Bagian Satu

20 7 18
                                    

"Kinayaaaaaaa!!!" Gadis itu---Kinaya, langsung berlari dengan kencang sebelum aksinya ketahuan. Sudah menjadi kebiasaan setiap pagi, teriakan Ibu Kinaya meramaikan sekitar apartemen dimana Kinaya tinggal. Lagi-lagi, Kinaya sengaja menggemboskan sepedanya agar ia bisa mendapatkan sepeda baru. Namun, tetap saja, Ibunya tidak menghiraukannya. Kinaya---enambelas tahun, siswi sekolah menengah atas, Pertiwi Agung, berlari di sepanjang jalan menuju sekolah. Tak tanggung-tanggung, jarak antara sekolah dengan rumahnya sekitar 3km, ia tempuh dengan berlari kencang.

"Nay!!"Kinaya menoleh, dilihatnya seorang pria mengayuh sepeda dengan cepat menghampirinya. Nafasnya terengah-engah. Lalu ia pun berhenti tepat disamping Kinaya. "Berangkat bareng gue aja."ucap pria itu---Zidan, teman sekaligus tetangga Kinaya.

"Ah, nggak usah, nanggung."tolak Kinaya lalu tersenyum. Meskipun nafasnya pun tak karuan. "Gue lari aja."Belum sempat Kinaya beranjak, lengannya ditarik paksa hingga duduk dikursi belakang. "Zidan!"teriak Kinaya kesal.

"Lo bego apa gimana? Yang ada sampe sekolah lo udah mati."Zidan mulai mengayuh sepedanya. Kinaya menghembuskan nafas. Lumayan, tumpangan gratis, pikirnya.

Sesampainya disekolah, Kinaya langsung berlari masuk kedalam kelas. Lagi-lagi, untuk menyalin pekerjaan sang teman sebangku, Giselle. Zidan yang melihat tingkah Kinaya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Begitulah Kinaya, ceroboh dan terburu-buru. Giselle hanya bisa pasrah, pasalnya Kinaya selalu memasang wajah sangat memelas hingga ia tak kuasa menolaknya.

"Nyontek mulu kerjaan lo, ngapain aja sih lo dirumah?"gerutu Litha, cewek julid yang hanya suka berkomentar tanpa tahu apa yang terjadi. "Buruan sini mau dikumpul."tambahnya.

"Biar gue yang kumpulin nanti."timpal Zidan membela Kinaya. "Nggak usah repot-repot nunggu Kinaya."Litha menatap Zidan kesal lalu menyerahkan semua buku tugas dimeja Zidan. Kinaya tersenyum kecut.

"Biasa aja dong!"gerutu Giselle kesal. Giselle menatap kearah Kinaya yang berkeringat. "Lo abis mandi nggak dikeringin dulu apa? Basah gini."ucapnya seraya menatap Kinaya.

"Ah, tadi gue lari."

Giselle membulatkan mata, "Lari? Lo udah nggak waras ya, Nay?"ucapnya tak percaya. Kinaya tersenyum nyengir. "Eh, Zidan, lo nggak ajak Kinaya barengan emang?"tanya Giselle seraya menoleh kearah Zidan.

"Udah, tapi telat udah setengah jalan. Abisnya dia lari kenceng banget."jawab Zidan datar lalu kembali membaca buku. Giselle menghela nafas. "Nay, udah selese?"tanya Zidan kemudian.

"Nih, thanks ya, Giselle. Lo emang sahabat sejati!"Kinaya memeluk Giselle dengan erat. Sementara Zidan yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya. "Ah iya, hari ini gue harus ke perpustakaan, ada buku yang mau gue beli, lo mau kan anter gue kesana?"tanya Kinaya seraya menatap wajah Giselle yang sudah pasrah. "Kalo lo nggak mau gue ajak Rob---"

"Iya, gue anterin, gue juga ada satu buku yang mau gue beli."potong Giselle, Kinaya tersenyum senang. "Nay, tugas kelompok kemarin ada di lo kan?"Kinaya menoleh, menatap Giselle dengan tatapan heran. Giselle terdiam sejenak, "Bukan elo ya?"Kinaya menggelengkan kepalanya. "Lah, kalo bukan lo terus siapa dong yang bawa?"tanya Giselle mulai panik.

"Lah yang terakhir kan bukan gue yang kerjain, Sell."sahut Kinaya sembari membantu Giselle mencari kertas kerja kelompok mereka. "Gue nggak bawa beneran loh."tambah Kinaya tak mau disalahkan.

"Iya udah bantuin gue nyari aja."ujar Giselle seraya mengeluarkan barang-barang di tasnya. "Aduh, gue beneran lupa siapa yang bawa."Giselle semakin panik, takut kertas itu benar-benar hilang. Kinaya pun sibuk membantu Giselle mencari kertas itu. Sementara Zidan hanya menatap kedua temannya yang terlihat panik.

"Sell, kertas kerja kelompoknya gue yang bawa, sorry ya gue nggak ngab---"

"Robby!!!!!!"

End of StoryWhere stories live. Discover now