#4

18.5K 823 23
                                    

Terimakasih untuk yang sudah Vote Sebelum Baca :)


Zain

Hari ini tepat satu minggu lagi prosesi pernikahan kami akan dilangsungkan. Tak seperti kebanyakan pasangan calon pengantin yang biasanya menjalani ritual pingitan, khusus aku dan Qamira hal itu tidak berlaku. Bagaimana tidak? Kami harus terus bertemu untuk membahas semua keperluan kuliah Qamira di Aussie. Mulai dari Essay sebagai syarat ikut ujian, sampai pada semua urusan keimigrasiannya. Berulang kali aku bolak balik kantor imigrasi untuk kepengurusan izin tinggal, passport dan lain sebagainya. Alhamdulliah tak ada kesulitan berarti yang kuhadapi. Semuanya berjalan lancar sama halnya dengan persipan pernikahan kami.

Tak perlu menyewa EO, Mama dan Bunda sendiri yang bersedia mengatur semuanya mulai dari menyebar undangan, memilih gedung resepsi, memesan catring sampai pada desain baju pengantin kami.

Hari ini kami baru saja selesai fitting baju pengantin di butik yang telah jadi langganan keluarga besarku. Aku terkesima melihat Qamira yang terlihat sungguh menawan di balik kebaya putih yang melekat pas di kulitnya walaupun belum ada make up yang menyentuh wajahnya.

Ia kesulitan membuka kebaya itu. Patugas yang membantunya tadi entah menghilang kemana. Dengan inisiatif penuh, akupun mendekat untuk membantunya membuka satu persatu kancing yang melekat di bagian punggungnya.

"Aduuh, Kakak ngapain?" Tanyanya defensive.

"Bantu buka ini." Tunjukku pada puluhan kancing yang berjajar sepanjang punggung rampingnya.

"Gak usah Kak." Tolaknya halus.

"Lho kenapa?" Tanyaku bingung.

Kulihat Ia sedikit ragu sebelum menjawab. "Belum saatnya. Main pegang-pegang aja." Ucapnya pura pura sebal padaku.

Aku yang semula tulus ingin membantunya jadi ikut berpikir macam-macam tentang ucapannya tadi. Aku terkekeh dengan pemikiran defensifnya itu.

"Memang kenapa kalau Kakak ikut bantu buka? Cuma bantu doang. Gak pegang-pegang juga. Kakak juga tahu batas Dek."aku berusaha membela diriku sendiri.

"Ehmm, sorry aja ya. cowok itu, sekalinya liat pengen pegang,"

"Jadi mending Kakak keluar sebelum mata Kakak jelalatan keman-mana." Ucapnya telak

Dia padai membaca pikiran orang rupanya.

"Kenapa masih disitu?" Usirnya padaku.

~~~

Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah.

Beribu-ribu kali aku mengucap syukur dan rasanya masih tak akan pernah cukup. Semuanya terasa amat sangat dimudahkan oleh Allah SWT. Mulai dari lamaran dadakanku yang ternyata direstui kedua orang tua kami dan diterima oleh Qamira sendiri, kelancaran persiapan kuliah Qamira di Aussie-dan oh ya-Qamira lulus tahap seleksi essai dan bisa ikut ujian selanjutnya di Aussie satu minggu lagi, sampai pada detik detik tersakral dalam hidupku, apalagi kalau bukan saat aku mengucapkan Ijab Qabul itu.

Masih ku ingat jelas, detik detik meneggangkan dalam hidupku itu, melebihi dari saat aku ujian sidang untuk gelar masterku 2 tahun yang lalu. Sambil menjabat tangan Papa mertuaku, aku mengucapkan Qabul itu dengan sekali tariakan Nafas

"Saya terima nikah dan kawinnya Qamira Nafisah Binti Erwin Wicaksono dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 15 gram dibayar tunai."

Terdengar suara sah menggema di seluruh ruangan.

Love In AussieWhere stories live. Discover now