun ke bawah. Tinggal Rafan dan Riki di sana. Rafan duduk di samping Riki.

"Pantes lo nggak pernah tertarik sama cewek di sini. Standart lo secantik itu."

Sedari tadi dia berusaha sabar. Namun mereka terus-menerus bertanya. Membuat telinganya berasap! "Siapa bilang standart gue dia? Asal lo tahu, cewek tadi itu masih di bawah standard gue." jawab Rafan keki.

Mulut Riki ternganga. Mendengar kata-kata Rafan membuat perutnya mulas tidak karuan. Jika cewek secantik itu saja belum memenuhi standard Rafan cewek seperti apa lagi yang bisa?

Rafan menonyor kepala Riki. "Nggak usah di pikirin. Otak lo nggak akan nyampe." kata Rafan datar. "Lagian di sini gue yang harusnya ngajuin pertanyaan, bukan lo!"

Riki mendengus. "Kalo lo mau ngorek informasi tentang bos gue, gue nggak akan mau jawab."

Rafan mengabaikan kata-kata Riki. "Gue cuma mau tahu tentang Robi."

"Robi?"

Rafan mengangguk. "Gue mau lo kasih tahu semua yang lo tahu tentang orang itu."

"Kenapa?"

"Bukan urusan lo."

Riki terdiam sejenak. Dia memutuskan bercerita. Karena semua informasi yang dia punya tentang Robi tidak ada yang berbahaya untuknya. Dia berceritapun tidak akan berpengaruh apa-apa padanya.

"Apa yang lo mau tahu?"

"Semuanya."

Riki mengangguk mengerti. Dia mendengus saat mengingat semua hal tentang Robi. "Setahu gue dia dulu anak orang kaya. Tapi bokapnya bangkrut setahun lalu. Dia mendadak jadi gembel." Riki memulai ceritanya. Dengan santai dia mengangkat kakinya ke atas sofa buluk. Bahkan merogoh sakunya dan mengambil bungkus rokok. Dia membukanya dan mengambil satu-satunya rokok yang tersisa. Mengapitnya di bibir lalu mencari-cari di saku lain hingga menemukan pematik dari sana.

It (Rafan)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin