Aku tak mau berpikiran buruk pada Tuhan
Karena...
Matahari yang sudah terbius kantuk pun tetap digelarkan senja
Rintik yang berubah jadi badai pun masih diakhirkan dengan pelangi
Aku tak mau bersikeras pada takdir
Sebab...
Yang tadinya acuh sekarang makin dekat
Yang tadinya rindu riuh sekarang jadi lekat
Benar saja...
Keras hati jarang menjadikanku hebat
Rupa-rupa orang malah makin sesat
Menohok... tertusuk umpatan sendiri
Yang tersisa hanya belas kasih
Dia bersolek, aku tertegun. Seakan kecantikan sempurna adalah miliknya.
Dia dicinta, aku terkapar. Seakan pujian di bibir seluruh makhluk hanya untuknya.
Aku? Cukup aku saja yang tenggelam
Aku... Aku kokoh tanpa sanjungan
Kini riak air saja sudah menjadikanku tenang
Meski keriya'an-nya mudah menggoyahkan iman
Satu malam aku sadar. Dia hanya manusia yang sering lupa. Kegilaan pada dunia, keangkuhan nuraninya, membuatku muak.
Sesaat aku makin sadar. Dia tak berniat. Kecemburuanku pada takdir Tuhan, kilas balik kehidupannya, membuatku berhenti sejenak.
Kebaikan apa yang pernah dia lakukan? Sehingga hidupnya cemerlang
Kesakitan apa yang pernah dia terima? Seakan Tuhan sedang menyembuhkannya
Lalu aku beranjak, mendongak. "Tuhan adil. Malam yang sudah digelapkan saja, masih dihadirkan purnama. Malamku sempurna, dengan syukur sederhana."