SERIAL GENTO GUYON

Mulai dari awal
                                    

"Anak edan. Kau tak perlu menggurui aku. Kemarin aku sudah mandi. Jika sekarang kau mau mandi, baik. Permintaanmu kukabulkan. Mandilah sepuasmu. Ha ha ha!" Sambil tertawa-tawa si kakek gerakkan ujung bambunya ke arah celah kedua kaki si bocah yang terikat. 

Wuut! 

Di lain saat si bocah kini tergantung di bagian ujung bambu. Karena ujung bambu itu sangat lentur maka tubuh si bocah terguncang keras terombang-ambing kian kemari tak mau diam. Ini tentu merupakan siksaan tersendiri bagi si bocah apalagi saat itu kepalanya menghadap ke bawah. 

"Tabib Setaan... aku hendak kau bawa ke mana?" tanya si bocah kesal sekali. 

Si kakek menyeringai. "Kau minta mandi, sekarang aku akan memandikanmu anak edan." jawab orang tua itu. Enak saja dan seakan tidak punya rasa belas

kasihan sama sekali bagian pangkal bambu dipikulnya. Sampai di pinggir telaga bambu diputar cepat hingga ujungnya yang diganduli si bocah berada di atas telaga. Gerakan cepat yang dilakukan si kakek membuat si bocah laksana dilontarkan, lalu berguncang keras ke kanan kiri dan gerakan bambu terhenti dengan tiba-tiba di atas telaga. 

"Orang tua, kepalaku pusing. Kau perlakukan diriku begini rupa, apakah kau kira aku ini seekor ikan?" gerutu si bocah sambil memijiti kepalanya yang berdenyut sakit. 

"Kau seorang budak. Tadi kau minta mandi, sekarang mandi sepuasmu!" Dengan tidak terduga bambu yang dipegang si kakek digerakkan ke bawah. Begitu ujung bambu meluncur maka tubuh si bocah yang tergantung di sana dengan kaki di atas kepala menghadap ke permukaan air ikut pula meluncur. 

Byuur! Bleep! 

Tubuh si bocah hingga ke bagian ujung bambu lenyap dalam kedalaman air. Air telaga bergelombang, si bocah meronta. Beberapa saat lamanya si bocah tenggelam dalam air, baru kemudian si kakek sentakkan bambu ke atas. Dengan begitu si bocah yang dalam keadaan basah kuyup ikut pula terahgkat. Si bocah megap-megap. "Tua

bangka edan, aku bisa mati jika kau perlakukan seperti ini!" makinya. 

"Ha ha ha. Ini adalah cara mandi yang bagus dan sangat langka. Kau kutenggelamkan, lalu kuangkat. Tenggelam... diangkat... tenggelam di angkat lagi. Bagus bukan?" kata sang Tabib. 

Baru saja bocah itu hendak mengatakan sesuatu, bambu digerakkan ke bawah. Dengan begitu bocah ini pun ikut meluncur dan tercebur lagi ke dalam telaga. Gerakan ini dilakukan berulang kali oleh kakek tabib sampai akhirnya bocah itu menjadi lemas dan sulit bernafas. 

Dengan nafas terengah-engah si bocah berkata. "Kakek tabib, terima kasih kau telah memandikan aku...!" 

"Untuk ucapan terima kasihmu itu sekarang kau layak duduk dengan kaki tetap terikat!" ujar si kakek. Kemudian bambu digerakkannya. Kaki si bocah yang sengaja dicantolkan di sana terlepas. Tak ayal lagi bocah itu melayang dan jatuh dengan punggung menyentuh tanah di pinggiran telaga. Si bocah menggeliat kesakitan. Tapi kemudian setelah duduk dengan kaki terikat dia tersenyum. "Tabib Setan...!" 

"Sekali lagi kau memanggilku Tabib Setan, kupecahkan kepalamu!" desis si kakek merasa tidak senang.

"Tindakanmu sejahat setan. Bagaimana aku tidak memanggilmu begitu?" rutuk si bocah. 

Dengan sikap tak perduli dia melanjutkan. 

"Tabib... setelah kau mandikan aku apakah kau tidak berniat mandi?" 

"Eeh, kau hendak mengajari aku yang sudah tua bangka. Setiap saat badanku selalu wangi karena kubaluri ramuan khusus. Lalu buat apa aku mandi?!" Si kakek kemudian menyeringai, "Aku tahu kau pasti hendak mencari kesempatan untuk melarikan diri." 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2012 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SERIAL GENTO GUYONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang