26

4.7K 200 10
                                    

Perhatiannya menunjukkan, jika dirinya masih memiliki sisi lembut dihatinya
******

Beberapa hari telah berlalu, dan hari ini adalah hari terakhir Malvin dan Vanya untuk berbulan madu di pulau Bali. Besok pagi mereka akan kembali ke ibu kota, dan melanjutkan pekerjaan yang sudah lama mereka tinggalkan.

Malvin perlahan membuka matanya. Membiarkan indera penglihatannya menangkap pancaran sinar matahari pagi. Dia menolehkan kepalanya kesamping, dan mendapati Vanya masih memejamkan mata. Mungkin istrinya itu sedang lelah. Beberapa hari ini mereka salalu saja mengulang kegiatan panasnya setiap malam. Malvin benar-benar candu akan tubuh Vanya. Meskipun beberapa kali dia ingin menolaknya, namun tetap saja gerakan tubuhnya tidak bisa menolak.

Malvin menurunkan kakinya dari ranjang. Dan dengan masih bertelanjang dada, dia berjalan memasuki kamar mandi. Selesai dengan ritual mandi paginya, dia kini berjalan menuju lemari dengan menggunakan handuk yang terbalut dipinggang hingga lututnya. Dia mengambil satu stel pakaian dan juga celana pendek, lalu memakainya.

Vanya masih belum juga membuka mata. Sepertinya istrinya itu benar-benar kelelahan, hingga untuk membuka mata saja dia tidak sanggup. Malvin berjalan kearah ranjang, dan mendudukan dirinya disamping Vanya. Dia menyentuh lengan Vanya untuk membangunkan istrinya itu.

"Vanya bangunlah! Ini sudah terlalu siang untuk bermalas-malasan! Kita harus segera keluar untuk sarapan." Ucapnya mengguncang lengan Vanya.

Vanya hanya bergumam tak jelas, dan justru merapatkan selimut yang membalut tubuhnya. Dia masih enggan membuka mata, karena masih merasa lelah disekujur tubuhnya.

"Ayolah, Vanya! Kau harus bangun! Atau aku akan meninggalkanmu untuk sarapan!" Ancam Malvin menarik pelan selimut Vanya.

"Kepalaku pusing, Malvin. Bisakah kau biarkan aku istirahat saja!" Balas Vanya dengan masih memejamkan mata.

Malvin semakin mendekatkan tubuhnya pada Vanya, lalu menyentuh kening istrinya. Dia merasakan adanya suhu hangat pada kening Vanya.

"Apa kau sakit?" Tanyanya yang hanya dibalas gumaman oleh Vanya.

Malvin mendengus mendengar gumaman Vanya. Lalu dia bangkit dari posisinya dan menuju kamar mandi, menyiapkan air kompres untuk Vanya dan kembali pada posisi semula. Dia meletakkan kain kompres itu dikening Vanya. Setelahnya dia mencari beberapa obat demam dan sakit kepala untuk istrinya.

"Vanya bangunlah! Minumlah obat dahulu agar demammu turun!" Jelas Malvin berusaha membangunkan istrinya.

Vanya masih tidak berkutik. Seluruh tubuhnya benar-benar sakit dan lemas. Hingga untuk sekedar membuka mata saja dia tidak punya tenaga. Dia hanya bisa bergumam, mengeluarkan kata-kata tidak jelas untuk menunjukkan rasa sakitnya.

🍃🍃🍃🍃🍃

Vanya membuka matanya, saat samar-samar indera pendengarannya menangkap suara ketukan pintu. Dia mengedarkan pandangannya, lalu menangkap sosok suaminya sedang duduk bersandar pada head board dengan kedua mata yang terpejam. Sepertinya suaminya itu ketiduran saat sedang menjaganya. Vany perlahan mengusap punggung tangan Malvin, berusaha membangunkan suaminya dengan penuh kelembutan.

"Malvin, bangunlah! Sepertinya ada seseorang diluar." Ucap Vanya berkali-kali hingga Malvin terbangun dari tidurnya.

Malvin menguap, lalu menatap kearah istrinya yang sudah membuka mata. Dia menegakkan tubuhnya, lalu mengulurkan tangannya pada kening Vanya. Beruasa mengechek kembali suhu tubuh istrinya.

"Demammu sudah turun. Jangan mandi dulu, dan minum obatmu!" Mengmbilkan dua buah kapsul obat dan juga segelas air mineral yang ada diatas nakas.

"Tapi aku belum makan, Malvin. Aku akan meminumnya setelah makan nanti ya. Sekarang bukalah pintunya! Sepertinya ada seseorang diluar." Balas Vanya yang kemudian meminta suaminya untuk membuka pintu.

Malvin hanya mengganguk lalu beranjak dari tempatnya untuk membukakan pintu. Dia terkejut mendapati dua orang priya yang tak asing baginya sudah berdiri didepan pintu.

"Apa yang kalian lakukan disini?" Tanyanya dengan wajah terkejutnya.

"Apa lagi? Tentu kami ada keperluan pekerjaan disini." Jelas salah satu priya yang ada disana.

"Jangan bercanda! Apakah Kakek yang mengirim kalian kesini untuk memata-matai diriku?" Tanyanya lagi dengan nada mengintrogasi.

"Jangan terlalu percayadiri, Malvin! Dan kenapa juga kau berfikiran begitu pada Kakekmu sendiri! Benar apa yang dikatakan Bastian, kami kesini karena memang sedang ada pekerjaan. Bastian harus melakukan beberapa photoshot dipulau ini, maka sekalian kami mampir untuk menjengukmu."

"Aku sedang tidak sakit, jadi kalian tidak perlu menjengukku! Lebih baik sekarang kalian pergi! Aku bosan harus melihat kalian lagi." Usir Malvin pada kedua sahabatnya itu.

"Kami bahkan baru sampai, dan kau mengusir kami? Tidak bisakah kau izinkan kami masuk dulu untuk menyapa istri cantikmu?" Ucap Bastian dengan raut wajah menggodanya.

"Hintikan tingkah konyolmu itu, Bas! Dia sedang tidak sehat sekarang. Lebih baik kalian menungguku direstoran! Lima menit lagi aku akan menyusul kalian kesana." Putus Malvin.

Alif hanya bisa menganggukan kepala, lalu menarik tangan Bastian dengan susah payah untuk meninggalkan pintu kamar hotel Malvin. Sedangkan Malvin kini kembali kedalam kamar untuk melihat kondisi istrinya.

"Siapa?" Tanya Vanya saat Malvin sudah mendudukan diri disampingnya.

"Alif dan Bastian. Mereka datang kemari karena sedang ada pekerjaan." Jawab Malvin yang dibalas anggukan kepala oleh Vanya. "Apakah kepalamu masih pusing?" Lanjutnya bertanya dengan memegang puncak kepala Vanya.

"Sudah tidak lagi. Hanya saja tubuhku masih terasa lemas." Jawab Vanya.

"Istirahatlah! Aku akan memesankan makanan untukmu dan menemui kedua priya menyebalkan itu." Ucapnya lagi yang dibalas Vanya dengan senyum dan menganggukan kepalanya.

Malvin pun keluar dari dalam kamarnya, lalu berjalan kearah restoran untuk menemui kedua sahabatnya. Dia mengedarkan pandangannya, dan mendapati seorang priya yang sedang melambaikan tangan kerahnya. Dia berjalan kearahnya, lalu mendudukan diri diantara kedua priya tersebut.

Malvin memanggil salah satu pelayan, lalu menyebutkan menu pesanannya dan tak lupa juga pesanan untuk Vanya. Istrinya itu butuh asupan makanan, agar tubuhnya bisa kembali sehat seperti semula.

Alif dan Bastian mengerutkan keningnya, saat melihat Malvin yang sedang sibuk memesankan makanan untuk istrinya yang katanya sedang sakit. Malvin tidak pernah seperhatian ini kepada seseorang. Dan tingkahnya saat ini, benar-benar membuat kedua sahabatnya itu bertanya-tanya.

"Ada apa dengan dirimu, Malvin? Kau tidak seperti biasanya?" Tanya Bastian saat pelayan itu sudah pergi meninggalkan mereka.

"Apa maksudmu, Bas? Apa yang salah dengan diriku?" Malvin justru mengembalikan pertanyaan itu kepada sang penanya.

"Tidak biasanya kau menaruh perhatian lebih kepada seseorang. Terlebih wanita. Lalu sekarang, apa yang aku lihat ini? Apa kau sudah mulai menaruh hati pada istrimu itu?" Goda Bastian pada sahabatnya itu.

"Aku hanya mencoba berbuat baik saja. Bukankah sebagai sesama manusia kita harus saling menolong." Jelas Malvin menyangkal kenyataan.

"Sudahlah! Kenapa kalian justru meributkan hal sepele seperti ini! Lagi pula tak seharusnya kau mencampuri kehidupan Malvin, Bas!" Alif mencoba menengahi dan setelahnya memberikan tatapan tajam kearah Bastian.

Bastian mencebikkan bibirnya. Sedangkan Malvin hanya diam saja menanti pesanannya. Mungkin dia sedang memikirkan ucapan Bastian tadi. Dia tak tahu dengan apa yang sudah dirasakannya sendiri. Perasaan ini benar-benar asing baginya. Dia pernah merasakan cinta. Namum cinta itu tak berjalan dengan sempurnah, dan justru semakin menambah luka.

TO BE CONTINUED.
Vote dan komentnya jangan lupa ya! Agar LC tau seberapa antusiasnya kalian untuk mengetahui kelanjutan cerita ini 😊

Look At Me!Where stories live. Discover now