Prolog

508 5 0
                                    

Meja makan berbentuk oval yang mampu memuat banyak orang itu hanya diisi tiga orang. Anki dan kedua orangtuanya yang makan dalam diam nampak begitu menikmati irama yang berasal dari gesekan garpu dan sendok.
“Habis lulus SMA kamu harus masuk ke Universitas yang Ayah targetkan, lulusan universitas itu semua pada sukses.”
“Iya Ki, sepupu kamu pada kuliah di sana sukses semua. Gak kaya anaknya tante Lina ya, bandel sih dia gak mau nurut.”
“Kenapa anak tante Lina?” tanya Anki yang tidak pernah update urusan keluarganya sendiri.
“Ngehamilin anak orang, padahal rencanayakan kemarin mau dikuliahin Mamahnya di Inggris malah nikah muda.”
Anki hanya manggut-manggut sambil terus menyuap makanannya.
***
“Ibu gak usah mikirin biaya kuliah aku nanti, aku sanggup ko. Lagipula aku bakal berusaha dapat beasiswa, Ibu tenang aja.” Inka menorehkan sebuah senyum agar Ibunya tidak merasa terbebani. Dalam hatinya, Inka yakin ia bisa mendapatkan beasiswa dan ia sanggup mengambil pekerjaan paruh waktu untuk uang jajannya.
“Sejak SD sampai sekarang Ibu sama Ayah gak pernah bayar sekolah kamu, tapi untuk kuliah kamu Ibu sama Ayah udah nabung dari jauh-jauh hari. Untuk kali ini Ibu sama Ayah mau berguna jadi orang tua,” ujar Ibu Inka dengan mata berkaca-kaca.
“Aku gak akan ngecewain Ibu.”
“Yang bener sekolahnya, jangan mantengin cowo mulu De, nanti kaya si Sabina. Baru juga lulus udah gendong anak, mana Bapanya gak mau tanggung jawab.” Sang kakak perempuan tiba-tiba menyahut.
“Huss! Jangan ngomongin orang, gak baik,” tegur Ibu Inka.
Inka tercenung sambil mengingat kakak sepupunya yang sekarang menjadi ibu tunggal itu, ia prihatin.

CafunéWhere stories live. Discover now