3. KOS

21 0 0
                                    

Mas punya teman-teman yang lucu, bahkan kadang kelewat lucu. Bentuk mereka bermacam-macam. Tiga orang memiliki perut yang buncit, seorang berwajah tampan, dua orang berbadan kurus dan satu lagi seorang jenius. Satu hobi mereka adalah ngobrol di teras dan tidak memakai baju meski bercelana. Di luar itu, Mas juga punya banyak teman. Ada laki-laki dan ada yang perempuan. Ada pula Nyamuk. Mas bilang dia tidak pandai berteman. Tetapi kurasa temannya lebih banyak daripada yang aku punya.

Mereka sama-sama tinggal di sebuah kos berkedok rumah di sebuah kampung belakang kampus bernama Kimpulan. Di kos itu ada delapan kamar dengan dua kamar mandi yang letaknya di luar. Kamar Mas berada di garda depan, hingga mudah saja mengetahui keberadaannya. Jika jendelanya tertutup dan gelap, besar kemungkinannya Mas sedang pergi, tetapi jika jendelanya terbuka namun gelap, bisa jadi tiga hal. Pertama, dia sedang pergi tidur. Kedua, dia sedang menonton film. Dan ketiga, mungkin hanya persoalan lupa menyalakan lampu kamarnya saja.

Aku pertama kali ke kos Mas semester enam ketika sedang ada tugas besar Beton 2. Hari ini aku kuliah di lantai empat. Gedung ini mungkin di desain memang tidak ramah anak-anak dan disabilitas. Sungguh disayangkan. Aku naik ke lantai empat melewati tangga di pojok sisi timur sambil membawa tas dipunggu yang berisi laptop dan menurutku itu adalah sebuah cobaan.

Di tangga lantai tiga menuju lantai empat, teman Mas yang tampan bernama Awan itu menyapaku. Lelaki itu memang sekelas denganku juga dengan Mas. Mas dan Awan satu kelompok mengerjakan tugas besar sedangkan aku satu kelompok dengan orang lain yang kukenal. Awan memintaku untuk mengajarkan beberapa hal tentang tugas besar itu karena Ia juga Mas jarang sekali datang asistensi. Aku setuju saja, dan hari itu kami bertukar nomor ponsel.

***

Hari itu Aku ke kos Mas setelah janjian dengan Awan. Sampai di kosnya, Awan meninggalkan kami berdua di kamar. Aku suka kamarnya karena dua alasan, yang pertama bersih, yang kedua kamarnya dingin meski tidak pakai AC. Hari iru aku memberitahunga beberapa hal terkait tugas besar.

Dia menghadap laptopnya. Sesekali dia bertanya ini itu dan aku menjawab. Sesekali juga kami mengobrol ringan. Dipertengahan pembicaraan kami dia bilang,

"Memang mudah pindah kos, tinggal piindah barang-barangnya. Yang sulit adalah membereskan kenangannya.". Aku hanya bisa menimpalinya dengan sebuah senyuman.

Yang bisa kulakukan saat itu selain menungguinya mengerjakan tugas, aku membaca buku. Mas punya buku meski tidak banyak. Kebetulan juga, buku-buku yang dipunyai olehnya belum pernah aku baca. Aku membaca buku karangan Sujowo Tedjo. Aku membaca di belakangnya sambil menyender di tembok.

Suatu ketika Mas menengok ke belakang sambil menanyakan sesuatu. Aku menjawab sambil melihat matanya. Disitu adalah muara dari segalanya. Matanya yang dalam seperti palung dan luas seperti Sahara.

Mas From MarsWhere stories live. Discover now