1

78 3 3
                                    


Langit biru ini seolah berubah menjadi emas. Meski begitu cerah, namun dedaunan yang kecokelatan telah mewarnai langit menjadi lebih hangat dan mengagumkan. Setidaknya, itu yang ku rasakan di bukit ini. Memandangi pepohonan yang sedang bahagia menyambut musim gugur tahun ini.

Ku lihat buku sketsaku. Sudah berapa banyak aku menggambar daun momiji musim ini? Tak ku sangka, sudah sepuluh lembar aku mengisi buku ini dengan sketsa daun momiji. Semuanya hanya berupa coretan pensil, belum ada yang ku warnai sama sekali.

Yah, bisa ku katakan, musim gugur adalah musim kesukaanku.

Ting!

Momo-chan! Lagi-lagi terlambat ya? Sebentar lagi bel masuk berbunyi, tahu! Cepat pergi dari khayalan momiji-mu itu!

Aku tertawa kecil membaca pesan dari Emi-chan. Dia memang temanku yang jahil. Padahal aku tahu kalau bel masuk masih lama berbunyi. Ku rasa dia ingin menanyakan PR.

Baiklah. Aku akan segera pergi ke sana.

Aku menggenggam buku sketsaku dan berdiri dari bukit ini. Ah, sebentar lagi musim dingin. Akankah aku bisa bertemu dengan dedaunan yang kecokelatan ini lagi tahun depan? Semoga saja. Selalu.

Sekolah tidak terlalu jauh dari bukit pepohonan ini. Aku hanya perlu melangkah santai sambil menikmati pemandangan alam. Aku hidup di desa. Tentu saja terkadang aku bosan dengan lingkungan ini. Ingin rasanya ke kota. Tapi, apa aku akan mudah menemukan indahnya musim gugur di kota? Tidak mungkin. Jadi sepertinya aku akan lebih menyukai desa ini. Aku sangat senang berada di desa ini.

Akhirnya aku tiba di sekolah. Tapi, kenapa sekolah tampak sepi? He? Jangan-jangan ...

"Haaa?! Ini sudah masuk!"

Aku tak menyangka kalau jam tanganku sudah mati! Jarumnya tidak berpindah dari angka 7! Sejak kapan ini? Ya ampun! Hari ini 'kan sensei galak!

Hosh ... hosh ... Kenapa kelas terasa jauh sekali sih?! Padahal hanya perlu naik ke lantai dua!

BRUK!

Ittaaai! Argh ... Sakit ...

"Kau tidak apa-apa?"

Aku bangkit dari jatuh dudukku. Sesaat aku tersadar kalau aku sudah menabrak seseorang di persimpangan tangga. Pandanganku kembali normal dan akhirnya aku melihat seorang cowok yang terduduk juga dengan buku-buku berserakan. Ya ampun! Aku sudah membuat kesalahan!

"Ah! Maaf! Maaf! Aku sudah menabrakmu!"

Aku berusaha membantunya mengumpulkan buku yang berserakan. Aku tahu, sudah tidak ada waktu lagi. Tapi aku sudah membuat orang lain celaka. Aku tidak bisa meninggalkannya.

"Tidak perlu repot. Aku bisa membereskannya sendiri."

Aku berhasil menumpuk buku-buku itu dan membantu membawanya setengah tumpukan.

"Biar aku bantu bawakan ya,"

"Eh? Baiklah, terima kasih."

Aku bukan orang yang lari dari tanggung jawab. Jadi aku membantunya dan mengantarkan buku ini ke gedung sebelah, kantor guru.

"Omong-omong, kau kelas berapa?" tanya cowok itu.

"Etto ... Aku kelas 3-A."

"Oh, kau kelas 3 juga? Ku kira kau junior. Aku kelas 3-D."

"Oh, ternyata masih ada orang yang belum ku kenal ya di sekolah ini. Padahal, sebentar lagi kita akan lulus. Haha." Aku tertawa kecil.

Dia berhenti melangkah, lalu menoleh ke arahku.

"Aku Suzuki. Suzuki Keita."

Dia memperkenalkan diri? Oh mungkin itu sebagai tanggapan atas perkataanku tadi. Baiklah, mungkin dia sedang mencoba untuk sopan.

"Oh, Suzuki-san. Aku Momoko. Yamaguchi Momoko."

"Salam kenal, Yamaguchi-san."

"Eh, sebaiknya kita segera ke kantor guru. Aku bisa terlambat kalau begini."

"Ku rasa kau bisa serahkan itu padaku. Tidak apa. Aku sedang dihukum kok, sebenarnya." Dia menyeringai aneh.

Apa?! Huh, kalau tahu begitu, lebih baik aku tidak usah membantunya.

"He? Ya sudah, ku serahkan padamu ya! Sampai nanti!" Aku meletakkan tumpukan milikku padanya. Lalu aku berlari secepat mungkin.

Semoga sensei galak belum masuk kelas. Huh.

* * *

Ano Momiji no Shita niWhere stories live. Discover now