Chapter 1

8.8K 753 23
                                    

Suara ketukan terdengar berirama. Mata teralih dengan segera saat suara ketukan itu membuat satu fokus anak kecil teralih pada tanganku yang mengetuk. Kuberikan senyumku pada anak itu dan dia langsung menarik tangan ibunya yang segera menjadikan aku pusat tatapannya. Wanita itu membuat anaknya berpaling dariku, membuat aku hanya meringis.

Pasti penampilanku yang membuat wanita itu tidak menyukai anaknya yang menatapku. Aku memakai rok setengah paha dengan tanktop ketat yang bahkan memperlihatkan setengah dari payudaraku. Aku memilih pakaian ini karena simple. Aku di restoran ini bukan untuk membuat orang lain kagum. Sepatu boot kuhentak kesal. Aku tidak pernah suka keterlambatan tapi sepertinya teman temuku sedang ingin menguji kesabaranku.

Kembali aku melantukan ketukan pada meja. Kebosanan yang hakiki membuat aku mendesah kuat lalu satu wajah muncul di depan wajahku. Segera kutegakkan badanku.

"Menunggu?" Dia bertanya. Senyum pongahnya kental.

Aku membentangkan tangan pada kursi. Meminta tanpa kata agar dia duduk.

"Harusnya katakan kau sangat sibuk hingga membuat aku harus membuang waktu dengan duduk di sini selama hampir setengah jam." Tak kusembunyikan kejengkelanku.

Pria yang telah duduk di hadapanku itu tersenyum. Lesung pipinya terlihat.

"Ini yang kau minta." Dia menyodorkan satu koper silver. "Bayaran harus tunai."

Aku membuka koper itu dan kutemukan benda yang memang aku butuhkan. "Bagus." Kuambil senjata dengan warna silver itu. Mirip seperti mataku.

"Bayaranku?"Dia meletakkan tangannya di atas meja yang membuat aku menaikkan alisku.

"Kudengar aku memiliki rumor yang cukup buruk di kota ini?" Kutanya dia dengan menyodorkan tubuhku lebih dekat.

Seperti yang aku yakini, semua pria memang sama. Kini pria itu menatap tepat ke dadaku. Harusnya dia tidak membuat fokusnya hilang.

"Ya. Tentu. Kau diberikan catatan hitam oleh seluruh penjahat di Sisilia. Kau tidak pernah jujur dalam bertransaksi." Bebernya padaku. Yang tentu saja sudah aku tahu.

"Lalu kau bertransaksi denganku?"

Dia menggaruk kepalanya dengan sembarangan dan aku yakin kalau kepala itu tidak gatal. "Hargamu mahal."

"Hargaku?" Kusilangkan kakiku. Menyandarkan punggungku di sandaran kursi. "Tentu itu bukan harga utuh diriku? Karena aku tahu seluruh diriku bahkan tidak bisa di beli dengan dunia."

Dia mendesis. "Kepalamu." Beritahunya.

Aku berdecak dengan tiga decakan. Hal yang kerap aku lakukan. "Kau sangat jujur."

"Karena aku harus membunuhmu, Stefani. Aku minta maaf."

Ku silangkan tangan di depan tubuhku dengan santai. "Tidak apa-apa aku memaafkanmu." Ujarku dengan sangat tulus. "Tapi kau harusnya tidak membuat pertemuan di tempat seramai ini. Kau tahu? Kadang aku benci menumpahkan darah orang-orang tidak bersalah."

"Itulah yang membuat aku memilih tempat ini."

Aku mendengar suara gesekan di bagian bawah. Membuat aku dengan segera menendang lantai dan membiarkan diriku terjatuh bersama kursi. Aku berguling, segera sembunyi saat suara desingan peluru bersahutan.

Aku berlari mengitari tempat itu untuk menghindari beberapa peluru yang siap membuat aku kehilangan detak jantungku.

Suara teriakan bersahutan dengan suara peluru. Suaranya membuat telingaku tuli rasanya. Beberapa kali aku menghindar dari peluru yang tidak hanya dari satu orang. Oh pria itu rupanya telah membuat persiapan yang cukup matang.

Cinta Keparat - TamatWhere stories live. Discover now