2. Ada aku

15 6 0
                                    

Jakarta,2019


-Nyatanya lama mengenalmu tak menjamin aku berharga bagimu,

-------------------------------------------------------------------------------------------

Brunella POV

Hening,tenang dan damai

                 Itulah perasaan yang aku rasakan saat mengunjungi taman.Taman ini salah satunya,taman yang selalu aku datangi setiap aku merasa pikiranku terlalu ramai dan sesak.Entahlah,aku selalu merasa kesulitan menemukan sudut bumi yang sunyi,yang bebas dari kecongkakan dan ego penghuninya.

"Ini,"

                  Tiba-tiba sesuatu yang dingin menempel di pipiku,saat kusentuh,ternyata minuman.Ku ambil minuman itu tanpa perlu bertanya siapa yang memberinya.Karena aku sudah tahu,itu pasti Si Senyap.Tak usah banyak tanya siapa dia,nanti akan kujelaskan.

"Terimakasih."Ucapku padanya,aku memang tak melihatnya,tapi aku bisa merasakan saat Ia mengambil duduk di sebelahku.

Hening.

                      Aku tahu apa yang dilakukannya.Sama seperti hari-hari sebelumnya saat Ia menemaniku,Ia akan selalu terlarut ke dalam buku yang dibacanya.Tanpa perlu repot-repot mengajakku bicara dan mengobrol.

Menyebalkan sekali.kalau begini sama saja aku sendirian di kursi taman ini.

                      Tapi mau bagaimana lagi,memang sudah seperti itu wataknya.Jadi wajar saja aku menyebutnya si Senyap,toh memang selalu diam tanpa suara seperti sedang dalam mode senyap.

"Sudah makan?"

Jangan berharap itu suaranya,nyatanya memang selalu aku yang bertanya.

Diam dan hening,

Benar-benar diam dan tak ada suara yang menyahut sama sekali.

Lihat? Apa yang sulit dari pertanyaan ku sampai ia tak mau menjawabnya,bahkan tidak dengan bergumam.

Astaga,orang ini.

"Je,apa kau sudah mulai tuli?" Lagi-lagi hanya keheningan yang membalas,seolah mengejek penderitaanku.Ah lupakan itu.

                  Aku benar-benar geram padanya,aku pun mengambil tongkat yang ku letakkan di sebelah kursi taman dengan meraba dan bangkit berdiri.Masa bodoh dengannya,sudah cukup aku sabar dengannya yang seperti orang bisu.Kau ingat minuman yang Ia berikan padaku tadi? Itu Dia berikan setelah aku memakinya karena membiarkanku bercerita sendirian seperti orang gila tanpa ada respon atau jawaban sama sekali darinya,dan sekarang aku sudah lelah,bahkan hanya untuk memakinya,benar-benar lelah.

                 Aku pun mulai berjalan meraba bersama tongkatku,peduli setan dengan tujuanku,yang terpenting aku jauh dari Si Senyap bin bisu itu.Bahkan sekarang Ia tak berusaha menghentikanku,aish.

                Saat sudah merasa lumayan jauh berjalan dan tentu itu harus beberapa kali aku dimaki karena hampir menabrak pejalan kaki yang lain akupun memutuskan untuk duduk di salah satu kursi yang kutemukan,dan lagi dengan meraba.

                    Tapi aku merasa tak sendirian di kursi itu,karena seseorang di sebelahku,ah tepatnya laki-laki yang mungkin sedang mengobrol dengan seseorang disebrang sana,yap dia tengah menelpon,aku bisa mendengarnya,lebih tepatnya mendengar Ia bertengkar.

Tapi apa peduliku,aku masih kesal dengan Je.

                    Oh iya,Je itu sahabatku,kita bersahabat sudah hampir 10 tahun,sebelum aku buta aku sudah mengenalnya.Bahkan sekarang aku masih ingat rupanya walaupun sudah 5 tahun aku tak menatap wajah tampannya.

                     Aish aku rindu wajah itu,aku rindu tatapan matanya yang dalam,walaupun hanya terdiam saat menatapku yang membuatnya jengkel,aku rindu bagaimana Ia dengan seriusnya membaca buku menggunakan kacamata bacanya,tampan.

                   Yap,Kenandio Jevin memang lelaki tampan yang sayangnya sangat pendiam,dan dia diam bukan karena maunya agar dapat terlihat misterius atau bahkan agar dianggap keren,dia memang sudah menjadi pendiam sejak kecil,sejak pertama kali aku mengenalnya sebagai tetanggaku,aku tak pernah mendengarnya berbicara panjang lebar,dan aku tak tahu mengapa.

                   Mungkin suatu saat Ia akan memberitahuku,tapi entah kapan,sepuluh tahun saja kurasa bukan waktu yang cukup bagi Je untuk dapat berbicara selayaknya orang normal kepadaku.

                   Dan terkadang aku bangga sekaligus heran pada diriku,bagaimana bisa aku bersahabat dengannya yang bahkan setelah aku buta tak pernah mau merubah sifat pendiamnya.Tapi yang aku ingat,setelah aku buta,Je tak pernah mangkir atau bahkan jijik karena harus berkawan dengan gadis buta seperti diriku.

                    Bahkan Ia selalu menyempatkan waktu untuk terus menemaniku di masa-masa terpurukku,ya walaupun hanya membaca buku tanpa mau menghiburku atau bahkan mengobrol denganku.

"Apa wanita memang selalu seperti itu?"

Tiba-tiba aku merasa jika seseorang disebelahku tengah bertanya kepadaku.Mau apa dia,

"Maaf tuan,anda bertanya kepada saya?"Tanyaku sembari menghadapkan tubuhku ke arahnya,walaupun aku tak dapat melihat bagaimana wajahnya,aku ingin memastikan ucapannya.

"Entahlah,dengan siapa aku bertanya.Aku hanya heran saja dengannya,apa wanita memang selalu seperti itu,egois sekali."Jawabnya,

aku tak tahu,entah mengapa aku seperti mengenal suaranya.Terasa familiar.

"Maaf,tapi kaulah yang egois tuan,bagaimana bisa kau mengenal satu wanita lantas menyimpulkan semua wanita sama dengannya."Ucapku,aku pun berangsur berdiri,malas sekali berhadapan dengan lelaki berpikiran sempit seperti dirinya.

Baru dua langkah aku berjalan,suara menjengkelkan itu kembali terdengar,

"Senang sekali melihatmu lagi,Nella.Ah,akhirnya rinduku menemukan empunya."

Aku tergugu,benar saja,suara itu terdengar familiar karena aku mengenalnya.Dia,

"Apa kabarmu,hm?Kau tidak lupa padaku kan?"

Aku meraskan suaranya yang kian dekat,menghampiriku yang sedari tadi hanya terdiam.

Tiba-tiba aku merasa seseorang menggenggam tanganku,tenang.

"Je?" suaraku bergetar,aku benar-benar takut sekarang.

Benar,ini Je,

"Je,i'm affraid."

"don't," Jawabnya

"Ada aku."



-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Iya aku tau ini absurd,stuck !

btw,siapa ya yang buat Bru ketakutan?

But enjoy ^^

BrunellaWhere stories live. Discover now