Tiga

6.7K 264 0
                                    

Satu minggu, sudah satu minggu aku menyimpan rahasia ini. haruskah aku memberitahukan hal ini kepada Justin? tidak, aku terlalu takut. aku takut dia tidak akan menerima anak ini. ya, Aku hamil. sehari setelah kejadian dimana Justin menenggelamkanku dan aku bertemu dengan Fran aku langsung pergi ke dokter dan hasilnya Positif, Aku hamil.

"Nona, sebaiknya nona coba memberitahukan hal ini kepada Tuan"

Maria, dia sudah seperti ibuku sendiri disini. hanya dia yang mengerti aku disini, dia yang selalu memperhatikanku dan menjagaku. Justin sekarang sudah berubah, semenjak kejadian dimana dia memelukku dan meminta maaf akan tindakannya yang hampir membunuhku dia menjauh, memilih menjaga jarak denganku. sudah satu minggu pula aku tak berbicara dengannya. semua ini menyiksaku.

"Aku terlalu takut, maria"

Aku dapat merasakan Maria mengusap pelan rambutku.

"Nona, anak itu adalah sebuah anugerah dari Tuhan. lagi pula, ini anak yang berada didalam kandungan nona adalah darah daging tuan Justin sendiri, semoga saja anak ini membawa berkah, saat nona memberitahukan hal ini kepada Tuan hati tuan akan luluh"

Apa benar? aku takut, bukannya menerima anak ini nantinya, Justin malah menyuruhku untuk menggugurkan kandungan ini. Tidak, lebih baik aku tetap merahasiakan hal ini.

"Tidak maria, biarkan aku menutupi hal ini, untuk sementara"

"Baiklah, semuanya berada ditangan nona. Sebaiknya nona tidur, ini sudah larut malam"

Aku mengarahkan pandanganku kearah jam dinding dikamarku. 1:30am.

"Apa Justin sudah pulang?"

Maria menganggukkan kepalanya.

"Aku ingin kekamarnya, kau boleh pergi tidur. maaf telah menggangumu, aku perlu teman untuk bercerita"

aku membangunkan Maria tadi, aku tidak bisa tidur entah kenapa.

"Tidak apa apa nona, baiklah saya pamit kekamar saya dulu"

Aku hanya menganggukkan kepalaku, setelah maria keluar dari kamarku aku pergi kekamar Justin, aku ingin melihat keadaannya.

Aku membuka pintu kamarnya saat aku sampai didepan pintu kamar Justin. yang aku dapatkan hanya kosong disini. bukannya tadi maria bilang Justin sudah pulang? lalu dimana dia sekarang? ah ya, ruang kerjanya.

Aku melihat pandangan yang menurutku indah saat ini, melihat suamiku tertidur pulas diatas meja kerjanya sembari memeluk sebuah bingkai fotonya. sepertinya dia kelelahan. aku membalikan badanku menuju kamarnya mengambil selimut lalu memakaikannya kepada Justin. aku mengedarkan pandanganku diruangan ini, ini kali pertama aku memasuki ruang kerja Justin. banyak foto Lexie dan Justin disana, mereka berdua memang cocok. aku mengambil bingkai yang tengah dipeluk oleh Justin. foto dia dan lexie, tampaknya Justin tengah merindukan lexie. aku jadi merindukan Lexie, aku menatap foto yang berada digenggamanku sekarang, senyum ini, senyuman yang sudah lama sekali lenyap dari justin, senyum kebahagiaan. Hanya lexie lah sumber kebahagiaan Justin.

"Lexie, seharusnya sekarang kau yang berada diposisiku, menjadi istri Justin, bukan aku. dia hanya bahagia bersamamu, bukan bersamaku. maafkan aku, seharusnya aku yang mati, bukan dirimu. aku merindukanmu"

Aku meletakkan bingkai tersebut diatas meja Justin. aku membukukan badanku, memberanikan diri untuk mencium pipi justin.

"Maafkan aku Justin, tidak seharusnya kau kehilangan Lexie, selamat malam"

aku membalikkan badanku menutup pintu ruangan ini. aku menuruni tangga, menuju kamarku. sesampainya dikamarku aku membuka laci yang berisikan beberapa bingkai foto. aku dan Fran. aku merindukannya, sungguh.

HURTSWhere stories live. Discover now