BAB 2 PENERAPAN PENALARAN BERBAHASA

1.1K 0 1
                                    

BAB II

PENERAPAN PENALARAN BERBAHASA

Penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden ataupun sesuatu yang dianggap bahan bukti, menuju pada suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adlah proses berpikir yang sistematik dan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Secara umum, penalaran atau pengambilan kesimpulan itu dapat dilakukan secara induktif dan deduktif. Penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari hal-hal khusus menuju sesuatu yang umum. Sedangkan penalaran deduktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum pada peristiwa yang khusus untuk mencapai sebuah kesimpulan.

Dalam praktiknya, kedua corak penalaran tersebut saling mendukung. Oleh karena itu, salah satu atau kedua corak penalaran tersebut dapat digunakan baik secara bergantian atau bersamaan.

A. Penalaran Induktif dan Coraknya

Penalaran induksi dapat dilakukan dengan tiga cara: generalisasi, analogi, atau hubungan kausal (sebab akibat).

1. Generalisasi

Generalisasi atau perampatan ialah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu. Generalisasi diturunkan dari gejala-gejala khusus yang diperoleh melalui pengalaman, observasi, wawancara, atau studi dokumentasi. Sumbernya dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat ahli, peristiwa-peristiwa politik, sosial, ekonomi, atau hukum.

Dari berbagai gejala atau peristiwa khusus itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan, atau perasaan tertentu.

2. Analogi

''Hawa nafsu adalah kuda tunggangan yang akan membawamu maeraih ambisi. Dan agama adalah kendali untuk mengendalikan tunggangan mu agar tidak liar, mementalkan, menyeret dan menginjak-injak dirimu''.

Hawa nafsu dianalogikan dengan kuda tunggangan, dan agama adalah tali kekangnya. Analogi itu dilakukan karena antara sesuatu yang dibandingkan dengan pembandingannya memiliki kesamaan dan peran. Analogi yang dimaksud di sini adalah analogi induktif atau analogi logis. Analogi induktif (kias) adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini adalah kesamaan karakteristik dianatara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan ''Apa yang berlaku pada satu hal akan pula berlaku untuk hal lainnya''. Dengan demikian, dasar kesimpulan yang digunakan merupakan ciri pokok atau esensial yang berhubungan erat dari dua hal yang dianalogikan.

3. Hubungan Kausual (Sebab-Akibat)

Menurut hukum kausualitas, semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjalin dalam rangakain sebab akibat. Tak ada satu gejala atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab. Cara berpikir seperti ini, sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.

Sebagai contoh, ketika seorang ibu melihat awan tebal menggantung, dia segera memunguti pakaian yang sedang di jemurnya. Tindakannya itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) pertanda akan turun hujan (akibat). Hujan (sebab) akan menjadikan pakaian yang dijemurnya basah (akibat). Corak penalaran kausalitas ini dapat terwujud dalam pola: sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat.

B. Penalaran Deduktif dan Coraknya

Jika induksi bersifat generalisasi (perampatan), maka deduksi bersifat spesifikasi (pengkhususan). Dalam penalaran keduanya bekerjasama. Dalam induksi, kita perlu mengumpulkan bahan atau fakta secara memadai sebelum sampai pada suatu kesimpulan. Semakin banyak dan baik kualitas fakta yang dikumpulkan, akan semakin tinggi kebenaran kesimpulan itu.

Pendeknya, deduksi adalah proses berpikir yang bertolak dari suatu yang umum (prinsip, hukum, teori, atau keyakinan) menuju hal-hal khusus.

Perhatikan contoh berikut!

Semua makhluk akan mati.

Manusia adalah makhluk.

Karena itu, semua manusia akan mati.

Deduksi menggunakan silogisme atau entimem, sebagai alat penalarannya. Apakah yang dimaksud dengan silogisme dan entimem?

1. Silogisme

Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga.

Dari pengertian diatas, silogisme terdiri atas tiga bagian: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.

Contoh:

Premis mayor: Semua cendekiawan adalah pemikir.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bila kita bernalar dengan silogisme.

a. Sebuah silogisme hanya terdiri atas tiga proposisi: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.

b. Jika sebuah silogisme mengandung sebuah premis yang positif dan sebuah premis negatif (menggunakan kata tidak atau bukan), maka kesimpulannya harus negatif.

c. Dari dua buah premis yang negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.

d. Premis mayor yang benar belum tentu menghasilkan kesimpulan yang benar jika proses penyimpulannya keliru.

2. Entimem

Dalam kenyataan sehari-sehari, kita jarang menggunakan bentuk silogisme secara lengkap. Demi kepraktisan, bagian silogisme yang dianggap telah dipahami, dihilangkan. Inilah yang disebut entimem.

Untuk mengetes keabsahan sebuah entimem, kembalikanlah pada silogisme asal yang lengkap, dengan mengacu pada prinsip-prinsip silogisme.

C. Salah Nalar

Salah nalar adalah kekeliruan dalam proses berpikir karena keliru menafsirkan atau menarik kesimpulan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor emosional, kecerobohan, atau ketidaktahuan.

Macam-Macam Salah Nalar

1. Generalisasi yang Terlalu Luas

Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap ''menggampangkan'', malas mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahasa yang terbatas. Ada dua bentuk kesalahan generalisasi yang biasa muncul.

a. Generalisasi sepintas

b. Generalisasi apriori

2. Kerancuan Analogi

Kerancuan analogi disebabkan penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial (pokok).

3. Kekeliruan Kausalitas (Sebab-Akibat)

Salah nalar ini terjadi karena seseorang keliru menentukan dengan tepat sebab dari suatu peristiwa atau hasil (akibat) dari suatu kejadian. Kekeliruan penalaran ini terjadi karena seseorang beranggapan bahwa peristiwa sesudahnya merupakan akibat.

4. Kesalahan Relevansi

Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti, peristiwa, atau alasan yang diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan.

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Oct 02, 2010 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

BAB 2 PENERAPAN PENALARAN BERBAHASAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant