Chapter One

383 43 8
                                    

“Ms. Winsley, cepatlah! Saya tidak punya banyak waktu.” kata-kata itu sudah menusuk gendang telinga Tiesa, semenjak ia baru menekan tombol hijau.

“Ah, iya Mrs. Sebentar lagi, saya sudah sampai di depan—“

BRAK!!

Astaga! Aku melakukannya lagi? batin Tiesa kaget.

“Halo, Tiesa?” ucap Mrs. Raine menyadarkan Tiesa yang hening beberapa saat. Bersamaan dengan itu, matanya melihat di seberang jalan dimana ada mobil Tata Vista merah yang sepertinya menghantam bagian depan sebuah mobil hitam dibelakangnya.

“ Aku akan segera kesana.” Jawab Tiesa sedikit keras, melihat handphone-nya yang tadi sedang dijepit di antara bahu dan telinga kanannya, kini sudah berpindah di dashboard mobil Tata Vista-nya. Cepat-cepat ia mematikan sambungan telponnya dengan Mrs. Raine –tanpa menunggu jawaban, melepas seat-beltnya, dan keluar melihat apa yang sedang terjadi pada mobilnya. Tak lupa ia memakai beanie hitam dan merapatkan coat hitam-nya, karena Perth sudah mulai memasuki musim dingin. Mrs. Raine yang tahu sambungan telponnya sudah diputus pun meletakkan handphone-nya kesal dan kembali menyesap kopi panasnya.

“Uh-oh. Aku melakukannya lagi. Bagaimana ini?” Ucap Tiesa panik melihat kap belakang mobilnya menghantam mobil Audi A4 hitam yang terparkir manis tepat dibelakangnya dan membuat kap depannya penyok. Tak ambil pusing, ia segera melihat keadaan sekitar dan ternyata jalanan sedang sepi. Sepertinya tidak ada yang melihat, gumamnya. Dengan cepat Tiesa kembali ke dalam mobil, menghidupkan mesin, dan menginjak pedal gasnya untuk menjauhkan atau menarik mobil-nya yang tersangkut di bagian depan Audi hitam tersebut. Dan akhirnya mobilnya berhasil dan kini sudah tidak tersangkut lagi, posisinya pun sekarang sudah sedikit menjauh. Ia mendesah lega, meskipun kap belakang mobilnya juga ikut penyok.

“Ah, iya! Mrs. Raine!” pekiknya dari dalam mobil. Ia segera memasukkan handphone-nya ke dalam tas hitamnya dan keluar kembali dari mobilnya. Sekilas ia melihat belakang mobilnya, kemudian berjalan cepat menyeberangi jalan dan memasuki “Ellie’s Coffee” –sebuah kedai kopi langganannya yang berada 20 meter dari tempatnya berdiri untuk menemui Mrs. Raine yang sepertinya ingin membicarakan sesuatu yang penting.

Klinting-Klinting

                Bunyi lonceng terdengar seiringnya Tiesa mendorong pintu masuk kedai kopi tersebut.

             “Selamat datang di Ellie’s Coffee, Nona. Apakah anda ingin memesan sekarang?” sapa salah satu pelayan yang berdiri di balik pintu masuk dengan tersenyum ramah.

                “Uhm.. Ya. Saya pesan coffee latte.” Jawabnya dengan tersenyum tipis.

          “Di meja nomor berapa?” Pelayan yang diketahui bernama Greg dari nametagnya pun menyatat pesanan Tiesa. Matanya menelusuri kedai tersebut, dan terlihat Mrs. Raine duduk di dekat jendela –dengan wajah dinginnya. “Di meja nomor 12.” Tunjuknya.

         “Baiklah, silahkan duduk dan pesanan akan segera diantar.” Ucapnya tersenyum dan beranjak pergi. Tiesa pun menghampiri dosen-nya tersebut sambil tersenyum memperlihatkan lesung pipinya dan duduk berhadapan dengannya. “Selamat siang, Mrs. Raine.” Sapa Tiesa ramah.

              “Kau darimana saja? Saya sudah menunggumu hampir 30 menit.” jawab Mrs. Raine kesal dan matanya menatap tajam orang yang berada di depannya tanpa menghiraukan sapaan Tiesa. Ditatap seperti itu, membuat Tiesa gelagapan.

              “uh, maaf. Saya tadi baru bangun tidur, ketika Mrs. menelponku. Dan, tadi ada kecelakaan kecil.” Jawabnya sambil menyeringai, berusaha menghilangkan rasa gugupnya.

●Me &  My Partner●Where stories live. Discover now