BAGIAN XXXXX: BEGITU SALAH, BEGITU BENAR

3.5K 100 12
                                    

BAGIAN XXXXX: BEGITU SALAH, BEGITU BENAR

Wanda sudah mondar-mandir dengan mantel mandinya, bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Ia sudah menghidangkan dua gelas kopi panas dan dua piring nasi goreng di atas buffet kamar tidurnya. Ia tak punya waktu yang banyak untuk membuat macam-macam masakan lagi semenjak ia bekerja di perusahaan otomotif. Jerry pun tak menyia-nyiakan usaha kilat Wanda demi menyediakan sarapan baginya. Ia menyantap masakan Wanda dengan lahap. Meskipun ia harus berkerenyit karena rasa masakan itu terlalu asin.

Kemudian, Jerry mulai mengikatkan dasinya yang berwarna keabuan ke kerah kemeja kerjanya yang berwarna senada dengan dasinya. Ia memperhatikan bagaimana Wanda mondar-mandir di dalam ruangan kamar tanpa memperhatikan kertas yang tergeletak di lantainya. Dan Sanah, pembantu "pulang hari" yang bekerja di rumah mereka pun hampir saja menyapu kertas itu. Tapi Jerry mengamankannya tanpa sepengetahuan Wanda, lalu meletakkannya lagi ke lantai setelah Sanah selesai membereskan dan merapikan kamar tidur utama mereka yang luas.

"ng... sayang", mulai Jerry, "Ballpoint Mont Blanc yang kamu beli'in waktu itu,,, ilang... bisa tolong cari'in gak?", pancing Jerry, agar Wanda mau melirik sejenak ke lantai. Di saat bersamaan, Jerry juga langsung melangkah keluar kamar agar Wanda bisa leluasa mengantongi kertas yang Jerry tulis semalam itu, ke saku blazer yang sudah mulai dikenakan Wanda. Tapi saat Jerry sudah menapak keluar dari kamar, ia hanya mendengar Wanda berteriak kencang, "Sanaaaaaaaaaaaaaahhh!!! Cari'in bolpen Bapak!!! Yang mahal, tuh! Kalo gak ada,,, lo yang pasti ngembat!!!"

Jerry buru-buru balik ke kamar dan berkata pada Wanda sebelum Sanah mendapat masalah dari Wanda... "Eh! Ketemu! aku lupa! Ada di tas...", kata Jerry. Ia masih melirik diam-diam ke lembaran kertas yang tak di lirik juga oleh Wanda. "um..." Jerry berpikir lagi. "Bisa tolong semir sepatu baru aku, gak? Ada di bawah kolong buffet, tuh..." Jerry bergegas pura-pura keluar lagi dari kamar tidurnya. Tapi lagi-lagi, di dengarnya suara menggelegar Wanda, "Sanaaaaaaaaaahhh! Semirin sepatu Bapak!!!"

"Iya, Bu!", sahut Sanah sambil melangkah cepat menghampiri asal suara Wanda.

Jerry melengos... cepat-cepat masuk lagi ke dalam kamar. "Gak usah, sayang... aku lupa, sepatu aku, udah di semir..." Jerry mulai garuk-garuk pelipis kanannya dan mengusek-usek pucuk hidungnya.

Wanda berkerenyit dahi, memicing pada Jerry. "Kamu kenapa, sih?"

Jerry menggeleng. "Enggak... cuma,,, seandainya aja... kamu belajar liat ke bawah..."

"Itu eksplisit apa implisit???", tanya Wanda.

Jerry pun ikutan berkerenyit. Takjub. "Wow... kamu tau artinya? Siapa yang ngajarin kamu?"

"Rudy. Kadang-kadang, dia suka nyebut istilah-istilah yang tadinya aku gak tau..."

Jerry hanya angguk-angguk kepala. "Bagus, deh..." Ia tersenyum. Merasa senang karena Wanda akhirnya bisa bergaul dan beradaptasi dengan sekelilingnya bahkan mempunyai teman.

"Iya... Rudy itu baik. Dia banyak wawasannya. Bergaul sama dia bisa dapet banyak ilmu. Tapi kita lagi tanding... jangan sering ngobrol dulu sama Rudy, ya... takutnya, kalian berdua nanti bisa di sangka yang enggak-enggak...", lanjut Jerry.

Wanda terhenyak. Menahan nafasnya. Berpikir apakah Jerry mulai berpikir sesuatu tentang hubungan tak jelasnya dengan Rudy...

"Yang enggak-enggak?", tanya Wanda. Wanda berniat menyimpan Rudy sebagai bagian hidupnya yang telah hilang,,, yaitu Werdi. Wanda berniat menebus kesalahannya... telah begitu mengabaikan Werdi. Wanda berniat untuk selalu menyempatkan diri, memberikan waktunya untuk menemui Rudy. Wanda merasa tidak ada salahnya dengan niatan itu. Tapi ia juga bingung, mengapa ia merasa lebih aman bila menyembunyikan niat hatinya tersebut dari Jerry...

MENIKAH DENGAN INTEGRITASWhere stories live. Discover now